Bohong kalau Xiyeon mengatakan dia tidak pernah memikirkan apa-apa karena yang ada dipikirannya hanya Jaemin, itu salah besar.
Hampir setiap malam, lebih tepatnya tengah malam antara jam dua belas malam tepat atau jam satu dia datang ke kamar Jaemin.
Beberapa saat dia hanya duduk di atas karpet disebelah kasur Jaemin, menatapi wajah anaknya lekat sebelum mulai menangis. Angin malam yang masih tetap berhasil masuk ke dalam kamar walau jendela sudah ditutup rapat selalu menemaninya menangis.Tangan Jaemin digenggam olehnya selama ia menangis. Takut, marah, sedih, khawatir dan yang lainnya menjadi satu sewaktu-waktu, seakan tidak membiarkan Xiyeon bisa bernafas dengan tenang tanpa memikirkan yang lain.
Rumah dengan dua lantai yang biasanya diisi oleh keluarga dengan tiga orang lengkap. Ayah, ibu dan anak kini harus menyisakan dua anggota keluarga saja.
Rumput di taman sekarang sudah mulai panjang, tanaman-tanaman dalam pot perlahan layu dan mengering karena tidak ada yang sempat mengurusnya.Tentu saja ini sangat berpengaruh dan berhubungan dengan orang yang membuat celah diantara lingkungan si anak sehari-hari, Lee Jeno. Pria itu yang pernah menyarankan dan mengajak anaknya untuk menanam banyaknya bunga, menyiraminya setiap hari dan saat akhir pekan mengajaknya memotong rumput di taman. Rumah selalu terurus dengan baik, selalu rapi disetiap sudutnya.
Sekarang Xiyeon tidak bisa seratus persen memperhatikan kondisi rumahnya, beberapa barang terkadang berada di sembarang tempat karena ia yang tak ingat untuk membereskannya. Bisa dibilang pekerjaannya bertambah sekarang, apalagi profesi nya yang cukup berat dan sulit untuk ditinggalkan walau sebentar.Banyak yang ditangisi olehnya, dari mulai kehidupannya, Jaemin bahkan ia juga tak jarang menangis karena Jeno. Aneh rasanya karena biasanya ia selalu memanggil Jeno untuk membantunya, selalu menyandarkan kepalanya pada bahu yang tegap itu untuk beristirahat sejenak. Janggal dengan kondisi sekarang, biasanya rumah selalu ramai walaupun hanya tiga orang yang berada disini. Namun sekarang hanya tersisa dua yang terkadang sama-sama canggung bahkan untuk sekedar mengucapkan selamat pagi.
Menangis memikirkan bagaimana Jaemin kedepannya dengan kondisi seperti ini. Dia juga tidak bisa terus menerus memantau kehidupan anaknya, ia masih cukup sadar jika Jaemin masih butuh privasi dan bukan hak dia untuk tetap mencampuri urusannya.
Memikirkan dirinya sendiri, bagaimana ia harus menghadapi hari esok, rasa takutnya karena tidak ada Jeno terkadang mengganggunya. Entah karena dia terlalu bergantung atau apa,
Tapi rasanya aneh saja tidak ada yang ikut dalam cerita kehidupannya lagi.Usapan lembut di pipinya membuat Xiyeon mendongak, ia menatap Jaemin yang terbangun dan hanya diam menatapnya. "Mama ganggu tidur kamu ya?"
Jaemin menggeleng, dia menggeser tubuhnya agar Xiyeon bisa duduk di pinggir kasur. "Maaf kalau bikin kamu kebangun, mama gak bisa tidur soalnya"
Jika boleh jujur, Jaemin selalu mendengarkan Xiyeon menangis. Matanya tetap tertutup karena pasti membuat Xiyeon berhenti bercerita.
Dia seringkali mendengar Xiyeon mengatakan,
"Aku harus apa sekarang kalau kamu gak ada, Lee Jeno.."Hampir setiap Xiyeon bercerita pasti ia mendengar kalimat itu. Dia jadi marah pada dirinya sendiri karena gagal mengajak Jeno kembali ke rumahnya, gagal mengajaknya untuk bertemu Xiyeon. Wanita itu benar-benar butuh Jeno sekarang walaupun dia tidak pernah mengatakannya secara langsung.
Tangan Xiyeon menepuk kepalanya pelan, mengusap nya sembari memandang wajahnya.
