KATANYA di hari pernikahan itu bahagianya serasa dunia milik berdua, tapi sepertinya tidak bagi Abyan. Dia masih membagi dunia dan bahagianya dengan orang lain. Lelaki itu masih sempat-sempatnya mempertemukan gue dengan Shafira. Dia membawa gue ke meja VIP lain yang diisi oleh orang-orang dari komunitas FOKUS.
"Teman gue ikut gabung, nggak apa-apa, ya? Dia dari Jakarta juga. Kasihan sendirian. Gue ke ruang rias dulu, ganti baju," katanya dengan seenak jidat. Padahal tadi gue lagi sama teman-teman kuliah yang lain.
Di meja yang berbentuk lingkaran itu, berkumpul beberapa orang yang masih gue ingat namanya. Gue banyak nggak ingat nama mereka, karena hanya sekali ikut event FOKUS.
"Duduk, Tha. Gabung aja..." kata Mas Angga. Orang karismatik yang dulu gue kanali di Jungle Land karena sama-sama tertarik fotografi.
Orang yang duduk nggak jauh dari tempat gue berdiri tiba-tiba bangkit menawarkan kursi. Gue mengenalnya karena beberapa kali sempat bertemu dengan Hazm karena urusan kerjaan di tahun lalu.
"Wah... wah... ada Hazm juga di sini," sapa gue pertama. Dia sumringah mempersilakan gue untuk duduk di kursinya. Namun jelas gue tolak sebab masih ada tempat duduk lain meski gue perlu memutar.
"Iya nih, Bang. Terakhir ketemu Desember lalu di NTB, ya?" Gue nggak fokus dengan pertanyaan Hazm sebab Shafira duduk di salah satu kursi yang ada di sana.
Jantung gue... detaknya makin nggak aman.
Gue nggak menyapanya sama sekali, meliriknya saja tidak, gue duduk di kursi kosong nggak jauh dari tempat Mas Angga. Mencoba bersikap biasa dengan membicarakan hal-hal yang tak jelas topiknya kemana. Hingga Abyan kembali dengan setelan yang berbeda. Dia memilih duduk lebih dekat dengan tempat Hazm duduk.
Salah satu dari mereka tiba-tiba membuka pembicaraan yang menyeret gue ke dalamnya. "Kalau di pikir-pikir ini jadi kayak reuni kantor juga, ya. Ex-Nata Adyatama nih, Shafira sama Kak Atha?"
"Maksudnya? Kok ex, sih?"
Ya Allah, suaranya...
"Athaya udah resign juga dari Nata Adyatama sejak satu setengah tahun yang lalu. Dia udah nggak jadi plan manager lagi di sana. Ya, jadi kalian sama-sama mantan pegawai Nata Adyatama, kan?"
"Resign kenapa?" tanyanya lagi, dia enggan menanyakannya langsung. Abyan malah mengangkat bahu dan melempar pandang ke gue. Seolah sengaja melakukannya agar gue yang menjawabnya.
"Saya rintis bisnis baru bareng Abyan, dia juga resign kok dari pekerjaannya. Saya mengerjakan beberapa proyek dengan Abyan sekarang." Padahal satu proyek saja baru akan mulai, saking gugupnya gue nggak tahu harus menjelaskan apalagi. Suasana mendadak hening, seolah semua orang di meja itu menunggu kelanjutan dari percakapan kami yang terasa sangat-sangat kaku.
"Kamu... apa kabar, Ra? Masih kerja di bidang administrasi?" Pertanyaan konyol itu berhasil membuat Abyan tersenyum mengejek ke arah gue. Awas aja ini orang satu. Pasalnya baru beberapa hari lalu dia dan Vian bilang ke gue kalau Shafira akan lulus kuliah dan bergerak di bidang fashion muslim.
Shafira nggak menjawab pertanyaan itu, mungkin dia sama canggungnya dengan situasi ini. Yang menjawab malah teman perempuan yang duduk di sampingnya. "Mau wisuda bulan depan dia, Kak. Tinggal nunggu ada yang lamar."
"Sama dong, Athaya juga lagi mempersiapkan diri buat melamar nih." Abyan! Ampun deh.
"Pas banget tuh. Sikat, Tha!" dukung Mas Angga.
Hal-hal kayak gini malah membuat gue merasa makin canggung dan ingin segera pergi dari situasi tersebut. Namun sebelum itu, sebisa mungkin gue mencoba untuk terlihat tenang tak terusik. Padahal kalau suasananya sunyi, mungkin detak jantung gue langsung terdengar hingga keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHA ✔
EspiritualTakdir tuh nggak kayak bisnis yang perencanaannya selalu lurus dan runut. Akan ada hambatan-hambatan, masalah, atau bahkan kegagalan. Oleh sebab itu perlu ada yang berperan sebagai problem solver. Wujudnya bisa berbentuk pemikiran, ide baru, prinsip...