MEREKA YANG GAGAL MEMBUNUH DIRINYA SENDIRI

313 11 0
                                    

"Bunuh diri atau kesembuhan," tulis Albert Camus dalam dunia absurd manusia modern. Tapi, di banyak kota di dunia ini, tak banyak orang yang bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Sebagian mereka berakhir dalam kebisuan hari dan tak lagi mampu mengulang ritme hariannya seperti biasa. Sebagian yang lain, memandang kosong di balkon apartemennya atau di sebuah tempat di mana rasa sakit lebih besar dari pada rasa hidup.

Beberapa orang melompat dari apartemen kamarnya untuk segera mendapatkan akhir yang sudah lama diinginkan. Beberapa orang lagi mengiris pergelangan tangannya sambil melihat darah mengucur pelan melewati lantai kamar mandi yang basah menuju lubang pembuangan segala sesuatu. Beberapa lainnya berjalan di atas rel kereta atau terdiam mematung sambil tersenyum puas saat kepala kereta api menghantam tubuh yang akhirnya tercerai dan kehilangan napasnya yang tersisa.

Sebagian orang memilih mengembuskan napasnya di gunung, hutan, laut, atau jurang menganga yang seolah menjadi akhir dari seluruh keterbukaan yang begitu penuh kebimbangan. Sisa lainnya mengakhiri hidupnya dalam keterpesonaan laut dan gua yang memanjang di bawah gunung berapi.

Dan mereka yang tak terbiasa ke mana-mana, lebih suka menembak kepala di dalam kamar yang hanya hantu-hantu dan kesunyianya sendiri yang tahu. Sebagian orang lainnya memilih bergantung pada racun sebagai penyelamat. Dan di antara sebagian itu, terdapat anak-anak remaja usia sekolah yang sudah tak tahan lagi dengan kehidupannya sendiri.

Di dunia ini, di kota yang saling mengasingkan satu dan lainnya. Saat ikatan yang berharga begitu sulit diketemukan. Sebagian besar orang mengakhiri kehidupannya sendiri, setiap hari, dalam tawa riang atau tangis yang menggetarkan udara yang dingin.

Setiap hari, kehidupan hilang dalam lingkaran kota yang berdindingkan bisu.

Beberapa di antara mereka, yang berharap mati lebih cepat dan mendapatkan akhir yang menenangkan. Harus kembali lagi menjalani hidup karena kegagalan dalam proses membunuh dirinya sendiri. Mereka terguncang akan kegagalannya atau meraung penuh kesakitan saat apa yang diinginkan tak bisa diraih dan membuat seluruh kekuatan menjadi surut.

Seseorang yang selamat di antara ribuan orang yang mati oleh dirinya sendiri, memandang kosong pada cermin yang ada di kamarnya. Kenapa dia gagal? Kenapa dirinya masih di sini? Apa yang harusnya dilakukannnya kini?

Saat dia kembali ke sekolah atau lingkungan kerjanya, beberapa orang yang dikenalnya mungkin akan sebentar bersimpati atau malah mencemoohnya sebagai orang lemah dan tak waras. Dia tahu betul itu, setiap hari yang dilaluinya adalah dunia di mana orang-orang hidup untuk saling mencemooh dan menyalahkan yang lain untuk kestabilan diri sendiri.

Kegagalannya untuk mati dan kedatangannya kembali kehidupan yang dibencinya, tak membuat hidupnya berubah. Ulangan yang sama kembali berlanjut. Orang-orang yang ditemuinya tetap berada di pojok kehangatan dan muncul hanya sebagai kilasan yang seolah menganggapnya tak pernah ada.

Sejujurnya ada atau tidaknya dirinya hanyalah keberadaan yang tak penting bagi hampir semua orang yang mengetahui apa yang dilakukannnya. Kembalinya dia dari bunuh diri yang gagal, bukan berarti orang-orang akan menjadi lebih perhatian dan peduli. Dunia yang dikenalnya masih tetap sama.

Hingga suatu saat, di antara orang yang tak bisa lagi merasakan kehidupan yang kedua. Seseorang yang seperti dirinya yang merasa hidup lagi terasa lebih menyakitkan. Memutuskan untuk mengulangi proses yang tertunda itu. Dalam malam yang berkabut atau hujan yang begitu deras di sore hari. Sebagian besar orang di dunia ini, akhirnya menyelesaikan apa yang mereka inginkan. Dalam dua percobaan. Dalam tiga percobaan. Mereka berhasil melakukannya saat dunia di sekitarnya tak membantunya untuk bisa merasakan hidup.

Di dalam sebuah kota yang begitu besar dan mewah. Orang-orang kaya memilih bunuh diri. Mereka yang berada di puncak karir mendapatkan ketenangan saat mati adalah tujuan.

Mungkin, di antara mereka yang gagal dan kembali mengulangi hidup. Ada yang menemukan sedikit kebahagiaan atau ikatan hangat manusia yang sudah sejak lama dinantikannya. Mereka berjalan dalam degup yang baru. Saat dunia dalam dirinya telah berubah. Kota kemudian menjadi jauh lebih lembut dan sedikit indah.

Hanya saja, tak banyak yang bisa kembali seperti itu. Karena sebagian yang lain, mengerang kesakitan di pojok kehidupannya dan mengutuki kepengecutannya setiap hari. Berakhir sebagai manusia yang telah kehilangan seluruh hidupnya namun masih bernapas.

Di sebuah kota yang saling mengunci. Saat seseorang yang berjarak sepuluh senti dari kamarnya masing-masing saling tak mengenal. Dunia berputar seperti biasanya. Dan kota, setiap waktu, menelan perasaan sedih dan sakit dari ribuan dan jutaan manusia yang tak lagi menginginkan dirinya sendiri.

PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang