Sekarang ini, kita telah menghadapi kenyataan yang bagi banyak orang sangat tak menyenangkan. Terlebih bagi keluarga yang pas-pasan, miskin, atau orang tuanya akan kemungkinan besar dipecat jika keadaan ekonomi tak segera membaik.
Bagi beberapa anak sekolah atau mahasiswa yang biaya pendidikannya sangat terikat kuat dengan hasil kerja orang tuanya. Maka, akan banyak sekali yang akan putus pendidikannya di tengah jalan. Saat penghasilan orang tua mereka tak ada lagi, jelas, selain pilihan cuti juga tak lagi bisa meneruskan pendidikannya.
Saat pendidikan hancur atau agak berantakan. Sisi mental anak remaja muda juga akan mengalami perasaan sakit, kecewa, dan kebosanan. Juga ketakutan akan banyak hal yang gagal dicapai.
Pendidikan online di dalam kamar juga bisa membuat gila, bosan, dan ingin marah. Terlebih tugas dan laporan yang keterlaluan banyaknya. Membuat mereka yang berpendidikan di rumah kian depresi.
Ini juga berlaku dengan mereka yang bekerja di dalam kamar dan rumah. Semakin lama, kebosanan dan kegilaan kian merajalela. Apalagi bagi yang miskin dan kehidupannya bergantung pada pekerjaan hari ini saja.
Semakin hari, belajar di rumah dan bekerja di rumah menjadi kian tak menyenangkan. Bayang-bayang ekonomi keluarga yang ambruk juga sama tak menyenangkannya.
Penerapan herd immunity yang dilakukan pemerintah jelas adalah bukti kegagalan pemerintah dan rakyat itu sendiri. Kebijakan semacam itu, membuat ekonomi Indonesia akan susah untuk stabil dan malah akan hancur lebih dalam. Alasannya, para investor dan pelaku usaha akan ketakutan untuk datang ke Indonesia beserta para wisatawan asing dan tenaga ahli asing.
Untuk apa datang ke Indonesia yang berstatus zona merah Korona entah sampai kapan itu? Saat tak ada kepastian wabah Korona (covid-19) akan berakhir. Maka, banyak pelaku usaha sedunia akan berusaha untuk menjauhi Indonesia. Dalam import maupun eksport karena takut tertular virus jenis baru yang datang dari negara ini.
Dalam ketidakpastian penangan wabah dan kapan wabah berakhir. Maka, akan banyak keluarga yang menjadi miskin, dipecat, tak mampu membiayai diri, atau usahanya runtuh. Akan banyak orang miskin baru dan juga orang kaya yang jatuh miskin karena perusahaannya pailit atau merugi sedemikian besarnya.
Ambruknya ekonomi keluarga akan berdampak besar pada psikologis anak-anak. Terlebih mereka yang awalnya memiliki banyak keinginan untuk menjadi orang besar, menyelesaikan kuliah, atau ingin keluar negeri dan terbiasa dengan hidup mapan atau mewah. Kehancuran ekonomi keluarga akan membuat hancur mental sang anak yang tidak siap dengan gaya hidup baru yang serba turun.
Bagi mereka yang kaya raya atau ekonominya masih stabil atau bahkan malah naik di saat pandemi. Pelambatan ekonomi dan kerusakan ekonomi Indonesia tak akan banyak berpengaruh. Tapi bagi mereka yang tak lagi memiliki orang tua yang bekerja atau malah terlilit utang karena kegagalan usaha akibat wabah. Hidup di masa herd immunity laksana kengerian tersendiri.
Akan ada kematian dan kematian baru. Mereka yang positif akan terus bertambah dan berakhir entah kapan. Masalah kematian yang mencapai ribuan mungkin bukan masalah besar. Hanya saja, kecemasan dan ketakutan yang dibuatnya akan membuat psikologis masyarakat, terlebih anak remaja usia sekolah dan kuliah, kian bermasalah.
Jika toko-toko dibuka lagi dengan biasa, cafe kembali membuka diri, mal, pasar, dan transportasi publik dibuka saat wabah masih merajalela. Lalu sekolah-sekolah dan banyaknya kampus juga dibuka kembali. Sebagian orang yang memiliki kecemasan kehilangan anaknya, tak akan pernah siap atau bahkan mengijinkan anaknya kembali ke bangku sekolah dan kuliah. Atau melepas anaknya di jalan-jalan.
Orang tua yang memperbolehkan anaknya keluyuran di jalanan harus siap juga kelak kehilangan nyawa anaknya. Juga saat mereka keluyuran di jalanan, juga harus siap menghancurkan kehidupan keluarganya.
Herd immunity berarti di dalam sekolah dan kampus, penularan virus akan kian meluas dan anak-anak kecil sampai remaja kemungkinan besar akan terjangkit. Itu berarti, para orang tua juga harus siap jika kelak anak-anak mereka dinyatakan positif dan juga harus siap kehilangan nyawa anak-anak mereka.
Anak sekolah dan kuliah harus mulai berpikir dan membiasakan diri saat mereka berada di kelas atau kampus. Bahwa mereka bisa sakit dan mati kapan saja. Begitu juga para pekerja yang kembali bekerja dan berkumpul di ruangan besar dan kantor.
Sakit kapan saja dan mati kapan saja, akan menjadi cara berpikir baru yang normal. Dalam pandemi yang entah kapan akan berakhir, semua orang harus membiasakan diri dengan kematian dan kehilangan orang terdekat. Bagi yang tidak siap, maka kegilaan, depresi panjang, dan kehancuran keuangan karena gangguan jiwa akibat kehilangan, akan menjadi hal yang normal.
Akan banyak orang yang mengalami kehancuran keuangan karena alasan depresi, bosan, atau tak siap dengan kehilangan orang yang disayangi. Tak lagi ingin bekerja dan membiarkan begitu saja bisnis yang dikelolanya hancur karena jatuh dalam depresi yang begitu parahnya.
Jika para orang tua kehilangan pekerjaan mereka dan tak lagi ingin bekerja karena kehilangan salah satu anggota keluarga. Maka seluruh keluarga akan terkena imbas. Itu berarti, herd immunity akan banyak menghancurkan keluarga yang awalnya stabil ke jurang kengerian yang baru.
Ini juga akan menghabiskan keuangan mereka yang pas-pasan dan tak pandai menabung atau membuat uang bertambah.
Bayang-bayang tak mampu membayar kredit, kos atau apartemen perbulan, dan semakin hari tabungan kian menipis. Akan menjadikan dunia setiap hari berisi kecemasan dan kecemasan. Terlebih bagi mereka yang boros, susah menabung, tak biasa hidup susah, dan harus selalu ada uang di tangan. Pandemi Korona yang tiada akhir akan membuat mereka terjebak pada dilema gaya hidup.
Mereka yang kaya dan punya banyak tabungan, tak akan terpengaruh banyak. Tapi bagi mereka yang dipecat, yang keluarganya ekonominya turun atau rusak, dan mendadak miskin. Maka, gaya hidup tinggi yang biasanya dijalani dalam normal baru akan sangat tak menyenangkan. Segala yang berlebih perlahan menghilang menjadi segala yang kurang dan tak menyenangkan.
Biaya yang kian bertambah dan segala yang serba mahal. Juga akan mengurangi daya beli masyarakat. Walau mereka yang memiliki uang cukup banyak, malah semakin tak peduli jika terus menerus berbelanja. Sayangnya, terus berbelanja tanpa diimbangi dengan pemasukan yang cukup dan lebih. Akan menghajar siapa saja yang tak memiliki kemapanan ekonomi sejak awal.
Jika herd immunity berlaku beberapa bulan saja, masyarakat dan negara ini masih bisa menanganinya dengan cara mengabaikan atau menganggapnya biasa. Tapi jika diberlakukan selama setahun sampai tiga tahun. Bahkan sampai lima tahun lamanya. Itu akan menjadi masalah besar yang akan menghancurkan banyak hal.
Bayang-bayang Korona yang tak pernah berakhir dan diam-diam kembali lagi. Membuat banyak negara akan memutuskan untuk tidak mendatangi Indonesia entah sampai kapan. Ini juga berarti, siapa pun yang datang dari Indonesia akan dicurigai dan bahkan ditolak.
Penerapan herd immunity, berarti pemerintah benar-benar siap diisolasi secara internasional. Atau lebih tepatnya mengalami banyak pembatasan internasional karena sebagai zona merah yang berbahaya.
Herd immunity sebagai normal baru. Tidak hanya mengamini kematian-kematian. Juga mengamini kehancuran banyak hal. Dari mulai keruntuhan ekonomi, psikologis, sampai entah kapan waktu kondisi normal sebelum wabah akan kembali datang.
Mulai dari sekarang, orang-orang harus pandai menabung dan tak banyak sesuka hati membeli ini dan itu. Terlebih bagi mereka yang tahu bahwa keluarganya atau dirinya sendiri berada dalam ujung tanduk krisis ekonomi.
Jika masih terus ingin menjadi konsumen aktif tanpa dasar diri. Maka, kekurangan akan menjadi kemarahan dan akan menjadi kerusuhan sosial. Beberapa orang akan berdemo dan melakukan hal-hal yang menuntut pemerintah. Dan lainnya, mungkin, akan memaksa pemerintah dan seluruh pejabat untuk bertanggung jawab terhadap krisis yang dirasa tak akan selesai ini.
Herd immunity membuat ekonomi negara stabil dalam jangka pendek. Tapi akan terus melemah dan tertekan karena akan banyak kehilangan kepercayaan pasar internasional dan negara-negara lainnya di dunia.
Maka, normal baru berarti juga bisa dibilang kemalangan baru bagi sebagian besar orang yang tak beruntung. Seandainya ada tetangga dan keluarga meninggal karena virus. Kita harus membiasakan diri untuk menganggapnya mati layaknya penyakit umum lainnya.
Dalam dunia yang terserah dan sesukanya. Baik masyarakat dan pemerintah. Kita harus siap akan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...