Extra Chapter 10B

34.2K 3.1K 1.2K
                                    

[Author's Note.]
Harap dibaca terlebih dahulu ya, Mils.

Sebelumnya, aku mau minta maaf yang sebesar-besarnya🙏🏻 Mungkin aku pernah beberapa kali bilang kalau Atha bakalan sampai punya anak, dll. Tapi nggak bisa aku tepati karena menurut aku ini alurnya udah kepanjangan dan terlalu luas. 😭

Apakah di versi buku akan ada? Apa bedanya versi buku sama novel? Harganya berapa? Belum tahu, karena bukunya belum aku rapihkan dan susun ulang.

Kapan terbitnya? Awalnya kan mau kemarin-kemarin habis lebaran, tapi ternyata banyak kesibukan diluar dugaan. Insyaallah pasti tahun ini kok terbitnya. Aku udah berkomitmen untuk menyelesaikan segala perskripsian dulu.

Walau mungkin endingnya agak mengecewakan tapi yaa... Happy reading. 🤍🕊️

__________


ALARM otomatis seperti telah terpasang dalam pikiran gue. Hal-hal yang awalnya dipaksakan, lambat laun menjadi kebiasaan dan berubah menjadi kebutuhan. Awal-awal rasanya berat sekali untuk bisa bangun salat malam, tapi lama-lama gue sering terbangun dengan sendirinya di jam-jam tersebut. Sekalipun misalnya hari itu gue memasang alarm karena khawatir nggak bangun setelah kelelahan bekerja dan tidur larut malam, kedua mata ini sering lebih dulu terbuka jauh sebelum alarm berdering.

Apalagi dalam kondisi safar, bangun malam bebannya dua kali lebih berat. Terbangun tanpa kehadiran Shafira di tempat tidur, membuat gue duduk terjaga sambil mengumpulkan separuh kesadaran yang masih berhamburan. Padahal belum genap pukul tiga, tapi dia sudah hilang entah ke mana.

Dalam keadaan mata yang belum sepenuhnya terbuka, sesuatu terdengar dibuka. Shafira keluar dari kamar mandi dengan pakaian bersih dan handuk yang melilit rambutnya. Dia berdiri memperhatikan kondisi gue.

"Kok udah mandi lagi sih? Kan belum selesai, Ra..." goda gue. Seketika handuk kecil yang melilit rambutnya tadi, dia lempar secara asal ke arah gue. Wangi khas shamponya langsung menyeruak mengisi rongga-rongga hidung.

"Mandi sana!" suruhnya. Gue malah suka melihat dia galak begitu.

"Curang, salat malamnya nyuri start duluan." ucap gue sambil mengambil kemeja dan celana untuk dipakai lagi sebelum menuju ke kamar mandi. 

"Aku kan perlu mengeringkan rambut dulu..." Shafira nggak menanggapi lebih, dia memilih duduk di depan meja rias bersiap mengeringkan rambut.

Gue nggak langsung beranjak ke kemar mandi, gue mengambil alih hair dryer-nya, membantu ia mengeringkan rambutnya yang masih sangat basah. Padahal gue sudah sangat sering membantunya mengerjakan berbagai hal, tapi Shafira sering kali masih terlihat kaget ketika gue melakukan hal-hal tertentu. Di sela-sela kegiatan mengeringkan rambut itu, Shafira menanyakan sesuatu.

"Katanya mau cepat-cepat salat malam, kenapa malah bantuin aku dulu. Cepat mandi sana..."

"Salat malam sama bantu istri, insyaallah sama-sama ada pahalanya..." Dia tersenyum mendengar jawaban itu, sambil menatap wajah gue dari pantulan cermin. Gue ingat kata-kata Papa, untuk selalu melakukan sesuatu yang Shafira senangi. Shafira terlihat senang ketika gue melakukan hal-hal sederhana kayak gini, dibandingkan gue belikan pakaian atau barang-barang branded.

"Kira-kira berapa orang yang pernah melihat wajah bed face kamu?" Mendapat pertanyaan itu, gue jadi ikut-ikutan melihat wajah gue di cermin. Memang rambutnya agak berantakan, tapi penampilan gue nggak buruk-buruk amat, wajah gue bersih dari segala sesuatu yang mungkin akan memalukan ketika bangun.

ATHA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang