SHEINA menelepon gue pagi-pagi. Sekolahnya diliburkan karena ada undangan rapat untuk guru-gurunya dari Kemendikbud tentang sosialisasi kurikulum merdeka belajar. Syukurlah saat itu Shafira sudah masuk, giliran gue yang ambil cuti, karena Sheina ingin survei tempat ke tiga kampus pilihannya kemarin.
Seharian itu gue cuma keliling mengantar Sheina melihat-lihat UI, kemudian ke LIPIA, baru ke UIN terakhir. Syukurlah ada Pak Iman hari itu, kalau enggak gue perlu menyetir sendiri dari Depok ke Tangerang Selatan. Sudah terbayang bagaimana lelahnya kalau harus menyetir sendiri.
Gue baru tahu kalau LIPIA Jakarta itu sebenarnya institut Saudi Arabia yang bekerja langsung dengan pemerintah Indonesia dan berdiri sejak 1980. Pantas saja salah satu syarat masuknya harus menguasai bahasa Arab.
Puas melihat-lihat kampusnya, menjelang sore sekalian pulang ke Menteng, gue dan Sheina mengunjungi toko buku yang ada di salah satu Mall nggak jauh dari rumah. Dia mendapat beberapa rekomendasi judul buku berbahasa Arab yang bisa menunjang proses belajarnya dari gurunya di Ma'had.
Jujur saja, gue merasa Sheina justru lebih cerdas dibandingkan gue. Kalau dia udah minat dan tertarik terhadap suatu bidang, dia akan sangat serius mempelajarinya dan menguasainya dalam kurun waktu yang singkat. Beberapa kali, gue melihat dia berbicara menggunakan bahasa Arab saat zoom meeting dan gue nggak mengerti sama sekali apa yang dia ucapkan.
Toko buku di Mall tersebut terdiri dari dua lantai yang lumayan luas dan lengkap. Gue membebaskan Sheina untuk memilih buku apapun yang dia mau dan gue berjanji akan membayarnya. Seenggaknya gue bisa dapet pahalanya juga, karena dia yang belajar bahasa Arab dan gue yang memfasilitasinya membeli buku.
Karena nggak mungkin mencari banyak buku sendirian, Sheina memberikan beberapa list judul buku ke gue untuk dicari. Jadi kami berpencar di tempat itu untuk mencari buku berdasarkan list masing-masing.
Setelah melihat berbagai banyak jenis buku dengan huruf-huruf Arab yang bahkan nggak bisa gue baca judulnya, akhirnya gue menemukannya dengan bantuan internet. Namun buku itu tinggal satu, dan ketika gue ingin mengambilnya sebuah tangan juga sedang memegang buku itu.
Siapa sangka kalau ternyata tangan itu adalah tangannya Shafira. Kadang gue bersyukur Jakarta sesempit itu, karena gue bisa sering ketemu Shafira di luar kantor.
"Saya yang pegang buku ini duluan," ucap gue pertama. Gue baru menyadari kalau ini memang udah bukan jam kerja, dia sepertinya baru pulang dari kantor. Saat itu kami berdiri bersebrangan terhalang rak khusus buku-buku bahasa.
"Ya... ya... Silakan ambil aja," katanya pasrah melepaskan buku itu lebih dulu. Gue tersenyum mengambilnya dan memutari rak untuk bisa menghampirinya.
"Buat apa kamu nyari buku-buku belajar bahasa Arab?" tanya gue akhirnya, tapi dia nggak menjawabnya dan malah menanyakan hal lain.
"Anda ambil cuti hari ini hanya untuk datang ke toko buku?"
"Nope, saya ada janji sama seorang perempuan untuk nonton film sore ini." Tiba-tiba saja pergerakan tangan Shafira di antara buku-buku yang berjajar di rak itu berhenti. Mungkin dia mengira, gue yang baru putus dari Nalea, bisa-bisanya udah mengajak cewek lain buat jalan. Dia nggak tahu gue datang bareng Sheina.
"Kamu belum jawab pertanyaan saya, Ra. Buat apa kamu beli buku-buku rujukan bahasa Arab?"
"Bahasa Arab itu bahasanya Al-Quran. Ada hadist yang juga memerintahkan untuk mempelajarinya. Plus, kualifikasi sekretaris kan harus menguasai dua bahasa asing, selain bahasa Inggris. Siapa tahu nanti Nata Adyatama punya klien orang Arab. Ini juga bisa ditambahkan ke salah satu soft skill di CV saya, kalau misalnya saya melamar kerja ke tempat lain nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHA ✔
SpiritualitéTakdir tuh nggak kayak bisnis yang perencanaannya selalu lurus dan runut. Akan ada hambatan-hambatan, masalah, atau bahkan kegagalan. Oleh sebab itu perlu ada yang berperan sebagai problem solver. Wujudnya bisa berbentuk pemikiran, ide baru, prinsip...