165. Jaemin harus ada untuk Xiyeon

672 91 11
                                    

"Xiyeon hebat ya, bisa sekuat itu"

Telinga nya selalu mendengar ucapan seputar itu. Entah untuk menyemangati nya atau yang lainnya, nyatanya perlahan pertahanan nya mulai roboh. Dirinya mulai tidak kuat menerima semuanya, tubuhnya yang terkadang lelah karena pekerjaan harus dipaksa untuk menopang beban yang harus ia pikul sendiri.
Walau Jaemin selalu mengatakan jika ia akan membantunya, rasanya belum saatnya Xiyeon ikut membagikan bebannya pada Jaemin. Bagaimana dia orangtuanya, dia tulang punggung keluarga nya sekarang. Memalukan jika dia harua ikut memberikan beban pada Jaemin yang padahal sama terpukul nya.

"Maka berjanjilah jika kita akan melihat Jaemin bersama sampai waktu kita habis"

Ia ingat dengan jelas pria disebelahnya saat itu menganggukkan kepalanya, rasanya Jeno jahat juga karena mengingkari janjinya disaat pria itu adalah orang yang belum pernah mengingkari janjinya pada Xiyeon.
Tangannya bergetar hebat kala memegang kemeja suaminya itu, kemeja yang mulai lusuh karena sudah tidak ada yang memakainya lagi selama beberapa tahun ini. Kemeja yang mulai berdebu karena terlalu lama ditaruh didalam kotak yang sama sekali tidak pernah dibuka.

"Sakit Jen... Sakit.."
Xiyeon membawa kemeja itu ke dekapannya, menangis hebat mengingat Jeno yang selalu pulang dengan senyum lebarnya.
Xiyeon perlahan mengangkat kepalanya saat merasa seseorang mengusap pipi nya. Anak semata wayangnya duduk dihadapannya sembari tersenyum walau ia bisa melihat jelas matanya juga ingin ikut menangis bersama Xiyeon.
"Apa yang sakit... Biar aku yang sembuhin itu"

"Jangan nangis lagi.. papa gak suka liat mama nangis"

Jaemin masih menatap wajah sang mama, tangannya menggenggam kedua tangan Xiyeon. "Papa bakal marah sama Nana kalau tau mama nangis.."

"Nanti papa juga marah liat bajunya basah kayak gini, apalagi basah karena air matanya mama"
Jaemin tersenyum tipis, memeluk tubuh yang masih bisa sekuat ini setelah harus menghadapi semuanya dan dirinya juga menjadi satu hal yang terkadang membuat Xiyeon menangis. Dadanya begitu sesak saat tangisan Xiyeon semakin hebat kala ia memeluk nya. Wanita itu meluapkan segalanya didalam pelukan anaknya, sesekali tangannya memukul lengan Jaemin.

"Jaemin, bukannya aku tidak mau melihat mu menangis atau apa. Cuma kamu yang ada buat Xiyeon, cuma kamu yang bisa bikin dia tenang selain Jeno. Kamu udah harus mulai bisa jadi pengganti Jeno buat Xiyeon. Dia udah berusaha buat jadi Jeno selama ini, buat kamu. Tapi sekarang dia yang butuh kamu, butuh sosok yang hampir sama dengan Jeno dan orangnya itu kamu"

Ucapan Mark kemarin benar. Jaemin tidak bisa terus memohon pada Xiyeon untuk mengembalikan ayahnya, dia yang harus bisa menjadi sosok yang selalu ada untuk Xiyeon,
Mulai sekarang.
"Mama belum makan.. makan dulu ya? Biar aku suapin. Mama di kamar aja biar aku bawain makannya"

***

Hanya baju, hanya kemeja biasa.
Tapi nyatanya berhasil membuat Xiyeon bisa menangis seperti itu. "Tenanglah Jaemin.. ini hanya kemeja. Hanya.."

Jaemin tak ingin berlama-lama. Membereskan barang-barang Jeno yang memang Xiyeon simpan, dirinya terlalu sensitif kemarin-kemarin.
Pikirannya selalu memaksanya percaya jika Jeno memang sudah tidak bisa kembali lagi, tapi hati kecilnya tidak bohong. Rasa percaya jika Jeno sebenarnya masih bisa pulang tetap berada di dalam hati kecilnya, berperang dengan anggapan jika Jeno sudah benar-benar pergi. Hatinya yang mungkin tidak akan bisa sependapat dengan pikiran sampai kapanpun kadang menyulitkannya, bingung dia harus tetap bersikukuh pada pendiriannya jika Jeno masih ada atau ikut kata-kata dari pikirannya.

Tak sedikit yang menilai Jaemin terlalu berlebihan sampai seperti ini. Nyatanya dirinya lah yang terlalu bergantung pada Jeno dan Xiyeon. Dia yang terlalu sering berlindung dibalik kedua orangtuanya, tidak berani melangkah tanpa Jeno ataupun Xiyeon. Dia terlalu percaya jika Xiyeon dan Jeno benar-benar tidak akan meninggalkannya sampai kapanpun. Ada saatnya dia harus bisa hidup sendiri, tanpa perlindungan Jeno maupun Xiyeon.
Kepalanya menoleh, memandang Xiyeon yang tertidur. Matanya terlihat sembab karena menangis tadi, baru kali ini dia melihat Xiyeon menangis seperti itu.

Jaemin mengambil selembar sticky note dan menulis sesuatu disana sebelum menempelkannya di meja dekat kasur Xiyeon. Dia membenarkan selimut yang dipakai Xiyeon sebelum keluar dari kamar dengan membawa sesuatu ditangannya.

'aku harus kerja, lagi. Kalau merasa tidak enak badan beritahu aku biar aku membelikan obatnya. Aku sudah membuat sup, kalau dingin mama bisa panaskan ya?'

***

"Oh? Jaemin?! Bagaimana kabarmu?"
Jaemin tersenyum sembari menaruh tasnya dan memakai apron yang sudah lama tidak ia gunakan itu. "Tumben pakai kemeja, biasanya juga hanya kaos"

Jaemin hanya menanggapi pertanyaan Hyunjin dengan senyum, diliriknya sekilas kemeja yang dipakainya. Kemeja Jeno dan bahkan dia menyemprotkan parfum yang masih sama dengan yang digunakan Jeno. Xiyeon benar-benar apik dalam menjaga barang-barang ayahnya ini.
"Parfum mu juga beda, kamu sedang jatuh cinta atau gimana?"

"Tidak.. hanya mencoba parfum ayahku"

"Benarkah? Merk apa? Aku suka baunya"
Jaemin mengendikan bahunya. Berpura-pura tidak tau, bertindak sedikit egois dengan tidak memberitahukan nya. Hanya Jeno yang boleh memiliki aroma parfum khas seperti ini.
Hanya Jeno, hanya pria itu yang boleh.

***

"Pernah berpikir bagaimana Jaemin dan Xiyeon jika Jeno masih ada?"
Haechan tertawa kecil, membayangkannya saja dia sudah tidak mampu. Mungkin jika Jeno masih ada dia harus kuat melihat banyaknya kasih sayang untuk Jaemin dari Jeno.
"Mungkin Jaemin akan jadi anak paling bahagia di dunia. Dia berhak mendapatkan nya, seharusnya. Setelah apa yang diterimanya di kehidupan lalu nya?"

"Ya.. aku kira Jaemin akan menjadi lebih baik di masa sekarang. Tapi sama saja, dia harus ditinggalkan, lagi."

"Coba bayangkan, dulu Jaemin yang meninggalkan Jeno sekarang Jeno yang meninggalkan Jaemin. Takdir keduanya lucu ya? Seperti terus dipermainkan. Jika Jeno bisa seperti Jaemin yang bisa kembali lagi.. aku tidak yakin dengan itu"

Mark menatap Haechan bingung, alisnya terangkat mencoba mencerna ucapan Haechan. "Tapi mungkin saja kan? Tidak ada yang tau"

"Dia Lee Jeno. Bahkan jika Tuhan benar-benar membuatnya kembali lahir untuk berada di samping Jaemin dia tidak akan lahir sebagai Lee Jeno melainkan orang lain. Jangan jauh-jauh pada Jeno, Jaemin saja berbeda sekarang walau hampir 90% sifatnya sama dengan Jaemin yang dulu tapi tidak bisa dibenarkan jika Jaemin yang sekarang benar-benar Jaemin yang dulu. Reinkarnasi bukan seperti foto copy yang bisa menjiplak sesuatu dengan sama.
Walau Lee Jeno terlahir kembali aku tidak yakin dia bisa lahir sebagai sosok yang seharusnya sekarang ada untuk Jaemin. Kalau wajahnya juga sama hanya kita yang tau jika dia punya kenangan di masa lalu sedangkan dia? Orang itu akan menganggap kita orang asing.

Maaf kalau tersinggung tapi, jika disuruh memilih aku lebih ingin Jeno tidak dilahirkan kembali. Karena apa? Tidak ada yang bisa menggantikan nya sedikitpun walaupun Tuhan membuatnya semirip mungkin dengan ayah dari Na Jaemin itu."

[]

Berani banget ngetik cerita lagi ujian,
Hiks..
Kangen Jeno bay.

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang