MENJADI PSIKOLOG?

10.2K 406 80
                                    

Gambar: Penulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gambar: Penulis

Kebanyakan orang tahunya menjadi mahasiswa psikologi berarti mengurusi kejiwaan orang lain atau mirip seperti psikiater. Apakah belajar psikologi, masuk fakultas psikologi, dan menyukai psikologi akan berakhir menjadi orang yang merawat masalah kejiwaan orang lain? Ah, belum tentu.

Kenyataannya banyak mahasiswa yang kuliah di jurusan psikologi tak tertarik untuk mengurusi, mencari solusi atau membantu masalah emosional, kejiwaan, atau bahkan serius belajar psikologi. Yang mereka tahu masuk psikologi itu keren. Orangnya biasanya cantik-cantik, tampan-tampan dan suasana kelasnya lebih menyenangkan dari pada yang lainnya.

Seperti kebanyakan mahasiswa atau anak sekolah yang kuliah bingung mau ke mana. Sebagian besar mereka masuk fakultas psikologi terdiri dari orang yang tak paham psikologi. Masuk psikologi karena terpaksa. Gagal diterima di kedokteran atau jurusan kesehatan sehingga masuk psikologi. Masuk psikologi hanya sekedar alasan bahwa psikologi rasanya menarik. Dan alasan lainnya bahwa psikologi terkesan wah dan berkelas. Atau sekedar gagal di fakultas lainnya dan lari ke psikologi.

Dilihat dari tampilannya saja di dalam satu universitas yang terdiri dari banyak fakultas. Biasanya membedakan anak psikologi dari anak kesehatan dan kedokteran sangat susah. Terlebih bagi para perempuannya saat tidak memakai baju lab. Fakultas kesehatan dan psikologi, pasti akan identik dengan tampilan modis dan elegan. Kesan semacam ini membuat banyak orang masuk psikologi bukan karena alasan ilmu tapi alasan menganggap menjadi mahasiswa psikologi itu keren dan berkelas serta unik dibandingkan fakultas lainnya.

Hasilnya, mahasiswa di dalam kelas pertahunnya diisi oleh mahasiswa baru yang tak paham psikologi dan akan ke mana psikologi nantinya. Dampaknya, setelah jurusan psikologi pertamakali lahir di Universitas Indonesia dan masih menjadi jurusan fakultas kedokteran. Sampai akhirnya hampir semua fakultas psikologi berdiri sendiri dan tak lagi di bawah fakultas kedokteran. Mutu psikologi di Indonesia nyaris tak ke mana-mana. Benar-benar mengerikan.

Keseriusan dan kegigihan yang dimiliki calon dokter dan calon psikiater tak dimiliki kebanyakan anak psikologi. Padahal dahulu psikologi di bawah satu atap dengan kedokteran dan semua psikolog pada awalnya adalah dokter.

Etika kerja keras anak kesehatan luntur saat psikologi dibebaskan dari dunia kedokteran yang harusnya menjadi bagian penting keberadaan paikologi itu sendiri. Saat kerja keras dan semangat anak kesehatan tak dimiliki oleh mayoritas mahasiswa psikologi yang terjadi hanyalah sekedar kuliah. Tak heran, saat kedokteran berkembang cukup pesat. Psikologi di Indonesia mati suri.

Menurutku sendiri, fakultas psikologi harusnya kembali lagi berada di bawah naungan fakultas kedokteran. Terlebih bagi mereka yang ingin berspesialiasi dalam psikologi klinis atau ingin menjadi klinisi yang hampir mirip dengan psikiater. Psikiater dan psikolog klinis dahulu kala adalah semacam kakak adik di dalam satu fakultas kedokteran yang sama. Para psikiater lebih berorientasi tubuh dan saintifik yang terlihat oleh mata dan ilmu pengetahuan. Para dokter lainnya yang tertarik dengan penyakit aneh manusia menemukan metode lainnya yang disebut psikoanalisa yang mengakui ketidaksadaran dan lainnya, yang jelas dalam dunia kedokteran yang santifik dianggap sesat dan lebih mirip dukun.

PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang