Bagian 46

11K 2.6K 773
                                    

SETELAH hanya sempat makan di pesawat beberapa jam lalu, lambung gue mulai terasa perih sekarang. Gue memesan makanan untuk di antar ke rumah sakit dari salah satu resto yang nggak terlalu jauh dari tempat itu. Gue tawari Sheina untuk memesan juga, dia malah menolak dengan alasan belum merasakan lapar.

Kata dokternya operasi yang besar dan lama akan menyebabkan pemulihan fungsi saluran cerna umumnya tertunda dan membutuhkan waktu lebih lama.

"Kak Atha..." panggilnya lirih. Saat itu gue duduk di sofa dengan meja yang penuh dengan makanan.

"Hm?" respon gue. Sheina malah diam, membuat gue kontan memperhatikannya.

"Jangan bilang kamu mau makanan yang dipesan, setelah kamu bilang nggak mau tadi karena belum lapar."

"Aku beneran nggak lapar, tapi..." Dia berusaha membuka laci nakas di samping kanan yang terjangkau oleh tangannya. Mengeluarkan secarik kertas kecil, namun terlihat ragu untuk menyerahkannya ke gue.

"Polisi yang mengurus kecelakaan aku kemarin ingin bertemu dengan wali aku. Katanya ada yang perlu dibahas secara pribadi. Kak Shafira nggak bisa bantu soal itu karena dia bukan wali aku dan kayaknya Papa nggak akan pulang dalam waktu dekat.

"Polisinya ngasih kartu nama. Katanya aku harus memberikan kartu nama ini ke wali aku dan memintanya menghubungi nomer di kartu ini segera." Gue bangkit dan segera menghampirinya untuk mengambil kartu itu. Namun ketika gue mengambil kertas kecil itu, tangan Sheina masih menggenggamnya erat.

"Aku... nggak akan dipenjara, kan?" gue tertawa kecil mendengar pertanyaan itu.

"Ya enggak lah, kecuali kamu menabrak dan merugikan orang lain sampai ada korban. Mungkin  polisinya ingin membahas soal mobil kamu yang disita. Karena kamu nabrak portal jalan yang mana itu fasilitas umum, kemungkinan kamu akan kena denda juga." Dia melepaskan tangannya dari kartu nama itu setelah mendengar penjelasan gue.

"Kakak telepon dulu sebentar ya, kamu istirahat," ucap gue sambil mengambil kartu nama itu dan mencari handphone. Gue berjalan ke luar ruangan untuk nggak membuat istirahat Sheina terganggu.

Dering pertama, panggilan itu langsung diangkat. "Selamat siang, Pak. Saya Athaya Khalil Adnan Adyatama, wali dari Sheina Haqiesya Adyatama, siswa yang kecelakaan mobil dan menabrak portal jalan. Saya mengubungi Bapak dari kartu nama yang Bapak berikan ke Sheina."

"Ah, iya. Selamat siang, Pak. Saya tunggu panggilannya dari kemarin karena ingin segera menyelesaikan kasus ini. Kalau boleh tahu, sebelumnya saya bicara dengan siapanya Sheina?"

"Saya kakaknya, maaf saya baru bisa menghubungi karena baru kembali dari perjalanan dinas. Apa ada hal mengkhawatirkan?"

"Ini sebenarnya hanya prosedur yang harus kami lakukan. Pemeriksaan lokasi pasca kejadian kecelakaan jadi salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh kepolisian dan termasuk di dalam SOP dalam penanganan kecelakaan lalu lintas."

"Karena kecelakaan yang Sheina alami adalah kecelakaan tunggal. Anda sudah bisa mengambil mobil yang dipakai Sheina ke polres kami, semuanya sudah kami periksa jadi kami sudah tidak memerlukan mobil tersebut untuk  kepentingan penyidikan."

"Perihal dendanya, Pak? Sheina belum memiliki surat izin mengemudi dan mungkin itu juga menjadi salah satu faktor kelalaiannya dalam mengemudi."

"Setahu saya Sheina sudah memiliki SIM A, saya menemukan sim-nya di dompetnya untuk mengetahui identitas Sheina saat terjadi kecelakaan. Saya cek di databes, Sheina memang sudah terdaftar." Gue bahkan nggak tahu Sheina sudah memiliki izin untuk mengemudi sendiri. Tentu saja, usianya sudah lebih dari tujuh belas tahun.

ATHA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang