Bangun terlalu awal, dunia entah kenapa terasa lebih lembut dan cabikan dingin yang biasanya, menjadi sedikit terlelap. Rasanya, aku ingin menikmati suasa ini dengan membuat puisi.
Sebagai bentuk menyenangkan diri sendiri, juga sebagai sebuah terapi.
Fajar menunggu,
selayaknya mungil yang memantul
Pada kerapatan warna di ujung timurMenenangkan permukaan air
Saat sebuah jembatan menarik dirinya sendiri
Pada dingin yang memanjang
Setapak kaki manusia di masa laluRasanya, menbuat puisi seketika dan waktu ini juga, sedikit bisa menenangkan diri dan menghibur. Terlebih puisi-puisi lirik yang lembut. Seolah bagaikan sisi lain dari seniman impresionisme di dalam kata-kata.
Jemari dan sepasang mata
Diri yang memeluk akanDi jurang dalam
segala yang laluMembuat puisi seperti ini, sejak dulu aku sangat menyukainya. Aku bisa membuatnya di mana pun. Seolah-olah, jika aku membuat puisi, aku menjadi pribadi yang begitu lembut dan kalem. Dulu, banyak orang menganggapku sebagai penyair. Tapi aku menolaknya. Aku tak pernah bisa menulis puisi dengan baik. Atau lebih tepatnya, puisi hanya bagian dari diriku sendiri. Walau begitu, kadang aku berpikir, seandainya aku menjadi penyair, dari pada filsuf-psikolog, mungkin aku akan lebih menarik dan menyenangkan di mata banyak orang.
Lihatlah, warna yang aku tenun untukmu
Seperti bilah api di kejauhan lanskapMeretak merah di kala angin membaur
Mungkin, keheningan ini menjelma butir pasir
Agar berdesir menuju entahJalanan yang terlindungi oleh perasaan,
mengiris mataku begitu dalamTahukah kamu,
bahwa waktu yang aku sembunyikan padamu
adalah kenangan yang enggan mengurai udaraTerlalu tipis,
untuk hati yang berhenti menelanHidup
Hmm, ternyata, tak terlalu buruk. Aku masih bisa membuat puisi yang hanya sekedar puisi untuk diri sendiri. Mungkin aku akan mencobanya lagi.
Suaramu, gelap
Memancar pada sekelilingTembok yang mendengkur
Upacara pagi serangga dan burungMengembangkan senyum
Kadang ringkih
Namun mengendapkan ceritaDi luar sana
Saat kamar berbisik telinga
Angin berjalan menyusuri kini
Merasakan getar halus kekosonganKerimbunan hampa dan secuil pelarian
dari manusia-manusia yang terlelappada kesedihan yang
tak terjamah oleh pagi,Dan sepercik embun
Apakah aku masih bisa membuat puisi? Entahlah. Yang jelas, aku sedikit menikmatinya pagi ini.
Apakah kamu masih mengingatku?
Sepasang hati. Waktu. Dan kini hening.Dan sekali lagi...
Jalanan kota di luar sana
Seorang mencari dirinya yang kecil
Mengangguk pelan dan lirih
Memantapkan pijakan kaki dan bilah bambuSerasa luas tanah menukik ke leher
Jantungnya merayap padaLampu-lampu berpendar memunggungi bebatu
Atap-atap yang cemerlang sejenak
Awan mungil di kejauhan tangan dan jemariBerjalan perlahan, mendalami ingin
Dari retakan pandang dan
sebilah kaca yang menghunus wajahBergumam desir
Mendongak pada langit yang tak berhariLalu kembali berjalan
Mendendangkan ruang
dan nafas yang berjeda sejenakApakah aku sudah seperti penyair? Ah, aku tak pernah ingin disebut sebagai penyair. Karena puisi bagiku adalah terapi. Untuk melembutkan sisi lain dari diri yang terlalu keras kepala dan mudah terbawa kekerasan kata.
Mungkin, kamu juga harus membuat puisi. Untuk melembutkan dirimu sendiri. Untuk menenangkan hati dan menghibur masa kinimu.
Masihkah puisi memenuhiku?
Kadang. Dan tak selalu.Hanya saja, suaranya yang pelan
seringkali membuatku terjagaDalam riang kata-kata
Dari kalimat yang
terlalu menyakitkan untuk diucapCatatan: puisinya dan juga tulisan ini langsung dibuat seketika pagi ini secara spontan
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...