145. Jisung, Renjun dan Jaemin

655 82 6
                                    

"mama masih belum becus jaga kamu ya? Masih terus sering bolak-balik rumah sakit kayak gini. Masih lebih baik Jeno.."
Jaemin mendengarnya, ia mendengarkan ucapan Xiyeon sejak tadi. Ia sudah bangun sejak tadi tapi mendengar Xiyeon mulai bicara membuatnya mengurungkan niatnya untuk bangun dan memilih berpura-pura tertidur.
Dia mendengarkan bagaimana Xiyeon yang menyalahgunakan dirinya secara tidak langsung, bagaimana Xiyeon mengatakan dia masih kalah dibandingkan Jeno. Tangan Jaemin refleks menahan tangan Xiyeon yang hendak pergi karena dipanggil,
"Jangan.."

"Mama cuma sebentar saja. Tidak apa-apa ya?"

Jaemin menggeleng. "Hari ini.. biarin aku egois dengan tidak mengizinkan mama bertemu pasien selain aku"

Xiyeon tersenyum lalu mengangguk. Kembali duduk di kursinya dan menggenggam tangan Jaemin, "oke.. kamu mau mama ngapain?"

"Gini aja"
Xiyeon menatap telapak tangan Jaemin yang terlihat ada bekas-bekas luka kecil yang kemungkinan karena pecahan kaca yang mengenai tangannya. "Tangan kamu banyak luka kayak gini sekarang.. coba kalau dulu, kotor karena pegang coklat atau gak krayon"

"Ma.. maaf-"

"Kalau kamu berpikir kamu buat mama banyak pikiran itu gak bener. Kamu anak mama dan sudah seharusnya mama pikirkan tentang kondisi anak mama. Kalau kamu berpikir kamu itu bikin mama kayak gini karena selalu nyalahin mama itu juga gak bener, Jaemin. Itu tugas orangtua untuk menjaga anaknya, sama kayak mama jaga kamu.. cuma mama belum bisa jadi sebaik ibu yang kamu lihat diluar sana"
Xiyeon menatap ponselnya yang tiba-tiba berdering, Mark menelponnya. "Ada apa?"

"Pimpinan menunggu mu, rapat nya belum juga dimulai. Cepat kesini"

Xiyeon menatap Jaemin yang terlihat memohon padanya,
Pandangan itu, tatapan yang sama saat Jeno menatapnya agar tidak meninggalkan hari itu. "Maaf, aku tidak bisa ikut hari ini"

"Kau mau pimpinan marah? Dia sudah mengomel sejak tadi menunggu"

Xiyeon menarik nafasnya dalam, "hari ini. Aku tidak bisa. Biarkan aku tidak ikut rapat. Bilang padanya ada pasien yang sedang membutuhkan ku segera"

"Mama ikut saja.. tidak apa-apa.."
Xiyeon menggeleng, kembali duduk di kursi. "Kalau begitu melanggar perjanjian hari ini dong? Ninggalin kamu cuma buat urusan yang lain"

"Kalau dimarahin?"

"Dimarahin doang.. gak ada apa-apanya. Mama belajar banyak dari anak mama sendiri kalau gak boleh terus-terusan tunduk"

***

"Kamu itu bagaimana sih?! Dokter senior seharusnya memberi contoh dengan tidak melewatkan rapat penting"

"Maaf, tapi ada dokter-dokter lain yang bisa mengerjakannya, bukan? Kenapa harus- ah tidak.. kenapa saya yang selalu wajib untuk datang? Masih banyak dokter-dokter lainnya yang bisa membantu anda"

"Kamu mulai membangkang hah?! Dokter macam apa kamu ini.. bukannya sadar jika sikapmu bisa dicontoh dokter-dokter baru disini"
Xiyeon memejamkan matanya sejenak, mengambil nafas dalam,
"Pimpinan macam apa yang selalu memberikan tugasnya pada bawahannya? Apa gunanya pimpinan jika anda sendiri tidak bisa menjadi pimpinan yang baik?"

"Wah.. mama mu hebat, Na"bisik Chenle pada Jaemin. Mereka berdua tengah mengintip Xiyeon yang tengah bicara dengan pimpinan rumah sakit ini, ada Mark juga yang lebih cenderung diam memperhatikan keduanya.
"Maaf jika tidak sopan tapi jujur saya lelah harus selalu menanggung banyak hal dari anda. Ada dokter Mark, dokter Jaehyun dan yang lain yang bisa membantu anda.. kenapa? Kenapa anda selalu menyuruh saya di segala urusan? KENAPA?!"

"Ow.. mama mu menyeramkan, Na Jaemin."
Jaemin masih memperhatikan Xiyeon. Ia buru-buru menaruh telunjuk di depan mulutnya kala Mark mengetahui keberadaan Jaemin. "Sebagai dokter kamu tidak bisa mengabaikan pasien lain hanya untuk seorang pasien, maupun itu anakmu atau bukan kepentingan pasien lebih penting dibanding urusan lainnya bagi dokter"

"Dan anda ingin saya mengabaikan anak saya? Anda ingin melihat anak saya terus sakit begitu? Disini, dia bukan anak saya tapi pasien saya. Anda tidak bisa mengatur saya tentang pasien-pasien saya, permisi"
Jaemin buru-buru lari bersama Chenle kembali ke kamar saat Xiyeon menyelesaikan pembicaraan.
"Na... Mama mu.. aku tidak tau.. dia lebih menyeramkan daripada guru disekolah"

"Lihat dulu anaknya dong.."
Jaemin terkekeh kecil lalu kembali diam, mengingat bagaimana Xiyeon marah tadi. Jika saja ia tidak egois tadi pagi, Xiyeon tidak mungkin dimarahi seperti itu.
"Le.. kayaknya ini emang salah aku"

"Dih?"

"Aku yang minta mama buat gak kemana-mana tadi pagi tapi dia malah dimarahin"

"Na Jaemin anaknya nyonya Lee Xiyeon yang sama-sama galak.. itu karena dia sayang kamu, Na. Kalau gak sayang juga dia gak akan peduli kamu mau sakit atau gimana pun..  karena emang yang penting bagi dia itu kamu makanya dia sampai gitu"
Xiyeon mendengarkan mereka bicara, bibirnya tersenyum kecil mendengar ucapan Chenle tadi.
"Kalau mama gak sayang juga kamu gak akan disini, Na"

"E-eh? Bibi.. hehe.. hehe.."Chenle mencubit lengan Jaemin pelan, "kenapa gak bilang?"

"Lagian kamu ngomongnya kayak diresapi gitu.. makanya aku biarin"

"Oh iya bibi mau ngomong, titip Jaemin bentar aja. Urusannya masih belum selesai"
Jaemin tersenyum pada Xiyeon yang keluar dari kamarnya. "Na"

"Kamu belajar?"

Jaemin diam, Chenle terlihat seperti ragu-ragu untuk menanyakan hal itu setelah tau Jaemin diskors. "Aku tetap belajar.. lagipula mau ujian ini.."

"Tapi kamu ketinggalan Na, disekolah udah mulai ngebut pelajarannya"

"Udah, pikirin aja tentang nilai kamu. Nilai aku biar aku yang urus"

"Ya gimana bukan urusan aku, temen aku sendiri diskors padahal jelas-jelas gak salah! Gila kali ya gurunya?!
Rasanya tuh pengen aku injek sampe bubuk terus kebawa angin guru-guru kayak gitu. Apalagi tau pas ada penyuapan, sumpah kayak apa aja nerima uang kayak gitu.
Intinya kamu gak usah mikir terlalu keras, aku gak mau liat kamu tiba-tiba pingsan lagi. Kamu udah sering pingsan, udah sering masuk rumah sakit, apa gak kapok?"

"Lagian emang kayak gini kondisi aku nya juga.. banyak penyakit. Nyusahin ya?"
Chenle geram, dia lempar boneka dipangkuan nya ke arah wajah Jaemin.
"Aku gak suka kamu udah bilang gitu. Nyusahin disebelah mananya? Kalau nyusahin pun aku gak akan nemenin kamu sampai hari ini, menit ini, detik ini, sekarang juga aku gak akan disini malah mending main. Sekali lagi ngomong gitu aku gak segan buat musuhin kamu, Na"

Jisung tersenyum kecil mendengarnya, ia tatap sebungkus buah-buahan untuk Jaemin ditangannya.
Melihat Chenle, Felix dan Jaemin ia kembali mengingat saat dirinya, Renjun dan Jaemin. Sama persis, buktinya Renjun saat masuk kelas 12 sudah mulai nakal dan mencoba-coba rokok sama seperti Felix. Chenle yang kadang tidak mau ditinggal Jaemin sama seperti nya dan Jaemin tetaplah Jaemin.

Satu yang ia takut,
Pertemanan mereka kembali seperti saat dirinya bersama Renjun dan Jaemin.
Kalian pasti tau dan tidak perlu dijelaskan apa yang dia maksud.

[]

Sebenarnya cape fisik mah gak terlalu,
Lebih ke hati.
Kayak ada yang ngeganjel aja gitu.
Argh.

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang