Bagian 14

14.1K 2.5K 221
                                    

FEELING gue makin nggak enak waktu lihat hujan makin deras. Kalau nge-cancel sekarang, setelah waktu yang cukup lama, Shafira pasti udah setengah perjalanan buat sampai ke kantor. Sial! kenapa juga gue ikuti kata-kata Si Dipta hanya karena nggak mau dia menyimpulkan hal yang enggak-enggak.

"Kenapa lo? Cemas banget kayaknya." Dipta memang orang yang paling bisa membaca pergerakan orang lain. Analisis pekerjaan memang berandil besar dalam meningkatkan kualitas kinerja yang menyangkut efisiensi dan efektivitasnya dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan, tapi skill analisisnya nggak harus dia pake ke gue juga.

"Kalau dia nggak datang? Berarti taruhannya batal, kan? Bukan berarti gue yang harus bayar."

"Ah elah, dolar bukan jadi masalah besar buat anak sulung putra pemilik the best property company in Southeast Asia, Nata Adyatama Property Group. It's just a dime, right?" Gue mendelik malas sambil tersenyum kecut.

"Yes, for Andreas Yudistira Adyatama. But not for me as a planning manager." Semenjak lulus kuliah, gue nggak pernah sepeser pun pake duit bokap lagi. Bukan karena bokap yang nggak mau ngasih, lebih ke gue yang udah nggak sudi nerima duitnya lagi. Bodohnya, gaji gue sekarang pun sejatinya dari dia juga. 

"As-assalamualaikum," seseorang terdengar mengetuk pintu ruangan dengan salam yang agak terbata-bata. Lebih tepatnya ia menggigil hingga suaranya gemetar karena pakaiannya yang hampir basah total.

Gue teringat di telepon bahwa dia mengatakan sedang ada acara dengan temannya, jadi Shafira datang dengan pakaian yang lebih kasual dari biasanya. Dia mengenakan sandal krem, tak tertinggal kaos kakinya. Gue malah salah fokus ke jaket denim cowok yang dia pake, sepertinya jaketnya bukan style Shafira sama sekali.

"Saya sudah me-reschedule jadwalnya. Silahkan dicek." Gue mengecek jadwal terbaru melalui iPad.

"Kunjungannya dipindahkan ke tanggal berapa?"

"Ke minggu depan. Jadwal Anda full minggu ini," jawabnya.

"Pindahkan jadwal kunjungannya ke hari Kamis di bulan depan aja. Saya mau selesaikan proyek dengan Primaraya Grup dulu minggu-minggu ini. Konfirmasi lagi ke mereka. Besok kamu follow up juga sama supervisior tiap divisi buat menyerahkan semua laporan terkait Primaraya." Karena dia hanya merespon dengan anggukan, gue langsung to the point mengenalkan Dipta.

"Oh, iya, kenalkan ini Dipta... maksud saya Pak Dipta. Beliau adalah Direktur Keuangan dari perusahaan Levin Estates Holdings . Untuk kedepannya, kamu akan sering bertemu dan berkomunikasi dengan Beliau," kata gue. Dipta dengan sigap bangkit dari kursi dan menghampiri Shafira. Emang dasar matanya paling aktif kalo lihat yang bening-bening.

"Jangan panggil saya Pak, panggil saya senyaman kamu aja," katanya membuat gue ingin tertawa terbahak-bahak saat itu juga.

"Sepertinya, Athaya beruntung banget, ya, gantinya Indah secantik kamu. Saya Pradipta Ardika. It's pleasure to meet you, Shafira." Gue benar-benar menahan tawa saat itu. Omongannya terlalu manis untuk pertemuan pertama. Dipta terlalu terburu-buru mengeluarkan jurus-jurus womanizer-nya.  Dia mengulurkan tangannya bermaksud mengajak bersalaman, namun Shafira terlihat nggak akan merespon hal tersebut.

"Saya Shafira Fahkira. It's pleasure to meet you too, Pak Dipta," katanya singkat dengan senyum yang agak dipaksakan.

"Saya kira nggak membalas uluran tangan orang lain saat berkenalan itu agak... mannerless," sindir Dipta terang-terangan. Gue hanya menjadi saksi dari percakapan panas ini, menebak-nebak langkah apa yang akan diambil Shafira. Sikap tenangnya mampu dia andalkan dalam segala kondisi. Termasuk saat ini, dia sama sekali tak terlihat  terusik dengan perkataan Dipta.

ATHA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang