121. Lagu pengantar tidur

584 87 28
                                    

Langkahnya terhenti kala mendengar suara seseorang dari dalam ruangan. Rencananya ia ingin menyusul Mark ke ruang kerja Jeno yang kini diubah menjadi ruang baca, masih ada meja dan kursi tempat papa nya bekerja dulu.
Tangannya hanya menggenggam kenop pintu, tak berniat membuka pintunya lebih lebar kala mendengar seseorang menyanyikan sebuah lagu. Lagu yang pernah dinyanyikan untuknya sebelum tidur.

Remember me...
Though I have to say goodbye
Remember me...
Don't let it make you cry
For ever if I'm far away
I hold you in my heart
I sing a secret song to you
Each night we are apart...

Jaemin masih berdiri di depan pintu, mendengarkan suara seseorang yang menyanyikan lagu dari film animasi yang ia tonton dan menjadi lagu pengantar tidurnya sejak dulu.
Tangannya perlahan mendorong pintu agar terbuka lebih lebar, ditatapnya punggung seseorang yang tengah duduk di kursi kerja papanya dengan gitar ditangannya.

Remember me...
Though I have to travel far
Remember me...
Each time you hear a sad guitar
Know that I'm with you
The only way that I can be
Until you're in my arms again
Remember me...

"A-ah..maaf..aku memakai gitarmu tanpa izin"

"Darimana paman tau lagu itu?"
Mark tersenyum tipis, menatap foto Jeno yang masih tertempel di dinding.
"Papamu dulu sering cerita pada paman..kamu suka kalau papamu menyanyikan lagu itu. Paman penasaran dan coba mendengarkannya terus ketagihan. Seojun juga kadang sudah mendengarkan lagu itu."

"Na..papamu-"

"Aku tau. Paman pasti mau bilang papa ku tidak akan pulang kan? Dia sudah tiada kan? Aku tau itu..kau sudah menjelaskannya berulang kali.
Sayangnya aku tidak percaya itu, aku..anak dari Lee Jeno akan menunggu nya sampai menginjakkan kakinya kembali ke rumah ini. Jadi jika tidak keberatan aku mohon tolong keluar dari sini dan jangan pernah mendudukkan diri dikursi itu tuan Mark Lee"
Jaemin enggan menatap Mark yang melenggang keluar menurutinya. Ia melangkah masuk dan mengunci pintu, mendudukkan dirinya di lantai.

"Pa..lihat..paman Mark tidak mau papa pulang. Paman Mark jahat"
Jaemin menatap foto Jeno, bisa-bisanya pria itu tersenyum disaat anaknya menangis. "Aku mau papa pulang..."

Jaemin memukuli dadanya, berteriak melupakan kekesalannya. Nafasnya sampai sesak karena terus berteriak, "pa...papa pulang ya? Nana mau diantar papa lagi ke sekolah.."

"Aku gak mau yang lain. Aku cuma mau papa pulang.. temenin aku tidur lagi.."Jaemin menggeser tubuhnya ke hadapan foto, berlutut dihadapan foto pria yang selalu ia pamerkan, selalu ia banggakan dihadapan semua orang.
Telapak tangannya menyatu, memohon pada benda mati dihadapannya.
"Aku mohon pulang..."

Jaemin menatap kotak yang berisi berkas-berkas milik ayahnya. Marah, tentu saja. Jika bukan karena pekerjaan Jeno tidak akan pergi dan pasti tidak akan mengalami itu. Tangannya mengambil setiap berkas itu, merobeknya berharap tidak pernah bisa dibuat kembali.
Masa bodoh dengan perusahaan Jeno, ia tidak pernah mau lagi menginjakkan kakinya ke gedung itu. Beberapa berkas penting pun Jaemin robek, tak peduli Xiyeon akan marah padanya atau Mark karena tujuan pria itu datang untuk mengambil berkas-berkas itu.

Diinjaknya potongan-potongan kertas yang sudah ia robek. "Papa biasanya marah kan kalau aku sentuh berkasnya? Lihat! Aku robek semuanya..papa gak akan dateng terus marahin aku kah?!"

Jaemin menatap kertas yang diinjaknya, kepalanya kembali berputar membuatnya harus berpegangan pada meja. Jaemin kembali menatap meja kerja Jeno, masih banyak barang-barang yang biasanya Jeno gunakan saat bekerja. Matanya menangkap sebuah flashdisk yang ia yakini sangat penting. Ia lempar benda kecil itu keluar jendela, melemparkan barang-barang yang lainnya. Bahkan hiasan ikan yang Jaemin minta untuk ditaruh dimeja kerja Jeno ia lempar juga hingga pecah.
Tangannya meremat rambutnya, kembali menangis. Tangannya berusaha menyakiti dirinya sendiri, memukul-mukul dadanya berulangkali. Tak peduli pintu yang terbuka karena didobrak oleh Mark itu memperlihatkannya sekarang.

"Jaemin..jangan gini sayang..mama mohon jangan gini.."

Jaemin masih terus berusaha menyakiti dirinya. Mark juga buru-buru merebut sebuah cutter yang kemungkinan milik Jeno dari tangan Jaemin ketika anak itu nyaris menusukkannya ke tubuhnya sendiri
Mark merutuki dirinya yang harus membuat Jaemin seperti ini.
Suaranya memelan karena tenaganya yang mulai habis, membiarkan Xiyeon memeluknya erat sekarang.
"Aku lelah...aku mau ikut papa.."

"Kalau kamu pergi mama sama siapa disini? Kamu yang bikin mama bisa sekuat ini. Kamu tega lihat mama nangis terus? Kamu udah janji buat jaga mama supaya gak nangis kan?"

"Papa jahat ma...papa gak pulang-pulang..aku mau nyusul papa. Mau suruh papa pulang.."
Xiyeon menggelengkan kepalanya, mengusap kepala anaknya. Jaemin pasti merasa sakit setelah membenturkan kepalanya berulang kali tadi. "Jaemin..mama gak mau kamu kayak papa. Belum waktunya kamu nyusul papa.. perjalanan kamu masih panjang..mama belum lihat kamu jadi pemain bisbol. Itu cita-cita kamu kan?"

"Makanya jangan kayak gini..kamu kayak gini malah bikin mama sedih. Mama cuma mau lihat kamu senyum"

Sementara Mark sudah membisu melihat berkas yang ia butuhkan semuanya robek. Flashdisk yang harusnya ia bawa juga tidak ada, kemungkinan Jaemin membuangnya. Ditatapnya Jaemin yang kini melamun, tak berkata apapun selain isakan yang masih terdengar.
"Istirahat ya sayang? Nanti kalau kamu bangun mama bikinin teh hangat biar tenang ya?"

***

"Kenapa harus kamu?"
Mark menatap Xiyeon bingung. Setelah menuntun Jaemin ke kamar untuk istirahat Xiyeon menemui Mark yang masih membereskan kekacauan.
"Kenapa harus kamu yang selalu datang..kenapa harus kamu yang selalu menolong Jaemin? Bukannya aku tidak tau terimakasih tapi bukankah aku juga berhak tau alasannya kenapa? Setiap masalah kau hampir selalu datang"

"Xiyeon.."Mark menarik nafasnya, menatap figura yang pecah karena dilempar Jaemin.
"Jeno. Karena dia aku selalu datang.
Untuk kedua kalinya dia membuatku seperti ini. Untuk pertama kali karena anak yang sangat kuat yaitu adiknya Jeno, dia membuatku tidak bisa tidur. Menangisi keputusan ku tidak menolongnya.
Kedua kalinya Jeno sendiri. Dia yang lagi membuatku seperti ini. Sampai saat itu aku berjanji padanya untuk menjaga satu-satunya permata hidupnya, satu-satunya malaikat kecilnya yang selalu ia agungkan bak raja. Satu-satunya orang yang selalu membuatnya tersenyum. Aku tidak mau melihatnya lagi Xiyeon..melihat permata milik tuan Lee Jong-hoon dan Lee Jeno harus pergi. Terlebih untuk Jaemin, aku tidak bisa melihatnya pergi untuk kedua kalinya"

"Jaemin..dia yang dulu mengajarkan ku untuk tidak menyerah, dia yang selalu menguatkan Jeno saat harus melewati penyakitnya. Dia yang juga harus kehilangan nyawa hanya karena kakaknya.
Disaat aku berhasil mendapatkan donornya, dengan mudahnya anak itu memberikan organ yang ia butuhkan untuk hidup dengan sukarela. Dia, dia yang membuatku seperti ini."

"Prinsip ku sudah berbeda sekarang, Xiyeon.
Dalam keadaan apapun, sedang sakit atau tidak, bahkan jika nyawaku yang terancam,
Na Jaemin berhak bahagia di hidupnya kali ini, dia wajib merasakan kebahagiaan yang belum dia dapatkan di kehidupan sebelumnya"

[]

Lagu yang 'remember me' itu soundtrack film coco, kalian tau gak?
Yang ini ni..

Tadinya gak akan update..
Tapi kalian tau lah jariku kek gimana..

Lagi gabut juga,
Ini lagi mencoba untuk membuat otakku tenang sebelum nanti hari senin, daripada banyak pikiran mending aku tuang ke Call Him Nana.

Ngiming-ngiming,
Ini Call Him Nana bakal sampe part berapa oy:)
Book yang lain pada nganggur pliss bantuin nyari ide nya hiks.

Call Him NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang