Bagian 30

12.9K 2.5K 303
                                    

DARI awal jaman ospek kuliah S1, orang pertama yang gue kenal adalah Abyan. Sebenarnya kalau dulu gue udah financial independence dan nggak bergantung ke bokap, gue udah pengen keluar dari kediaman Adyatama dari jaman lulus SMA. Sayangnya, bokap bahkan nggak mengizinkan gue untuk ngekos karena gue masih kuliah di Depok saat itu. Untuk menghindari pulang, berakhirlah gue sering nginep di kosannya Abyan.

Itulah sebabnya Abyan banyak tahu tentang gue, baik dan buruknya. Dia tahu apa yang terjadi dengan ibu dan mama, dia tahu kondisi hubungan gue dengan bokap kayak gimana, dia tahu gue punya adik perempuan. Bahkan dia juga tahu skandal yang gue lakukan yang membuat Nalea mendiamkan gue bahkan sampai sekarang. Dia lebih banyak tahu tentang gue dibandingkan Gema, Vian, dan Dipta.

"Itu... banyak foto Shafira, karena dia angel-nya lagi bagus waktu di sana."

"Hmmm, angel-nya lagi bagus?" Abyan bergeming dengan pandangan menyelidik, tentu dia nggak semudah itu untuk percaya.

Dari seluruh orang di dunia ini, gue nggak keberatan mereka tahu kalau  gue suka sama Shafira, tapi nggak dengan Abyan. Nggak tahu kenapa, bawaanya nggak ikhlas aja kalau sampai dia tahu. Terlebih saat ini, gue merasa dia dipihak yang lebih dekat dengan Shafira ketimbang gue.

"Gue serius, Yan. Nggak percayaan banget sama gue. Lagian lihat! Foto anak-anak, foto lo, foto Hilya juga banyak. Lo aja kali yang fokusnya ke foto-foto yang ada Shafiranya doang."

"Nggak usah ngeles deh lo. Gue tahu banget gelagat lo kalau lagi naksir cewek. Nih, lihat! Dari dua baris ini. Foto orang lain cuma tiga, tujuh belasnya foto Shafira semua." Dia menunjukan bukti-bukti argumennya ke gue. Tanpa gue lihat pun, memang lebih banyak foto Shafira di sana. Meskipun Shafira dipotret saat bersama anak-anak lain.

"Masa lo menyimpulkan gue naksir sama Shafira hanya karena gue banyak mengambil fotonya di satu event. Dangkal banget analisisnya..." Gue mencari-cari alasan sambil mencoba fokus pada buku menu. Supaya nggak terlihat terusik dengan pertanyaannya.

"Ya... bener juga sih. Syukur deh kalau lo beneran nggak naksir. Bakalan berat soalnya kalau lo beneran suka sama Shafira."

"Kenapa memangnya? Jangan-jangan lo yang suka sama Shafira?"

"Gue suka sama temannya. Temennya Shafira." Abyan begitu memberikan penekanan pada kata 'teman'.

"Oh, yang nolak taaruf itu. Salah satu dari perempuan yang pulang bareng gue dari event JungleLand waktu itu, kan? Ya terus apanya yang bakalan berat kalau lo malah suka sama temennya?"

"Bakalan complicated, parah," jawabnya dramatis. "Gue suka sama temannya Shafira. Temennya Shafira ini ternyata suka sama Bang Afif. Lo tahu kan, orang Astra Land yang karismatik itu. Jangankan cewek-cewek, sebagai cowok aja gue juga kagum sama itu orang."

"Nah, Bang Afif malah naksir sama Shafira dan kayaknya mereka mau taaruf dalam waktu dekat. Bang Afif mau menemui orang tuanya Shafira."

"Kalau lo mau ikutan, bakalan ribet, Tha. Selain udah nggak ada tempat buat lo, lingkaran perasaan itu nggak ada ujungnya." Gue terdiam cukup lama mendengar itu. Mencoba mencerna sebaik mungkin maksud dari 'lingkaran perasaan' yang dikatakannya.

Dalam hati gue mempertanyakan, dari mana Abyan tahu kalau mereka akan berta'aruf dalam waktu dekat? Ta'aruf nggak akan berjalan secepat itu kan seharusnya. Masih ada tahapan-tahapan lain yang dulu pernah dijelaskan Abyan. Namun, mungkin akan berjalan tanpa kendala mengingat Shafira juga mengagumi pria itu dan sejak awal gue punya pirasat kalau orang bernama Afif itu juga menaruh perasaan yang sama pada Shafira.

"Tha, ini gue cuma bakal copy foto-foto yang lagi bareng-bareng aja ya. Selebihnya nggak gue salin." Gue sempat mendengar kalimat yang dikatakan Abyan itu, sebelum kembali pada kesibukan pikiran sendiri.

"Nyimpen foto cewek itu nggak baik. Gue nggak akan hapus foto-foto Shafira karena gue nggak ada hak atas itu, namun gue harap lo bisa lebih bijak untuk menyadari apa yang perlu lo lakukan terhadap foto-foto ini."

"Tha! Woy! Lo dengerin gue nggak sih?" Abyan sampai mengibaskan tangannya di hadapan gue.

"Hah?" Gue menoleh karena sebenarnya suaranya Abyan benar-benar nggak gue dengerin.

"Denger kok, iya itu lo copy dulu aja," sambung gue. Untunglah saat itu handphone gue berdering, seenggaknya gue punya alasan untuk mengangkat panggilan itu lebih dulu sebelum Abyan sempat menganalisis ekspresi gue.

Ada panggilan dari Vian, dia menanyakan gue punya waktu atau enggak buat ketemu dia malam ini. Vian mengajak untuk bertemu, tentu tanpa Gema dan Dipta. Ini orang satu juga kebangetan, mentang-mentang tajir, minggu lalu dia menyusul gue ke Bali cuma karena pengen diskusi. Gue menjelaskan pada Vian kalau gue lagi sama Abyan, gue akan menanyakan kesediaanya dulu sebelum dia menyusul datang ke sini.

"Yan, lo keberatan nggak kalau ada teman gue yang ikut dateng ke sini?"

"Cowok atau cewek?" tanyanya. Dapat gue pastikan, kalau teman gue yang datang cewek, Abyan akan langsung menolaknya mentah-mentah.

"Cowok kok. Kalau lo keberatan, entar gue janjian ketemuan sama dia, pas abis pulang ketemuan sama lo dari sini."

"Nggak apa-apa sih, santai aja. Tanya teman lo juga, keberatan nggak dia kalau ada gue di sini? Siapa tahu temen lo mau ngomong hal penting dan butuh privasi." Mendengar jawaban itu gue langsung mengetikkan pesan pada Vian dan mengirim lokasi gue saat ini.

"Aman, kayaknya lo bakalan cocok jadi konsultannya."

"Konsultan apaan?" tanya Abyan.

"Konsultan percintaan spesialisasi beda agama. Dia nanya-nanya terus soal Islam ke gue, lo tahu pengetahuan gue terbatas. Gue cuma jawab sebisa gue doang." Gue mengatakan itu sambil masih mengetik pesan. Gue perlu mengirim sinopsis singkat tentang Abyan pada Vian sebelum dia sampai ke tempat ini. Kalau nggak, pas datang nanti dia bakalan banyak ngomong dan banyak tanya.

"Konsultan percintaan apaan, gue aja gagal di percintaan sendiri," kata Abyan sambil meneguk minumannya. Ini gue dari tadi mau pesan makanan nggak jadi mulu perasaan.

"Udah, nggak usah merenungi nasib gitu. Cewek masih banyak."

"Tapi cewek baik-baik udah langka, Tha. Sekarang gue nggak bisa sembarangan kayak dulu. Lagian cewek baik-baik, seleranya juga bakalan cowok baik-baik kayak Bang Afif." Kalimat terakhir yang dikatakan Abyan benar-benar menghantam realita yang lagi gue hadapi. Kalau pun di dunia ini Shafira bisa memilih antara gue dan orang yang lagi dia sukai sekarang, perepuan baik seperti dia jelas memilih pria seperti Afif dibandingkan gue.

Ternyata, benar-benar nggak ada tempat buat gue ya?

__________

To be continued.

Rasa ingin bilang ke Athaya: "Inget-inget aja kata Pak Habibi; Kalau memang dia dilahirkan untuk kamu. dia jungkir balikpun, kamu yang dapat!"

Make the Quran as the main reading.

ATHA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang