HASIL dari the power of connection akhirnya gue menemukan cara untuk menemui papanya Nalea yang merupakan seorang menteri. Gue mendapatkan nomor ajudannya dari sepupu Nalea yang gue kenal. Bisa saja gue mendapatkan nomor papanya dari Nalea langsung atau dari papa gue, tapi kalau minta langsung ke papa, dia pasti akan menanyakan banyak hal-hal lain dulu sebelum memberikannya.
Sekitar Sabtu pagi, melalui telepon gue menghubungi nomer tersebut. Gue menjelaskan gue siapa dan keperluan gue apa pada ada orang di seberang telepon itu. Gue nggak tahu apakah di pemerintahan tugas ajudan itu sama seperti tugas PA yang bekerja untuk seorang pimpinan.
"Sebenarnya Bapak pagi ini ada meeting pukul delapan, tapi sebentar... saya coba hubungkan terlebih dahulu pada Bapak."
Entah apa yang dilakukan ajudan itu, mungkin dia lari dulu menemui Pak Mentri atau ada tombol flash khusus di ponselnya, karena tiba-tiba saja telepon ajudan itu berpindah tangan kepada papanya Nalea.Terdengar sekilas ajudan tersebut menjelaskan terlebih dahulu tentang gua dan maksud gue menelepon, sebelum akhirnya terdengar sapaan dari papanya Nalea.
"Oh ya, Halo. Athaya, ada keperluan apa?"
"Assalamualaikum. Selamat pagi, Pak. Sebelumnya, saya mohon maaf mengganggu waktunya, ada hal yang perlu saya bicarakan dengan Bapak perihal Nalea, tapi saya ingin membicarakannya secara langsung. Kiranya kapan Bapak memiliki waktu luang dan di mana saya bisa menemui Bapak?" Gue mencoba berbicara sesopan mungkin. Menemui Mentri jelas harus buat janji dulu, nggak mungkin tiba-tiba gue datang gitu aja meskipun tahu dimana rumahnya.
"Oh begitu ya. Untuk hari ini, saya free-nya cuma pas jam makan siang aja. Saya lagi di Bandung Timur, kebetulan ada pekerjaan di sini."
"Kalau begitu boleh saya menyusul ke Bandung, Pak? Mungkin kita bisa berbicara sambil makan siang bersama?"
"Yakin kamu mau menyusul saya ke sini? Ya... Silakan, kalau kamu nggak keberatan dengan itu." Gue melihat jam terlebih dahulu untuk membuat estimasi apakah gue bisa sampai sebelum makan siang.
"Yakin, Pak. Insyaallah, jam makan siang masih masih kejar."
"Oke, kalau gitu nanti saya minta Rasyid kirim alamat hotelnya ke kamu." Mungkin Rasyid adalah nama ajudannya tadi. Gue mengucapkan terima kasih banyak sebelum akhirnya panggilan tersebut terputus.
Pagi itu juga, gue memutuskan untuk langsung berangkat ke Bandung Timur. Untuk mempersingkat waktu Jakarta-Bandung gue tempuh dengan pesawat, karena kalau bawa mobil lumayan lama. Bisa sampai empat jam itu pun kalau nggak macet, mengingat ini weekend.
Gue menemui orang tuanya Nalea di kawasan hotel yang sebenarnya terletak di Kota Bandung, hanya pekerjaan Pak Mentri saja yang memang berlokasi di Bandung Timur. Jadi nggak terlalu jauh sebenarnya dari Bandara Husein.
Makan siang bareng Menteri, apalagi ngomongin soal pembatalan pertunangan dengan anaknya, benar-benar mengguncang mental gue habis-habisan. Mana gue datang sendirian.
Gue bingung harus mulai membicarakan ini dari mana. Setelah topik pembicaraan kami hanya berputar pada proyek-proyek properti yang sedang di garap Nata Adyatama, akhirnya Papanya Nalea sendiri yang lebih dulu membahas tentang hal yang ingin gue sampaikan.
"Saya dengar Senin lalu, kamu sama Nalea liburan ke Bali. Sudah pulang lagi ternyata?" Sepertinya Nalea belum menceritakan apapun pada papanya.
"Ya, kami berencana untuk liburan di sana satu minggu, tapi karena satu dan lain hal, kami memutuskan untuk mengakhiri pertunangan ini, Om."
"Maksud kedatangan saya ke sini sebenarnya saya ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, karena sepertinya saya tidak bisa meneruskan amanah Om untuk menjaga Nelea kedepannya." Papanya Nalea hanya mengangguk-angguk mendengar itu, sambil sesekali menikmati kopinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHA ✔
SpiritualTakdir tuh nggak kayak bisnis yang perencanaannya selalu lurus dan runut. Akan ada hambatan-hambatan, masalah, atau bahkan kegagalan. Oleh sebab itu perlu ada yang berperan sebagai problem solver. Wujudnya bisa berbentuk pemikiran, ide baru, prinsip...