Bismillah, Assalamu'alaikum, Kindreaders.
Gimana kabarnya, nih? Semoga sehat-sehat semua ya.
Happy reading.
____________
HABIS lunch, Pak Jo meminta gue untuk ikut rapat bareng direksi. Sebenarnya kehadiran gue hanya sekadar duduk dan menyimak doang, tapi tetap aja menyimak dalam keadaan hangover yang belum selesai bukan sesuatu yang nyaman buat dilakukan. Gue sering kali di ajak rapat bareng direksi bukan karena gue bagian dari keluarga Adyatama, tapi karena 80% kerjaan Pak Jo, yang tahu adalah gue. Besar kemungkinan ada pertanyaan yang di ajukan ke plan division, tapi Pak Jo belum tahu soal hal tersebut.
Beberapa direktur bagian lain bahkan menjuluki gue 'data berjalan' sebab gue selalu berjalan berdekatan dengan Pak Jo dan pria berdarah Surabaya itu selalu menoleh ke arah gue waktu memerlukan data tertentu. Meeting berlangsung dengan Pak Jo yang sedang menjelaskan perencanaan yang telah dibuat menjelang masa lelang.
"Mungkin perspektif keuangan mengukur profitabilitas, sebagai indikator seberapa baik perusahaan memuaskan pemilik, pemegang saham, bahkan customer. Okay, let's forget about it for a moment, kita bahas masalah tersebut di akhir."
"Anggap saya belum mendengar apapun soal hal tersebut." Tiba-tiba saja perkataan terakhir Pak Jo terngiang-ngiang di benak gue, seperti seseorang pernah mengatakan hal yang sama ke gue.
"Silakan bersenang-senang. Anggap saya nggak pernah mendengar apa pun."
"KACAU!" Gue spontan mengatakan itu. Mendadak gue mengingat semua obrolan di telepon dengan Shafira semalam. Bisa-bisanya gue berterus terang soal taruhan dengan Dipta pada Shafira semalam.
Seketika ruang rapat menjadi hening, semua pasang mata menatap ke arah gue. Gue baru nyadar kalau omongan gue terlalu keras sebelumnya.
"Apanya yang kacau, Tha?" tanya Pak Jo.
"Itu, Pak. Em, maksud saya... Kalau tanggal lelang dimajukan, maka perencanaan untuk proyek lain akan kacau dan perlu dibuat ulang."
"Ya, betul. Itu yang saya maksud tadi plan division tidak menyanggupi apabila tanggal lelang dimajukan. Dengan tenggat waktu yang sesingkat itu, perencanaan nggak akan selesai dalam waktu sebulan," Pak Jo menanggapi. Gue menghela nafas panjang saat berhasil menemukan alasan buat ngeles.
Gue melirik ke arah Shafira yang tengah sibuk dengan tab-nya. Berpikir bukankah seharusnya dia marah ke gue hari ini. Gue rasa tindakan gue kemarin udah terlalu kelewat batas, tapi Shafira masih bersikap seperti hari-hari biasanya. Dia memang tidak banyak menunjukkan emosi.
Aduh, kenapa gue bisa bertindak seceroboh itu sih!
Setelah rapat yang membosankan itu selesai, Pak Jo menghampiri gue dan menanyakan perkembangan proyek bareng Ciputra Development dan meminta gue untuk mempercepat rapat yang dilakukan dengan bagian keuangan. Laporannya udah ada di meja gue dari pas gue dateng, tapi gue belum sempat membacanya karena langsung diminta untuk rapat.
"Hasil rekap data dan time line projek baru dengan perusahaan Ciputra Development udah selesai, Ra?" tanya gue waktu baru balik ke ruangan.
"Ra?" tanyanya, dia terlihat heran dengan panggilan yang gue pake.
"Kenapa? Nama kamu ada 'Ra' nya, kan?" Gue malah balik bertanya. Beberapa detik kemudian dia menormalkan mimik wajahnya.
Gue pernah bilang belum sih? Kalau Shafira itu agak jarang menatap lawan bicara kalau lagi ngobrol. Kalau pun dia melihat ke arah gue, matanya nggak menatap mata gue langsung. Dia lebih terlihat seperti memperhatikan alis, atau mungkin kening yang arahnya hampir sejajar dengan mata gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHA ✔
SpiritualTakdir tuh nggak kayak bisnis yang perencanaannya selalu lurus dan runut. Akan ada hambatan-hambatan, masalah, atau bahkan kegagalan. Oleh sebab itu perlu ada yang berperan sebagai problem solver. Wujudnya bisa berbentuk pemikiran, ide baru, prinsip...