49. Terluka

1.2K 161 6
                                    

Jeno tersenyum kecil melihat Jaemin yang duduk di kursi belakang. Mereka tengah mengantarkan Jaemin ke sekolah sampai-sampai membuat anaknya itu tidak berhenti bicara saking senangnya.
"Lain kali kita harus mengantarkannya bersama lagi"

"Ide bagus"
Jeno menghentikan mobilnya dan turun, melarang Xiyeon untuk turun karena baru pulang dari rumah sakit. Masih harus banyak istirahat,
"Oke jagoan, belajar yang rajin ya? Semangat!"

"Semangat!!"
Xiyeon tersenyum dari dalam mobil memperhatikan keduanya. Bisa-bisanya Jeno berubah setiap bersama Jaemin, disaat tengah cuek ia bisa saja menjadi pria yang memiliki hati paling hangat untuk anaknya sendiri.
"Mama, Nana sekolah dulu ya?"

"Iya..semangat ya?"Jaemin mengangguk lalu berlari masuk ke halaman sekolah. Kedua orangtuanya menatap Jaemin aneh saat anak itu kembali lagi,
Jaemin memeluk Jeno dan menyempatkan diri mencium Jeno sebelum kembali berlari menuju sekolahnya.
"Dia jadi merangkap sebagai seorang ibu lama-lama"

"Cemburu ya.."
Xiyeon mengalihkan pandangannya kesal, ia yakin kalau turun dari mobil Jaemin juga akan menciumnya.
"Ya sudah sini cium"

"Jauh-jauh sana!!"Jeno tertawa puas setelah menjahili Xiyeon. Ia kembali masuk ke dalam mobil untuk mengantarkan Xiyeon pulang.
"Padahal aku bisa minta tolong supir, kamu tidak bekerja beberapa hari karena mengurusi keperluan ku.. pekerjaan mu akan semakin banyak"

"Dengarkan ini, selama aku masih bisa untuk apa meminta bantuan orang lain? Sejak dulu juga aku sudah berjanji untuk melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sendiri. Aku masih bisa melakukannya, tidak usah mengkhawatirkan ku"

"Tapi kalau kamu terlalu keras bekerja bisa sakit, Jen.."

"Tidak jika aku menikmatinya. Aku menikmati semuanya, bekerja, mengurus Jaemin, aku menyukainya. Selama aku tidak pernah mengeluh aku akan selalu bisa melakukan apapun yang aku inginkan"Jeno tersenyum sembari melirik Xiyeon. Wanita disebelahnya hanya bisa tersenyum, hatinya menghangat mendengar kata-kata Jeno. "Biar aku yang belanja, seharusnya kemarin tapi tidak apa. Aku bisa melakukannya hari ini"

"Tapi pekerjaan mu?"

"Karyawan-karyawan ku masih bisa membantuku, selama aku tidak membuang sia-sia waktu ku hanya untuk bekerja tanpa mempedulikan keluarga. Aku tidak akan seperti itu, tidak akan pernah"

***

Xiyeon melihat Jeno yang tertidur di sofa dengan tangannya menggenggam ponselnya. Wajahnya begitu tenang, tidak memperlihatkan raut kelelahan. Jeno ada benarnya, selama tidak mengeluh maka tidak akan merasakan betapa melelahkan nya kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
"Jeno.."

"Uh?"Jeno membenarkan posisi duduknya, meregangkan tubuhnya sembari menguap.
"Biar aku saja yang menjemput Jaemin sekalian belanja"

"Tidak..tidak apa-apa, aku mau bersiap dulu. Lebih baik kamu istirahat ya? Jangan terlalu banyak berpikir, biar aku yang mengurusnya sampai kamu benar-benar sehat"
Xiyeon sebenarnya sedikit kesal, dia wanita yang mudah bosan jika tidak mengisi waktu senggang nya dengan kegiatan. Tapi Jeno sulit untuk dilawan, pria itu terlalu keras kepala untuknya.

"Aku pergi ya?"

"Ya..hati-hati"Jeno tersenyum sebelum keluar dari rumah. Senyumnya tidak pudar selama diperjalanan menuju sekolah Jaemin. Namun belum sampai ke sekolah, Jeno memberhentikan mobilnya di pinggir jalan karena merasa sedikit aneh dengan mobilnya.
Ia turun dan memeriksa, ban mobilnya kempes.
"Kalau harus mengisi angin di ban ini akan lama.."