"Mama kangen sama papa.. kangen banget. Mama pengen bawa papa pulang lagi, pengen peluk papa lagi. Tapi mama gak pernah tau caranya gimana""Aneh rasanya, biasanya tiap sore selalu ada klakson mobil papa karena pulang kerja. Mama sering marahin papa karena gak mandi dulu malah langsung main sama kamu. Selasa tiap sore juga mama gak tau nungguin siapa, cuma bisa liatin pintu yang ketutup rapat, gak bisa berharap lebih dari pintu itu. Berharap bakal ada seseorang yang pulang sambil ngomong 'papa pulang..'
Kalau mama pulang larut pasti bakal ada, pasti bakal selalu ada seseorang yang rela gak tidur buat nungguin mama pulang habis itu nanya 'macet jalannya ya makanya baru pulang?' atau 'pasti capek baru pulang jam segini. Mau dibikinin teh?'
Kalau boleh mama jujur, mama juga kayak kamu. Berharap papa bisa pulang dan bisa kayak dulu lagi"Jaemin memejamkan mata, mendengar cerita Xiyeon matanya memanas. Air matanya meminta agar bisa menetes dan membuatnya menangis saat itu juga.
"Tidur lagi, udah malem banget ini"
Xiyeon mengecup dahi Jaemin lama lalu berdiri, ia tersenyum sejenak di ambang pintu lalu menutup pintu kamar Jaemin.Sudah, kalau sudah bicara tentang Jeno jangan harap Xiyeon bisa tidur nyenyak. Dia lebih memilih tidak tidur dibandingkan harus gelisah saat tidur nantinya.
Seandainya ada Jeno, pria itu pasti bilang begini,
"Buat apa begadang? Nanti sakit gimana? Gak baik, minum air hangat supaya bisa tidur"
Padahal sendirinya pun tak jarang tidak tidur semalaman karena kerjaan atau memang tidak bisa tidur.Apalagi saat Jaemin masih kecil, Jeno sampai tiga hari tidak tidur karena harus memenangkan Jaemin sekaligus kerjaannya. "Ma.."
"Kenapa gak tidur lagi?"
Jaemin menuruni anak tangga perlahan lalu duduk disebelah Xiyeon, ia memeluk tubuh mamanya lalu berucap,
"Mama belum ke papa lagi?""Mama gak mungkin ninggalin kamu dirumah sendiri. Nanti kalau udah baikan kita sama-sama kesana"
"Gak apa-apa mama aja, aku dirumah sendiri juga biarin. Kalau udah makan mama bisa tenang pergi cuma buat kesana sebentar, gak mungkin sampai berjam-jam kan?"
"Gak usah, nunggu kamu baikan aja kita kesana bareng"
"Bukannya gak mau ma.. tapi-"
Dia belum bisa menerima jika Jeno memang sudah tidak bisa kembali. Saat bertemu Jeno harapannya begitu tinggi untuk bisa mengajak Jeno pulang, namun saat bangun rasanya ia jatuh sekeras-kerasnya karena tetap tidak bisa membawa Jeno pulang.
Ia terlalu berekspektasi selama ini, terlalu mengharapkan hal yang belum tentu bisa terjadi.
"Mama aja besok, aku nungguin dirumah. Kepalanya juga udah gak terlalu sakit kok""Yaudah.. besok mama kesana ya sebentar aja"
Jaemin tidak pernah tau dampak Jeno pergi bisa seperti ini, ia kira hanya dirinya lah yang harus kecewa tapi hampir semuanya juga sama kecewanya dengannya. Entah itu kecewa pada takdir atau kecewa pada diri sendiri karena tidak berhasil menolong pria yang sangat jarang untuk ditemukan.
Pria dengan senyuman manis hingga matanya menyipit dan seribu kelebihan itu harus hilang dalam waktu yang lama untuk semua orang yang menganggapnya spesial.Tidak ada lagi yang menjemput Jaemin tepat waktu dan mengajaknya makan dulu.
Tidak ada yang akan menunggu Xiyeon sampai pulang dari pekerjaannya.
Tidak ada yang bisa diajak mengobrol sekedar minum kopi di waktu senggang dengan Mark.
Tidak ada yang bisa diajak menemani pergi ke suatu tempat oleh Haechan.
Tidak ada lagi yang selalu ia tunggu kedatangannya ke rumah karena berkunjung dan bisa memeluk nya erat seperti Jong-hoon yang selalu menunggu Jeno datang dulu.Ya, tidak ada lagi selama tidak ada orang yang bisa menggantikan posisi Jeno.
[]
Sepi..
Hehe..
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Him Nana
Fanfic[Sequel dari 'Sweet Night'] Tepat di tanggal 13 Agustus, Seseorang lahir dan menambah cerita dihidup nya. Membuatnya bisa kembali merasakan sosok seseorang yang berharga di hidup nya "Kalian percaya adanya reinkarnasi?" [Cerita yang paling panjang y...