[Author's Note]
Alhamdulillah, bagian ini panjang benget. Karena ini dua bab terakhir yuk bisa yuk ramaikan tiap paragrafnya sampai 5K komen... kalau bisa lebih keren sih. Semoga jarinya nggak pegal. 🙌🏻
Happy reading.
________
JANGAN termakan romansa yang banyak dikatakan orang-orang. Sandaran di bahu suami memang romantis, tapi kalau nggak lebih dari sepuluh menit. Kalau durasi sandarannya lama, yang ada pegal dan kesemutan. Rasanya gue ingin berpikir ulang memindahkan Shafira dalam pelukan sebelum dia terlelap malam itu. Sejam pertama tangan gue udah mulai kesemutan, sejam kemudian bahu gue mulai sakit. Mana Shafira tidurnya teramat tentram, dia jarang pindah posisi. Mau menarik lengan, khawatir tidurnya terganggu. Alhasil gue nyeri otot pagi harinya.
"Kamu sih... pake ngide segala mau romantis sama istri. Lagian ya, tarik aja lengan kamu kemarin daripada pegal sampai berjam-jam. Kalau pun aku kebangun gara-gara kamu gerakan lengan, kan tinggal tidur lagi."
"Aku niatnya mau terlihat heroik gitu... Berkorban menahan rasa pegal biar nggak membangunkan kamu, Ra." Dia menempelkan beberapa plaster pereda nyeri otot ke bagian bahu belakang gue.
"Heroik, tapi ujungnya malah bikin orang khawatir... Besok-besok kalau mau mengambil tindakan heroik, dipikirkan dulu berulang-ulang. Jangan sampai heroik, berujung jadi pasien."
"Rela deh jadi pasien, kalau perawatnya kamu." Dia melemparkan bungkus bekas plaster tadi ke arah gua, membuat gue terkekeh kecil.
"Aku yang nggak rela kamu sakit."
Pagi itu kami sudah dalam keadaan siap, sudah mandi, sudah salat subuh, hanya tinggal berangkat. Namun Shafira menyadari gestur gue yang kesakitan ketika menggerakkan tangan kiri. Diangkat sedikit saja rasanya sakit. Akhirnya dia meminta gue untuk melepas terlebih dahulu kemeja yang sudah gue pakai untuk memberikan obat, agar sakitnya nggak makin parah.
"Kayaknya ini karena faktor usia deh. Tinggal hitungan bulan, aku akan memasuki kepala tiga..."
"Bagus deh, Bapak satu ini sadar umur," ejeknya sambil membereskan kembali obat-obatannya.
"Tolong untuk kedepannya, jangan melakukan sesuatu cuma untuk menyenangkan aku, tapi mengorbankan kesehatan kamu, Tha..." katanya lembut. Dia tidak menunjukkan rasa khawatirnya terang-terangan, namun gue bisa membacanya dari tatapan dan perlakuannya.
"Nggak apa-apa lah sesekali. Toh aku nggak nyesal kok mengalami nyeri otot pagi ini. Kalau tadi malam aku nggak memindahkan kamu untuk tidur di bahu aku. Mungkin aku nggak akan pernah mendengar pujian 'pahatan paling tampan' dari bibir cantik ini."
"Ih, aku nggak pernah bilang gitu ya..." Shafira mengelak. Dia langsung bangkit, meninggalkan gue yang masih duduk di tempat tidur, padahal gue sangat paham dia sedang menyembunyikan salah tingkahnya karena pujian cantik yang gue ucapkan.
Gue bergegas mengenakan kemeja lagi dan bangkit mengambil sling bag yang akan gue bawa hari ini, kemudian mengikutinya kemana dia berjalan, sambil mengatakan sesuatu yang membuat salah tingkahnya makin menjadi-jadi.
"Yuk, bisa yuk diturunkan gengsinya untuk mengatakan secara langsung dan memuji dengan penuh kesabaran bahwa suami kamu ini memiliki wajah 'pahatan paling tampan'."
"Aaaaa, berisiikk. Nggak dengaar...."
"Suami siapa yang punya wajah dengan pahatan paling tampan?"
"Athayaaa..." Dia merengek karena kesal dan gue malah tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHA ✔
EspiritualTakdir tuh nggak kayak bisnis yang perencanaannya selalu lurus dan runut. Akan ada hambatan-hambatan, masalah, atau bahkan kegagalan. Oleh sebab itu perlu ada yang berperan sebagai problem solver. Wujudnya bisa berbentuk pemikiran, ide baru, prinsip...