Jeno menatap halte bis yang tidak jauh darinya. Tangannya merogoh saku untuk mengambil ponsel dan menghubungi supirnya agar mengurus mobilnya itu. Ia akan menjemput Jaemin dengan bis.

***

Jeno baru sampai di sekolah Jaemin, belum waktunya pulang.
Ia memilih untuk duduk di bangku yang ada di dekat sekolah, memperhatikan jalanan dan sesekali mengecek sekolah. Belum lama bel sekolah berbunyi, anak-anak mulai berhamburan keluar dari sekolah dan pulang bersama orangtuanya. Belum ada tanda-tanda Jaemin dan itu sedikit membuat Jeno khawatir.
"Papa!"

Jeno menoleh, anaknya itu langsung mengetahui jika itu dirinya. Padahal jarak gerbang dan bangku yang didudukinya tidak terlalu dekat.
"Na Jaemin!!"

Jeritan Jeno berhasil membuat semua orang menoleh, pria itu berlari menuju anaknya yang terjatuh.
"Kamu baik-baik saja?! Apa tidak~"
Degup jantung Jeno sudah tidak terkendali saat Jaemin mulai menangis sembari mengatakan sakit.

Beberapa orangtua lainnya ikut panik melihat darah yang mengalir dari dahi anak itu.
"Panggil ambulans!!"

"Dasar bodoh, mana sempat"maki Jeno menggendong Jaemin yang terus menangis. Berlari sekuat tenaga menuju rumah sakit terdekat.
Sembari berlari ia terus membisikkan kata-kata penenang, Jeno semakin panik begitu darah dari dahi anaknya semakin banyak.
Dengan nafas yang terengah-engah ia membawa Jaemin ke rumah sakit, memanggil suster maupun dokter dengan rasa takut yang benar-benar mengambil alih dirinya.

"Nana kuat..Nana anak yang kuat.."
Jeno membaringkan Jaemin yang terus menangis sembari menggenggam tangan Jeno erat, bibirnya terus menyerukan kata sakit pada sang papa.
"Langsung?!"

"Tuan, ini bisa saja infeksi"

"Anakku bisa kesakitan nantinya!!"Jeno kalut sekarang, ditambah Jaemin yang terus menatapnya sembari menangis.
"Izinkan aku... menemaninya disini"

Jeno naik ke atas kasur dan memangku Jaemin, anak itu terus meraung keras, mengatakan jika itu semua sakit.
"Maafkan papa..harusnya papa yang berlari bukan kamu.."
Jeno memeluk anaknya begitu kuat, mendengarkan teriakan anaknya yang membuatnya semakin takut.

"Cuma sebentar..cuma sebentar Na.."

"Papa sakit!!!!"
Jeno mengangguk, ia menatap Jaemin yang terus menangis. Sesekali ia melihat luka yang membuatnya ngilu. Hanya tersandung namun lukanya bisa dibilang cukup parah.
Pria itu sudah menangis sekarang, sembari terus menenangkan anak semata wayangnya itu. Setelah mendengar teriakan Jaemin sejak tadi akhirnya dokter selesai mengobati nya. Dahi Jaemin kini dihiasi perban.
"Papa...hiks..sakit.." 

"Maaf..kalau papa tidak duduk disitu kamu tidak akan terluka karena berlari. Harusnya papa menunggumu di gerbang saja..maafkan papa.."
Jaemin menyalurkan rasa sakitnya melalui genggamannya pada tangan Jeno. Setiap kali lukanya berdenyut ia mengeratkan genggamannya, bahkan tadi kepalanya pusing.
Jeno mengusap pipi Jaemin lembut, matanya memerah karena menangis tadi.
"Papa...hiks.."

"Papa disini sayang, ada papa. Jangan menangis lagi.."Jeno menempelkan tangan Jaemin pada pipinya, menatap Jaemin intens dengan sesekali mengajaknya bicara jika nanti tidak akan sakit lagi.
Sementara ponsel Jeno sudah berdering sejak tadi, Xiyeon sudah menelponnya empat kali dan kini berdering untuk yang kelima kalinya. "Ini mama.."

Jaemin terlalu lelah untuk menjawab karena menangis tadi, anak itu memilih memejamkan matanya dan menjadikan tangan Jeno sebagai pelukannya.
"I-iya?"

"Kalian dimana? Kenapa supir membawa mobil mu kerumah? Kalian baik-baik saja kan?"

"Maaf.. maafkan aku.."

"Kenapa minta maaf? Kalian baik-baik saja kan?!"

"Jaemin terluka..ini salahku..aku mohon maafkan aku.."

[]

:)

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang