TETANGGA KITA ADALAH MONSTER

597 20 1
                                    

Bersimpati dan menyukai tetangga di sebelah kamar atau rumah kita tidaklah mudah. Terlebih, jika tetangga kita cara hidupnya jauh berbeda dengan diri kita. Itu jauh lebih susah lagi. Tapi dari psikologi tetangga dekat, baik di kos-kosan, apartemen, dan komplek perumahan. Seseorang bisa tahu tentang diri sendiri.

Pada dasarnya kota hampir memutus banyak ikatan hati nurani dan sikap simpatik. Orang-orang yang ada di sebelah kamar dan rumah kita seringkali kita anggap pengganggu. Atau, banyak dari kita pada akhirnya membentengi diri dengan privasi yang berlebihan.

Saat hampir semua orang perkotaan menganggap tetangga dekatnya adalah pengganggu. Maka, ledakan kekerasan bisa timbul kapan pun.

Dalam dunia yang bernama rumah indekos, mayoritas orang berpendidikan hampir tak pernah saling berbincang dan menyapa kecuali anggukan dan basa-basi kecil. Sebagian yang lain malah menutup dirinya di dalam kamar secara sempurna dan nyaris tak bisa disentuh. Hanya beberapa orang yang bisa saling berbincang dan bertukar sapa. Sebuah tanda yang tak baik dari sebuah kota itu sendiri.

Memikirkan kondisi rumah indekos dari yang tingkat murah sampai yang elite. Kita bisa juga membayangkan sistem tertutup yang bernama apartemen. Lalu bayangkanlah, berapa ribu atau juta jumlah rumah indekos dan apartemen yang ada. Berapa juta orang yang ada dan tinggal di dalamnya. Lalu tambahkan lagi dengan kompleks perumahan yang juga hampir sama tertutupnya.

Saat kita membayangkan hal ini saja, yang nyaris terkesan remeh. Kita bisa sedikit membayangkan masa depan masyarakat dan sebuah negara. Dan itulah kenapa ilmu psikologi begitu sangat menarik. Karena bisa digunakan kapan pun dan di mana pun asal ada manusia di dalamnya. Atau asal umat manusia masih ada.

Bagaimana masyarakat terdidik semakin memagari dirinya dengan yang lainnya dan bahkan tak mau diganggu dan bersentuhan dengan tetangga sendiri? Efek dari pemagaran diri ini menuju pada keenganan untuk saling mengerti, hilangnya simpati dan empati, sampai pada acuh dengan keadaan yang lainnya.

Dalam kantong-kantong pemagaran diri yang terjadi di seluruh perkotaan Indonesia. Kita bisa membayangkan orang-orag yang tidak merasa berkepentingan satu dan lainnya. Seandainya hukum rusak dan ekonomi ambruk. Maka tetangga sebelah hampir saja akan menjadi musuh atau calon monster bagi keberadaan masing-masing orang.

Dalam kondisi politik yang tak stabil dan makanan atau sumber daya hanya sedikit. Maka, keadaan membuat siapa saja bisa melakukan apa pun. Dari pemerkosaan, perusakan, pencurian, pembunuhan, dan perbudakan.

Suasana sunyi yang bisa dilihat di rumah indekos dan apartemen atau bahkan hotel, akan cukup sulit diketemukan. Suasana saling tak ingin diganggu dan mengganggu berubah menjadi kesempatan untuk mengambil keuntungan dan menjarah.

Hal yang menarik, seseorang mungkin tak peduli dan tak merasa bersalah jika telah melakukan kekerasan dan bahkan pembunuhan agar tetap hidup. Alasannya mudah, dalam kehidupannya di perkotaan, dia tak punya ikatan nyata dengan para tetangganya. Terhapusnya ikatan sosial dan empati sudah diajarkan sejak kecil oleh para orangtua saat mereka mengotak-otakkan anak-anaknya dalam lingkup pergaulan, letak tempat tinggal, jenis sekolah dan pendidikannya. Jadi sejak awal, perasaan peduli dengan orang lain nyaris seperti igauan saja. Karena, bahkan untuk bisa simpati terhadap tetangga di sebelah kamar kita saja itu sudah sangat sulit.

Seseorang akan merasa biasa saja menyakiti orang lainnya. Karena setiap hari dia juga sudah sangat biasa tidak bersinggungan dengan orang lain atau orang yang tak dikenalnya.

Di lingkungan rumah indekos saja, suasana kadang lebih mirip pekuburan dari pada tempat hunian manusia. Begitu juga dengan apareten yang lebih mirip kamar-kamar penyimpanan mayat.

Begitu sunyi. Hening. Dan kosong dari interaksi sosial, emosi, dan pikiran.

Sedikit saja tetangga membuat keributan atau bertingkat yang tak sesuai dengan syarat kehidupan kita. Kita langsung tak menyukai tetangga kita itu. Begitu mudahnya tak menyukai orang dan tetangga sebelah berefek pada masa depan sebuah masyarakat itu sendiri. Saat yang ada di depan mata dan yang paling dekat dengan kita saja begitu susah untuk disukai. Apa yang akan bisa terjadi dengan perpolitikan masa depan?

Terlebih, saat hampir semua manusia perkotaan semakin terbiasa untuk tak peduli dengan yang lainnya?

Tetangga kita adalah monster. Pengganggu. Membuat hidup tak nyaman. Berisik. Menjengkelkan. Tak sesuai dengan cara kita hidup. Dan sangat menyebalkan dari sudut pandang ideal kita.

Ya, dan ada jutaan orang yang berpikiran mengenai betapa menyebalkannya tetangga sebelahnya. Lalu ada jutaan lagi. Dan ditambah jutaan lagi.

Saat kamu berpikir seperti ini, kamu akan terbiasa dengan berita pembunuhan di layar tv, media sosial, atau di internet. Kamu juga akan biasa dengan kasus perpolitikan di ibu kota. Kamu juga akan sangat terbiasa dengan orang-orang yang bunuh diri. Kamu juga akan terbiasa dengan bom bunuh diri. Bahkan kamu juga akan sangat biasa dengan segala hal yang bertentangan dengan.nilai-nilai kemanusiaan.

Karena, banyak orang hari ini tak menganggap banyak orang lainnya adalah penting. Bahkan untuk bisa bersapa dengan tetangga sebelah saja hampir semacam utopia. Lalu, kenapa harus bermuluk-muluk membahas HAM dan kekerasan di portal berita?

Jika kamu melihat komentar para masyarakat kota atau netizen baik di Instagram, Facebook, dan banyak lainnya soal korupsi, pembebasan lahan, kelaparan, kemiskinan, dan banyak lainnya. Maka banyak dari orang-orang yang berkomentar itu nyaris seperti manusia-manusia idealis yang begitu berapi-api, menginginkan kebenaran, dan sangat senang mendiskusikan dan berdebat soal kebaikan. Bahkan menuntut kebaikan itu sendiri. Kenyataannya?

Ya, kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari, hanya untuk bisa menyukai tetangganya saja mereka begitu kesusahan. Hanya untuk bisa berlapang dada kepada teman dan kolega sendiri mereka begitu kewalahan dan nyaris tak mampu.

Kebanyakan dari kita, menganggap tetangga sebelah kamar dan rumah kita adalah monster, mayat, keberadaan yang tak ada, bukan entitas yang harus dibicarakan, atau keberadaan yang tak perlu dikenal.

Beberapa orang bisa melakukan interaksi sosial intens jika adanya kecocokan atau sudah sejak awal saling mengenal atau bahkan berteman. Hanya saja, dalam lingkungan yang mana tak satu pun teman ada di situ. Bersimpati terhadap tetangga sebelah begitu susahnya. Kecuali dia tetangga pendiam yang tak melakukan banyak keributan dan membuat kita tak perlu mengkhawatirkan keadaan kita sendiri.

PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang