Bagian 96

11.8K 2.9K 1.4K
                                    

HARI Kamis itu meeting berlangsung hingga sore. Sekitar pukul empat meeting-nya baru selesai. Gue dan Shafira kembali ke kantor sendiri-sendiri, karena gue bawa mobil dan Shafira juga bawa motornya. Karena sudah lewat dari jam kerja, gue menyuruhnya untuk clock out dan langsung pulang tanpa perlu ke ruangan dulu. Masih ada hari esok untuk dia bisa mengerjakan sisa pekerjaannya.

Gue tetap ke ruangan kantor dulu karena beberapa barang gue masih ada di sana. Namun setelah beberapa menit gue berada di ruangan, Shafira terlihat balik lagi. Dia bahkan masih menggunakan helmnya.

"Ada yang ketinggalan, Ra? Helm nggak perlu dibawa masuk juga kali," komentar gue. Seketika dia baru menyadari itu dan langsung melepaskannya. Kalau hanya mengambil barang yang ketinggalan, dia nggak perlu masuk ke ruangan gue. Belum sempat menjelaskan apapun, seseorang  sudah lebih dulu masuk ke ruangan gue. Sepertinya orang itu  menyusul Shafira.

"Mbak Shaf, surat-surat buat plan manager udah saya taruh di tray ya. Tadi mohon maaf, saya masuk ke ruangan. Kirain masih ada orang di dalam," kata orang tersebut pada Shafira. Sepertinya orang ekspedisi baru, karena mukanya nggak terlalu gue kenali. Setelah mengatakan itu dia langsung berpamitan ke gue dan Shafira, karena hendak pulang juga.

Shafira mengecek surat-suratnya terlebih dahulu. Khawatir besok, dia nggak sempat melakukannya. Shafira sempat diam agak lama sebelum menyerahkannya ke gue. "Ini beberapa tanggapan dari surat yang Anda minta kirim bulan lalu, Surya Kencana properti juga sebenarnya udah memberikan tanggapannya singkat ke email. Kemarin emailnya udah langsung saya forward ke email pribadi Anda dan ini..." Dia mengambil nafas terlebih dahulu sebelum menyerahkan surat lain ke gue.

"Ini undangan pernikahan untuk Anda dari pimpinan Astra Land." Gue yang pada awalnya sibuk menatap layar komputer, seketika menatapnya ketika mendengar itu. Shafira berusaha untuk terlihat biasa saja setelah melihat undangan pernikahannya Rafif.

"Yang ini, undangan pernikahannya Bang Hazm." Dia menyerahkan undangan lain dari dalam tasnya. Ternyata pernikahannya tidak dibatalkan, tapi Hazm yang menikah.

Gue sering mengobrol dengan anak itu. Kami dekat bukan karena gue sengaja mendekatinya sebab dia kakaknya Shafira. Selain tesisnya berhubungan erat dengan Nata Adyatama, Hazm juga banyak tahu tentang motor.

Dia pernah bilang kalau dia sudah punya calon dan bertunangan hampir dua tahun. Sama seperti yang gue lakukan dengan Nalea, namun bedanya Hazm menunda pernikahannya bukan karena dia ingin S2-nya selesai dulu, tapi dia menunda menikah karena dia ingin Shafira yang lebih dulu menikah. Dia merasa masih bertanggung jawab atas adiknya. 

"Wah, tapi kemungkinan besar saya nggak bisa menghadiri kedua undangan ini, atau bahkan sudah dipastikan saya nggak hadir."

"Kenapa?" Gue memutar layar desktop agar Shafira bisa melihatnya sendiri.

"Perjalanan dinas, again. Selama dua minggu ke Australia dan harus berangkat besok. Proyeknya Nirwana Group. Barusan banget notifnya masuk. " Kali ini gue nggak ke luar negeri untuk menggantikan pekerjaannya Pak Jo, tapi itu memang murni pekerjaan gue yang kemarin-kemarin membuat gue banyak meeting.

"Oh iya, minggu ini kontrak kamu habis, kan? Karena saya akan berada diluar negeri selama dua minggu, Mas Dean juga belum bisa meng-handle sepenuhnya sendirian. Bisa nggak kamu perpanjang seminggu aja sebelum resign?" 

"Saya bisa handle di sisa minggu ini, sampai besok. tapi saya nggak bisa perpanjang. Senin saya pindah." Awalnya gue kira Shafira mengatakan itu karena dia sudah mendapat pekerjaan baru. Dia pernah mengatakan ingin mencoba bekerja di bidang lain selain properti.

"Udah langsung dapat kerjaan emang?" tanya gue yang dijawab dengan gelengan.

"Maksud saya, Senin besok saya pindah rumah." Gue kaget mendengar itu karena sepertinya Shafira tidak pernah menyinggungnya sedikit pun.

ATHA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang