Renjun menatap Jaemin yang belum juga menyentuh sarapannya, pandangannya benar-benar kosong.
"Na..""Aku tidak marah karena apa yang terjadi kemarin. Aku lebih baik melihatmu meluapkan amarahmu dibandingkan menahannya dan hanya menghela nafas. Marah itu wajar, tidak ada yang melarang mu untuk parah. Bahkan saat kamu memukul murid yang menghina papa mu itu lebih dibandingkan kamu harus memendamnya sendiri dan menjadi pikiran yang menggangu aktifitas. Kalau kamu berpikir aku marah karena aku harus mengganti rugi itu salah besar, Na. Aku tidak keberatan harus mengganti banyaknya mobil selama kamu bisa melepaskan perasaan kesal itu"
"Jangan buat dirimu jadi terus dikelilingi rasa kesal karena terus memendamnya"
Jaemin meremat sendok ditangannya, kenapa perkataan Renjun malah mengingatkannya pada Jeno. "Aku mendengar dari Chenle.. kamu sering jadi bahan ejekan. Mereka selalu mengatakan mu gila hanya karena kamu takut sesuatu..Orang yang takut akan sesuatu bukan menandakan dia itu orang yang lemah. Justru mereka mau berjuang untuk melawan rasa takutnya. Mau itu laki-laki atau perempuan selama mereka mau terus maju mereka itu kuat. Jangan anggap karena kamu laki-laki dan kamu itu pengecut hanya karena takut pada suatu suara dan membuatmu diluar kendali.
Aku juga takut dulu. Aku takut setiap mendapatkan nilai jelek karena ayahku yang selalu tidak ingin aku gagal dalam ujian, paman mu yang membantuku melawan rada takutku""Kalau aku tidak membantu mu kali ini aku mungkin merasa malu pada dirimu di masa lalu.."
Jaemin masih diam, pikirannya entah kemana sekarang, entah dia mendengarkan Renjun atau tidak.
"Tau tidak? Aku pernah berpikir untuk menyuruhmu dibawa ke pusat rehabilitasi saja..""Coba kalau aku membawamu kesana, kemarin aku tidak akan bisa membela mu saat dia mengatakan mu anak gila.. yang benar saja..
Aku malu pada papa mu jika tidak berhasil menjagamu sekarang, bagaimana papa mu menunggu mu sampai pulang sekolah saat masih TK.""Kamu hebat, Na.."
Renjun menatap Jaemin yang masih melamun. Tatapannya berubah jadi was-was melihat Jaemin yang tak kunjung menjawabnya, "Na? Kamu denger kakak kan?"Tubuh Jaemin limbung begitu saja, jatuh dari kursi dan tergeletak di lantai. "Na!!"
Renjun mengangkat kepala Jaemin, hidungnya mengeluarkan darah sekarang.
"Na Jaemin!!! Bangun aku mohon.. "Renjun menggendong Jaemin dipunggung nya, lama jika harus menelpon Jisung dulu. "Kau menyebalkan, Na!"
***
"Dia mengeluarkan darah dari hidungnya karena tekanan darahnya yang cukup tinggi. Kemungkinan karena stress, hal seperti ini jangan terlalu dianggap sepele. Fatal akibatnya jika terus dibiarkan seperti ini"
"Fatal?"
"Dia bisa terkena serangan jantung atau stroke. Kadar tekanan darah yang tinggi dapat membuat jantung dan pembuluh darah tegang, bahkan ketika tidak merasakan adanya perbedaan. Seiring waktu, masalah di arteri juga dapat mengurangi aliran darah. Karena semua jaringan dan organ dalam tubuh mutlak membutuhkan darah untuk bekerja dengan baik, itu berarti organ-organ penting seperti otak, ginjal dan penglihatan. Maaf jika saya ikut campur tapi apa ada yang sedang mengganggu pikirannya selama ini?"
Renjun diam, bingung untuk menjelaskannya apalagi mengingat Jaemin tidak suka hal pribadinya diberitahu begitu saja."Tidak apa-apa.. tapi saya lebih menyarankan agar dia berkonsultasi dengan psikiater yang mungkin dapat membantunya. Dia masih terlalu muda, sangat disayangkan jika sampai terkena serangan jantung yang tentu dapat mempengaruhi kegiatannya sehari-hari."
"Dia harus disini untuk beberapa saat, setidaknya sampai dia sadar setelah itu saya akan kembali memeriksanya"
Renjun mengangguk, menatap Jaemin yang belum juga bangun. Ketakutannya bertambah berkali lipat saat melihat punggung Mark tadi. Disisi lain seharusnya ia memberitahu Xiyeon karena dia orangtuanya, Xiyeon berhak tau kondisi Jaemin mau bagaimanapun juga.
"Argh! Kau membuatku ikut stress Na.."Renjun meninggalkan Jaemin sementara untuk mencari Xiyeon atau Mark. "Bibi Xiyeon!"
"Renjun? Sedang apa disini? Jaemin mana?"
"I-itu.. anu.. itu.. bibi ikut saja ya?"
***
"Kenapa bisa tekanan darah mu tinggi seperti ini, Na. Apa yang membuatmu stress?"
Renjun menatap Xiyeon yang masih mengusapi tangan Jaemin.
"Kemarin.. ada mobil yang hampir menyerempet aku saat menyebrang.. karena itu Jaemin marah""Aku minta maaf sekali.. karena itu Jaemin jadi drop seperti ini.. pipinya terluka karena saat naik ke atas mobil yang hampir menyerempet tadi dia pingsan.. aku minta maaf tidak menjaganya dengan baik"
"Tidak apa-apa.. terimakasih sudah menjaganya Renjun. Apa kamu harus mengganti rugi? Biar bibi ganti uangmu"
"T-tidak usah.. tidak apa-apa kok"
"Kamu anak yang baik Renjun. Padahal kamu itu teman adik dari Jeno tapi kamu masih tetap berhubungan dengan keluarganya."
"Karena Jaemin yang sekarang masih sama dengan Jaemin dulu, jadi jika aku gagal menjaganya lagi seperti di masa lalu entah apa yang akan terjadi padaku"
Xiyeon tersenyum, hatinya lebih tenang karena banyak yang mau menjaga Jaemin disekitarnya, masih ada yang mau membantunya menolong Jaemin keluar dari mimpi buruknya selama ini. "Kamu sudah makan? Sebagai ucapan terimakasih bibi akan belikan sesuatu untukmu ya?""Terimakasih banyak.."
Renjun menatap Xiyeon yang keluar dari ruangan, matanya kembali menatap Jaemin. Mengingat apa kata dokter tentang tekanan darahnya yang tinggi jika terus dibiarkan,
Tidak mungkin Jaemin bermain bisbol dalam kondisi seperti itu nantinya. "Papa.."Renjun terhenyak mendengar suara Jaemin. Tangannya refleks memencet tombol untuk memanggil dokter ditambah semakin panik melihat Jaemin yang terlihat kesulitan bernafas sekarang.
Na Jaemin sedang berada di titik terendah nya sekarang.
***
"Berapa kali kamu masuk kesini? Tidak bosan?"
"Aku tidak pernah meminta untuk dibawa kesini kan?"
Haechan mencebik lalu mengerucutkan bibirnya, "malah dibalikin juga""Kemarin paman baru mendapatkan buku gambar yang besar! Paman beli saja buat kamu.. kata mama kamu gambaran kamu itu bagus, makanya gambar aja jangan pikirin yang lain-lain, luapin nya ke gambar aja"
Jaemin menatap buku gambar yang cukup besar dipangkunya, memberikannya pada Xiyeon agar menaruhnya saja. Kepalanya terlalu pusing untuk memikirkan ide gambarannya.
"Ayo cepet sembuh, kita piknik bareng-bareng. Keluarganya paman Mark, keluarganya paman Echan, kamu sama mama kamu, ajak Renjun sama Jisung juga gak apa-apa. Kita piknik, bawa banyak makanan enak, foto-foto bareng nanti""Tanpa papa?"
Ah, Haechan lupa. Itu janji Jeno saat malam tahun baru pada Jaemin.
"Papa kamu ikut, cuma gak keliatan aja. Paman yakin papa kamu sekarang lagi duduk disebelah kamu sambil usapin kepala kamu, cium pipi kamu kayak dulu.. dia gak ninggalin kamu, cuma bedanya sekarang gak keliatan aja.""Paman percaya hal kayak gitu?"
"Banget.. paman percaya hal-hal kayak gitu. Paman percaya kalau Jeno gak bener-bener ninggalin kamu atau yang lain, kamu tau sendiri kan kalau papa kamu jarang mau sendirian tanpa kamu?
Paman Haechan yakin kalau papa kamu itu udah pulang, udah ikutin langkah kamu selama ini walau kamu gak bisa liat dia tapi dia pasti selalu liatin kamu, mantau anaknya supaya dia baik-baik aja. Jangan pesimis mulu, gak baik, Jeno gak suka orang pesimis"[]
Capung nyA kayak Pelangi ya? indah bangEt.
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Him Nana
Fanfiction[Sequel dari 'Sweet Night'] Tepat di tanggal 13 Agustus, Seseorang lahir dan menambah cerita dihidup nya. Membuatnya bisa kembali merasakan sosok seseorang yang berharga di hidup nya "Kalian percaya adanya reinkarnasi?" [Cerita yang paling panjang y...