[Author's Note]
Agak syok, tumben bener di bagian sebelumnya komentar kalian tembus angka 400+, Masyaalllah. Nggak berhenti bersyukur dan bilang makasih atas apresiasi kalian sama cerita ATHA ini, baik yang komen atau pun yang sering bikin story dan tag aku di IG.🥹
Thanks a million, jazakumullah khairan wa barakallahu fiik.
Ini bonus mingguan, happy reading. 🤍_____________
DUNIA ini sempit waktu lo ketemu orang yang sama berulang kali, namun dunia ini akan terasa terlalu luas ketika lo menjalin hubungan jarak jauh. Tahu kenapa? Karena rindu nggak bisa menembus ruang dan waktu. Itu kata-kata bijak yang gue ingat dari Gema waktu dia diputusin pacarnya karena mau kuliah ke luar negeri. Gue baru ngerasa dunia sempit, waktu gue dipertemukan lagi dengan orang-orang yang gue kira udah nggak bakalan ketemu lagi. Contoh kasusnya kayak sekarang.
Sekretarisnya Rafif ternyata teman gue waktu SMA, namanya Abigail. Kayaknya gue udah pernah bilang kalau dari SD sampai dengan SMA gue masuk sekolah Islam. Lagi-lagi gue ingat namanya karena nama kami sama-sama dari huruf A. Mungkin Rafif sama menjaganya seperti Shafira hingga dia memilih laki-laki untuk dijadikan sekretaris. Setelah hampir sepuluh tahun nggak pernah ketemu, nggak pernah komunikasi, gue kira gue nggak akan pernah ngeliat Abigail lagi.
Baik gue maupun dia sama-sama menyambut hangat peremuan itu. Gue nggak nyangka dia udah jadi sekretaris direktur, padahal dulu cita-citanya berkaitan dengan hal-hal yang berbau atletik. Namun pertemuan itu sepertinya justru berkebalikan bagi Shafira dan Afif. Selama meeting berlangsung, nggak ada interaksi lebih yang membuat mereka terlihat saling mengenal. Gue merasa canggung aja, meski meeting ini bermula karena pekerjaan. Seenggaknya mereka perlu bertegur sapa sebentar.
Setelah beberapa jam berlalu, Shafira malah nampak semakin tidak nyaman dengan pertemuan itu.
"Agak mengecewakan memang, harusnya Anda bertemu dengan Pak Jo langsung hari ini biar segala-galanya clear, tapi beliau masih harus stay di Brisbane untuk beberapa hari ini karena ada kendala di sana. Saya akan follow up langsung ke Pak Jo, supaya bisa diproses segera," ucap gue ketika ada keinginan dari pihak Astra Land yang bertentangan dengan konsep Nata Adyatama, menemukan titik terang.
"Nggak masalah, saya yakin Pak Jo mengirim orang yang dia percaya untuk mengurus masalah ini. Saya justru senang, karena kita udah pernah ketemu sebelumnya, jadi nggak terlalu canggung untuk membicarakan ini." Setelah basa-basi itu, gue akhirnya memutuskan untuk berpamitan lebih awal pada mereka. Lagian nggak baik memperlama meeting kalau urusannya udah selesai, padahal ini masih jam kerja.
"Bi, gue cabut duluan kalau gitu," ucap gue pada Abigail. Gue bersalaman dengannya, dan mengatakan mungkin kami bisa bertemu untuk sekadar ngopi bareng di luar dari pekerjaan.
"Sukses terus, Bos," balasanya. Dari awal datang, nggak ada interaksi lebih antara Shafira dan Afif yang menunjukkan mereka saling mengenal, atau mungkin mereka sengaja melakukannya sebagai sikap profesional. Meskipun begitu, seprofesional-profesionalnya gue. Kalau meeting-nya udah selesai, gue bersikap selayaknya orang kenal kayak ke Abigail tadi.
"Shaf, bisa kita bicara sebentar?" Gue ikut menoleh ketika mendengar Afif mengatakan itu. Oh, akhirnya mereka saling berbicara.
"Maaf, Kak. Aku... aku harus balik lagi ke kantor secepatnya. Ada meeting lagi setelah ini. Aku nggak enak sama Athaya." Gue sempat mendengar Shafira menolak. Gue malah kepikiran, jangan-jangan ada schedule yang terlewat karena seingat gue meeting dengan Afif ini adalah meeting yang terakhir yang perlu gue lakukan untuk hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHA ✔
SpiritualTakdir tuh nggak kayak bisnis yang perencanaannya selalu lurus dan runut. Akan ada hambatan-hambatan, masalah, atau bahkan kegagalan. Oleh sebab itu perlu ada yang berperan sebagai problem solver. Wujudnya bisa berbentuk pemikiran, ide baru, prinsip...