Bagian 105

10.5K 2.5K 3.7K
                                    

Kak, jadi update nggak? Kak, update jam berapa? Kak, mana double updatenya?

Semua informasi update, aku share di Instagram amimomile, ya. Silakan difollow, dan silakan unfollow kalau lapak ini udah selesai. ✨

Oh, iya. Karena kemarin 2K untuk double update. Malam ini 3K tiap bab untuk triple update pada sanggup, nggak? 6K nggak tuh, wkwk.

Semoga aja sih, enggak. 🥲🤧

__________

K

EHAMPAAN menyelimuti diri. Gue duduk termenung di samping Papa yang tak kunjung membuka mata. Salah satu suster menyampaikan kalau CT Scan atau MRI baru bisa dilakukan sekitar pukul delapan pagi karena layanannya hanya beroperasi di siang hari saja, sehingga Papa baru melakukan cek darah dan masih menunggu hasilnya. Di sela-sela menunggu Papa sadar, gue ditelepon Bang Hisyam menjelang waktu subuh. Di hari pertama gue mengaji, gue malah nggak sampai ke Bogor. Padahal itu yang sangat gue harapkan selama ini.

Gue keluar dari ruang IGD sebentar, agar tidak menganggu beberapa pasien di bangsal lain.

"Assalamualaikum, Tha. Hari ini nggak jadi ke Bogor? Ustaz Harits udah nungguin dari tadi. Lo nggak kenapa-napa di jalan, kan?" Gue menjawab salamnya sebelum menjelaskan kronologinya.

"Bang. Tolong sampaikan permintaan maaf gue yang sebesar-besarnya ke Ustaz Harits ya. Papa gue jatuh di kamar mandi dan dilarikan ke IGD jam 02.00 tadi. Gue sekarang lagi di rumah sakit, Maaf baru ngabarin, gue terlalu panik dan nggak ingat untuk mengirim pesan."

"Innalillahi... Kondisi Papa lo gimana sekarang?"

"Udah dapat penanganan sih, Bang. Tapi Papa masih belum sadar sampai sekarang. Masih nunggu hasil cek darahnya keluar. Mohon doanya ya, Bang, gue lagi hopeless banget saat ini."

"Syafahullah, ya, Tha. Laa ba'-sa thahuurun insyaaallah... Kalau hijrah, ujiannya memang selalu ada aja. Lo nggak usah kepikiran soal Ustaz Harits. Nanti gue sampaikan ke beliau alasan kenapa lo nggak bisa datang. Insyaallah beliau bisa paham kondisinya."

Pembicaraan singkat itu berakhir setelah gue mengucapkan terima kasih atas kebesaran hatinya yang bisa memahami kondisi gue saat ini. Sekitar lima menit menjelang azan subuh, gue berencana mencari masjid yang ada di rumah sakit itu. Namun gue sempatkan untuk mengecek kondisi Papa terlebih dahulu.

Tadi jam tiga, gue minta Mas Teguh untuk pulang. Walau bagaimanapun keluarganya pasti menunggu di rumah. Gue mengucapkan banyak-banyak terima kasih padanya karena dia sudah sangat memperhatikan Papa seperti memperhatikan ayahnya sendiri selama ini.

Ketika gue masuk kembali ke ruang IGD dan menghampiri bangsalnya Papa, ternyata Papa sudah membuka matanya. Dia sadar. Mengetahui itu, kontan gue langsung memanggil dokter untuk memeriksanya.

"Tha, kita... di mana?" tanya Papa dengan suara yang sangat-sangat parau dan terputus-putus. Belum sempat menjawab pertanyaannya, dokter sudah lebih dulu datang untuk memeriksanya.

"Pak Andre. Pak Andre bisa dengar suara saya?" tanya dokter itu..Papa menggangguk pelan.

"Pak Andre ingat apa yang terjadi dengan Bapak terakhir kali? Bisa katakan pada saya, apa yang Bapak alami?" Gue nggak tahu apa maksud dokter menanyakan itu, padahal dokter tersebut sudah tahu alasannya. Mungkin dia ingin memeriksa apakah Papa sanggup bicara atau tidak.

"Saya... saya mendadak pusing, saya kehilangan keseimbangan, kemudian... saya jatuh. Setelah itu saya nggak ingat apapun lagi." Dokter memperhatikan wajah Papa dengan teliti.

ATHA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang