GUE pernah mendengar bahwa pernikahan adalah perkenalan tiada akhir. Pernikahan menjadi tirai yang akan membuka segala topeng pasangan masing-masing. Segala sifat baik dan buruk akan terungkap setelah menikah. Bahkan yang sudah menjalin hubungan belasan tahun sebelum menikah saja, akan tetap memiliki kekagetan tersendiri setelah menikah. Apalagi hubungan gue dan Shafira yang terbilang sangat cepat menuju pernikahan.
Seminggu itu kami masih tinggal di apartemen dan masih dalam fase mengenal kebiasaan masing-masing. Mungkin itu juga yang membuatnya masih belum terbiasa untuk tidak menggunakan hijab di depan gue. Papa belum mau pulang dari Bandung dengan berbagai alasan seolah sengaja memberikan kaluasan untuk kami berdua.
Baru satu yang gue kenali dari kebiasaan Shafira. Dia sering mengirim pesan dan menanyakan kapan kiranya gue pulang dan sampai ke apartemen, karena minggu-minggu ini pekerjaan gue banyak harus keluar. Jangan harap pesannya akan panjang lebar penuh perhatian, dia hanya akan mengirimkan dua kata beserta tanda tanya tanpa emoji apapun.
"Kapan pulang?"
Ketika gue sudah membalasnya. Dia hanya membaca pesannya. Sesuatu yang membingungkan karena hal tersebut entah perlu gue syukuri atau tidak. Patut gue syukuri karena sebelum kami menikah, jelas dia tidak pernah menanyakan itu. Tidak gue syukuri karena pesannya sesingkat itu.
Namun jangan salah, ketika gue sampai apartemen, dia selalu dalam penampilan cantik dan wangi. Padahal selama kerja dengan dia, gue nggak pernah sekalipun mencium parfumnya sedikit pun. Gue jadi tahu, dia menanyakan kepulangan gue untuk bersiap-siap menyambut kepulangan gue. Kalau misalnya gue pulang terlambat dari jam yang gue infokan, dia nggak pernah nanya gue dari mana. Dia hanya akan senyum sambil menanyakan hal yang sama.
"Tha, mau mandi dulu atau makan dulu?" Ah, panggilan itu. Benar-benar memabukan. Kadang saking inginnya ditanya, gue inisiatif memberitahunya terlebih dahulu.
"Mandi dulu deh, bau keringat. Ngomong-ngomong, aku agak terlambat pulang karena mampir ke tempat lain dulu sebelum pulang tadi. Maaf ya..."
"Oke." Gue berharap dia cemburu atau minimal curiga lah, tapi responsnya seminimalis gaya hidupnya. Dia menanggapinya dengan satu kata doang, dengan ekspresi santai tanpa punya niatan bertanya, tempat lain mana yang gue kunjungi sebelum pulang. Benar-benar di luar dugaan.
"Aku siapkan dulu baju gantinya..." Gue masih berdiri di ambang pintu kamar mandi.
"Kamu nggak nanya aku habis dari mana?"
"Inget nasihat yang dikatakan Ustaz Harits di kajian Rabu lalu, nggak?" tanyanya.
Rabu lalu, kurang lebih lima hari setelah hari pernikahan kami. Ustaz Harits ada kajian rutin di kawasan Jakarta Utara dan gue mengajak Shafira untuk menghadirinya. Saking banyaknya nasihat yang dikatakan Ustaz Harits, gue nggak ingat nasihat mana yang Shafira maksud. Gue menggeleng pelan.
"Istri itu nggak perlu repot-repot menggantikan tugasnya malaikat raqib-atid. Supaya meminimalisir prasangka dan konflik. Lagipula aku udah menitipkan kamu pada sebaik-baiknya Penjagaan. Jadi ya udah... Kamu mau mampir kemana pun, itu hak kamu." jawabnya elegan, tenang, dan mempesona.
"Kamu kalau lagi ngomong bijak begitu, cantiknya nambah berkali-kali lipat loh, Ra... Bersyukur banget cuma aku yang bisa lihat." Dia hanya mendelik malas meski terlihat agak tersipu.
Kebiasaan yang gue ketahui kedua, Shafira tipe perempuan yang sama sekali nggak suka menggombal dan digombali. Ketika gue mengeluarkan jurus-jurus yang hanya bisa gue tujukan padanya, bukannya membalas, dia malah akan menghindar atau melemparkan barang-barang semacam tisu, bolpoin, bantal, atau apapun benda ringan disekitarnya.
Namun gue selalu suka respons malu-malunya itu. Respons yang juga hanya gue yang bisa melihatnya. Anehnya dia yang nggak suka digombali, berjodoh dengan gue yang mulutnya terlampau manis soal memuji.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHA ✔
EspiritualTakdir tuh nggak kayak bisnis yang perencanaannya selalu lurus dan runut. Akan ada hambatan-hambatan, masalah, atau bahkan kegagalan. Oleh sebab itu perlu ada yang berperan sebagai problem solver. Wujudnya bisa berbentuk pemikiran, ide baru, prinsip...