140. Hari peringatan

520 99 9
                                    

"Na Jaemin? Lihat nenek bawa apa.. kamu pasti belum makan"
So Hee mengeluarkan beberapa kotak berisi masakannya. Jaemin hanya tersenyum senang melihatnya, ia masih dirumah sakit karena demam nya yang tak kunjung turun. Sebenarnya ini juga paksaan Xiyeon, sekalian kerja jadi tidak perlu khawatir dengan kondisinya karena Jaemin disini juga.
"Tada! Pasti kamu suka. Ini buatan nenek semua, ini juga kesukaan kamu kan?"

Jaemin memaksakan senyumnya melihat satu kotak makanan buatan So Hee. "Ayo dimakan, mama kamu bilang kamu belum makan. Nanti gak sembuh-sembuh"

"Terimakasih"
Jaemin menerima sumpit yang diberikan So Hee. Mengambil salah satu lauk dan mengigit nya, "enak?"

"Enak.."Jaemin tersenyum menatap So Hee, tak sadar pipinya sudah basah. "Kenapa.. gak enak ya? Kalau gak enak gak usah dimakan. Nenek beliin yang lain aja"

"Gak.. ini enak kok.. enak banget.."
So Hee tersenyum samar. Ia malah membuat Jaemin menangis karena udang buatannya. "Maaf ya.. karena nenek kamu jadi menangis seperti ini"

Jaemin masih terus memakannya namun tangisannya tak kunjung berhenti. Biasanya ini menjadi andalan Jaemin agar bisa makan diluar bersama Jeno, dulu.
Jong-hoon bahkan ikut menangis jadinya, niatnya untuk menghampiri cucunya jadi batal karena melihat Jaemin. "Maaf.. maaf Jaemin.. kakek tidak berhasil menjaga papamu.."

Jaemin hanya makan setengahnya. Nafsu makannya memang berkurang sejak kejadian dirumah sakit hari itu. "Udah dong jangan nangis lagi.. kamu mau apa? Biar nenek beliin yang lain"

Jaemin menggeleng, nafasnya sedikit sesak karena tadi. Bahkan masih sesenggukan. "Masa cucu nenek yang sudah dewasa ini masih cengeng hm?"

"Sini"So Hee menarik Jaemin ke pelukannya, ia tidak pernah menyangka jika Jaemin masih serapuh ini. Ia pikir cucunya ini sudah baik-baik saja, sudah mulai bisa menerima semuanya. So Hee terlalu cepat menyimpulkan ya?
"Rindu papa mu ya? Nenek juga.."

"Aku mau coklat panas buatan papa lagi, nek..
Aku mau itu.."

"Mau nenek buatkan? Atau mau beli?"

"Mau buatan papa.."So Hee bingung, ia bahkan tidak tau seperti apa cokelat panas buatan Jeno. Ia hanya pernah mencobanya, tidak dengan melihat bagaimana Jeno membuatnya.
"Mau nenek tanyain mama? Siapa tau mama hafal kayak gimana resep buatan papa"

"Sama kakek dulu ya? Nenek tanyain mama dulu"
Jong-hoon melebarkan senyumnya. Hal yang selalu dilakukan oleh nya ketika hendak bertemu Jaemin. Mempersiapkan senyum terbaiknya.
"Kakek dengar.. kamu diskors ya?"

"Kakek jadi penasaran bagaimana kamu memukul anak itu. Kakek dulu bahkan lebih nakal, ikut tawuran sampe dikunciin digudang karena nakal."
Jaemin tidak berekspresi apapun.
Jong-hoon paham, hari ini Jaemin sedang tidak baik. Ekspresi wajah Jong-hoon berubah seketika karena ingat sesuatu, dia sempat panik namun berusaha mengendalikan ekspresi nya.

Hari ini, hari peringatan kematian anaknya, Lee Jeno.

So Hee kembali datang, mengisyaratkan Jong-hoon untuk menemui Xiyeon dulu.
"Kakek keluar dulu sebentar ya?"

Jong-hoon buru-buru menemui Xiyeon, ia benar-benar lupa dengan hari ini.
"Xiyeon.."

"Appa aku benar-benar lupa hari ini.. a-aku terlalu sibuk."

"Tidak apa-apa, ini belum terlalu malam juga. Apa harus kita pergi semua? Beberapa harus tetap disini agar Jaemin tidak curiga"

"Ibuku akan disini, tadi aku juga meminta Somi untuk menemaninya sebentar"
Jong-hoon mengangguk, "baiklah. Yang lain?"

"Bahkan aku tau dari Mark"

***

"Jaemin tidak tau?"
Xiyeon mengangguk. Rasanya tidak adil karena tidak memberitahu Jaemin yang hakikatnya adalah anak Lee Jeno.
Tapi melihat kondisinya, itu benar-benar tidak memungkinkan.
"Apa yang kau buat?"

Xiyeon hanya menunjukkan cokelat panas yang sudah berada didalam botol pada Haechan. "Antarkan ini pada Jaemin, bilang kalau aku harus rapat sebentar"

"Oke"

Xiyeon menatap sebentar foto yang masih tergantung di dinding dengan cantik. "Ini sudah sangat terlambat jika aku memintamu untuk kembali kan?"

"Kau pasti bersenang-senang disana. Baguslah, setidaknya tidak ada yang membuatmu menangis lagi"
Xiyeon meraih tasnya, ia kecup lama foto Jeno, hal yang jarang dilakukannya karena terlalu berat untuknya.

"Ayo, nanti terlalu malam disana"
Xiyeon mengangguk. Menyusul Jong-hoon yang sudah siap pergi. Mark sudah berada di mobil, bahkan pria itu habis menangis.
Mobil Mark melaju meninggalkan rumah Xiyeon. Ketiganya dikelilingi oleh keheningan, tidak ada yang bicara sedikitpun.
"Terimakasih"

Jong-hoon menoleh untuk menatap Xiyeon, "terimakasih sudah menjaga cucuku sampai sekarang"

"Appa bahkan terlalu takut untuk menjaganya.. takut jika terulang lagi. Aku lebih percaya padamu"

"Itu sudah kewajiban ku."
Jong-hoon mengusap bahu ibu dari Na Jaemin disebelahnya, takjub melihat betapa kuatnya Xiyeon sampai sekarang.
Mobil Mark kini sudah diparkiran. Sudah malam namun rasanya mengganjal jika Xiyeon tidak datang ke pemakaman.
"Ah.. aku sudah lama tidak kesini. Aku lupa untuk membersihkan tempat mu"

"Jaemin sakit. Kau seperti ini malah membuatnya sering sakit. Kalau dulu masih sering memarahinya agar tidak melewatkan jam makan"

"Aku.. masih belum bisa mengabulkan permintaan Jaemin sampai sekarang. Setidaknya datang lah ke mimpinya, buat dia merasa senang bukannya takut. Kau ini bagaimana sih"Mark mengalihkan perhatiannya dan memilih pergi lebih dulu. Tidak sanggup melihatnya.

Pasien yang dulu ia usahakan untuk hidup, dia jaga mati-matian namun nyatanya malah harus ikut menyusul Jaemin masa lalunya.
Jeno benar-benar menyebalkan.
"Pulanglah.. dalam wujud mimpi untuk Jaemin.. tidak apa-apa jika kau tidak mengunjungi ku tapi.. aku mohon, Jaemin saja. Aku sudah membuatnya kecewa berat sampai sekarang"

Xiyeon berdiri dan menatap lekat makam dihadapannya, "aku tunggu. Aku akan marah jika kau tidak menepati janjiku"

Tersisa Jong-hoon, pria itu masih melamun menatap ketiga makam yang sengaja dekat itu. Lee Jeno, Na Jaemin dan Na Yoonji.
Artinya Jong-hoon sudah sendiri bukan? Tanpa istri, tanpa kedua anaknya.
"Kau bilang tidak akan membawa Jeno.. kenapa? Kau sudah cukup membawa Jaemin saat itu. Aku senang kau mengembalikannya tapi, kenapa harus Jeno?
Kau buat aku merasa bersalah pada cucumu sekarang Yoonji"

"Aku jadi berpikir jika Jaemin seperti ini karena aku, aku yang tidak bisa menjaganya. Jaemin belum memperlihatkan pada Jeno saat ia wisuda, saat ia kerja, saat ia menikah lalu memiliki anak yang berarti Jeno memiliki cucu. Kenapa Jaemin harus seperti Jeno saat dewasa.. kenapa kau tega seperti ini Na Yoonji"

"Jaemin benar. Kenapa kau harus pergi saat itu, Lee Jeno!"
Jong-hoon sudah tidak kuat untuk menangis lagi. Matanya sudah memerah sejak tadi.
"Kau yang bilang tidak akan meninggalkan keluarga mu. Tapi lihatlah, kau malah ikut bergabung disini"

"Kamu tau jika appa tidak suka pada orang yang berbohong"

"Hari ini appa tidak menyuruhmu lagi. Tapi ini perintah, penuhi janjimu pada Jaemin yang akan menemuinya, walau mimpi yang padahal dihati kecil anakmu itu masih berharap kau pulang dengan baik-baik saja.
Jangan kecewakan appa sebagai ayahmu disini"

[]

Bruh..
Senin aku ujian lagi..
Tapi aku takut kek ujian kemarin..
Kecil-kecil.

Kemarin responnya agak dikit ya, yang udah semangatin makasih

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang