Beberapa orang tergerak oleh pagi. Bergegas melepas dunia tidurnya dan melangkah lembut di jalan-jalan. Seseorang di antara mereka mungkin tengah mencandai bebatuan yang berada di bawah kakinya. Mengejutkan seekor cicak yang tersenyum kepadanya. Atau seekor burung gereja yang terbang rendah di sebuah kota yang masih mengembuskan embun.
Setelah malam merampas sisi terdalam manusia. Perasaan sedih yang tadinya mengusik udara dan menyelubungi ketuaan kota yang begitu kuyu. Kini, memancarkan warna dari kelahiran cahaya di sisi timur.
Kota yang tadinya begitu melankolis. Saat ini berdegup dalam gerak mata yang begitu berbinar. Keajaiban dari pergantian hari. Cakrawala keemasan yang mulai berganti menjadi hijau kebiruan.
Seandainya salah satu dari orang itu membawa sebuah buku The Old Ways dari Robert Macfarlane. Mungkin ia akan sedikit merenung. Memicingkan mata sejenak dari hari yang begitu terang. Membayangkan ketuaan sebuah kota yang meninabobokan kengerian malam dan jeritan akan masa silam yang dekat.
Sambil melangkahkan kaki, ia mungkin bersiul. Atau mendengarkan lagu sendu dari Olafur Arnalds dan saat di belokan yang seolah menceritakan masa silam dan kini. Ia mungkin sudah berganti menikmati Dame Geraldine.
Merasakan sisa luka dari malam yang dipeluknya. Ia berjalan. Menyentuh permukaan kasar bebatuan dari kota tua yang mengalir lewat jemari tangannya.
Saat-saat tertentu, seperti saat ini, ia mungkin akan sedikit melupakan kesenduannya. Sambil membayangkan begitu puitisnya Orhan Pamuk saat menggambarkan Istanbul. Ia mungkin juga sedikit terpengaruh. Melalui udara yang bergerak di dalam tubuhnya. Menyelami sudut-sudut kota yang terangkat dari kebisuaannya yang panjang. Semacam orok yang tersimpan rapat di bawah tanah. Saat kota berbalik menjadi tubuh yang lain. Sedikit perasaan senang, mungkin akan mampu melelehkan keseharian yang begitu merekat.
Udara dingin yang hangat, menepuk kulitnya yang mirip seperti bayi. Sejujurnya, ia selalu merasa tak lebih dari rahim kecil yang enggan mencipta. Namun, pagi membuatnya sedikit menikmati pancaran matahari yang mulai menembus bangunan-bangun yang bercabang mengikuti garis lahirnya masing-masing.
Pagi menambah usia kota yang sudah kelelahan dan sakit. Embusan angin mengikis dinding-dinding yang berjamur. Derak puluhan pasang kaki. Kereta kuda yang ditarik oleh masa depan. Suara hening dari semesta yang jauh di sana. Membawa kisah dari yang telah tuntas dan menuju.
Ia kini mungkin sedang membentangkan kedua tangannya sambil tersenyum puas. Meniti satu persatu kelokan jalan yang begitu bergemuruh. Menariknya pada setapak keheningan yang tak seorang pun menghampiri dan menatap.
Sesekali tertawa seorang diri. Membuka matanya yang lebar sebelum kebosanan memenjarakan dirinya kembali ke dalam sebuah kota yang lebih menyerupai monster.
Di pagi hari di kota tua yang sebagian masih utuh. Ia merengkuh ulang bebunyian yang ada dalam dirinya. Meralat ulang apa yang harus diralat. Sebelum usia memamah kasar segala yang dengan cepat berubah menjadi lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...