Greta Thunberg, lewat mulutnya saat melakukan aksi Iklim berkata semacam ini, "If people knew that the scientists say that we have a 5 per cent change of meeting the Paris Target, and if people knew what a nightmare scenario we will face if we don't keep global warming below 2°C, they wouldn't need ask me why I'm on school strike out side parliament. Because if everyone knew how serious the situastion is and how little is actuallt being done, everyone would come and sit down beside us."
Perkataan itu ada dalam buku mungilnya, NO ONE IS TOO SMALL TO MAKE A DIFFERENT. Dan usianya saat itu, sekitar 15 tahun.
Greta, seorang perempuan usia sekolah, yang bisa disebut anak-anak atau remaja, menjadi salah satu tokoh penting di awal abad kita ini.
Dalam kasus Greta, kita bisa melihat alibi keterlambatan memulai atau lahir lebih muda, bukan hal yang bisa dengan mudah dikatakan lagi.
Di abad internet, segalanya hampir tersedia. Jadi akan sangat menyedihkan jika ada anak sekolah, entah laki-laki atau perempuan, tak bisa berpikir secara internasional dan bahkan isu penting dunia saja dirinya tak mengerti. Selain tak mengerti, juga tentunya tak bergerak.
Tidak hanya terlambat berpikir tapi juga terlambat untuk bertindak. Sayangnya, perempuan semacam Greta jarang terlihat. Terlebih laki-laki yang memiliki hal semacam itu juga hampir punah.
Untuk saat ini, aku sedang ingin membicarakan perempuan dan intelektualitas di Indonesia dalam sudut pandangku yang terbatas. Juga, apa yang aku maksud intelektualitas itu sendiri. Karena kata itu sangat subyektif dan mengandung arti khusus yang disesuaikan oleh diriku.
Intelektualitas yang aku sesuaikan adalah semacam ini. Seseorang yang bisa berpikir multidisiplin, mandiri, kritis, memiliki banyak pandangan baru terhadap dunia dan dari wawasan dan ilmu pengetahuan yang ada, baik dari orang lain atau penemuannya sendiri, bisa mengambil kesimpulan akan dunia ini secara jujur. Dan juga berani secara jujur mengakui apa yang ia temukan dan kemungkinan-kemungkinan apa yang harus dilakukan. Kunci dari semuanya adalah keterbukaan berpikir dan berani menghadapi resiko. Yang lebih penting juga, memiliki gairah intelektual yang sangat besar, mendahului, dan futuristik.
Selama ini, aku tak pernah bertemu perempuan semacam itu. Seorang perempuan yang luar biasa secara intelektual atau dalam kategori yang aku bayangkan.
Di Indonesia, aku belum pernah bertemu orang semacam itu. Perempuan yang semacam itu, entah ada atau tidak.
Yang paling banyak aku temukan adalah perempuan yang enak dipandang tapi tak menyenangkan untuk diajak berbicara atau berpikir. Beberapa lainnya, aku bertemu dengan banyak perempuan yang luar biasa dalam kepemimpinan, karir, pekerjaan, dan di banyak urusan publik dan pemerintahan.
Salah satu contoh yang diketahu publik adalah Najwa Shihab. Sayangnya, ia bukan sosok perempuan yang aku bayangkan. Banyak sosok seperti Najwa yang aku temui. Tapi seringkali membatasi penemuannya sendiri dan pola pikirannya yang akhirnya kembali mundur ke belakang.
Kepuasaan berbincang dengan perempuan secara intelektual hampir tak pernah aku dapatkan. Karena mereka membatasi diri sendiri.
Perempuan dengan pikiran hebat yang takut Tuhan dan moralitas. Aktivis perempuan luar biasa yang berpikir satu arah. Sastrawati yang menulis dengan sangat bagus tapi sayangnya menghentikan pikirannya hanya sebatas pada apa yang sudah ada. Akademisi perempuan terkemuka yang dijerat oleh institusi dan moral publik. Atau yang disebut sebagai intelektual perempuan, tapi saat berbicara dalam forum publik selalu menghindari kejujuran terhadap dirinya sendiri. Perempuan yang seharusnya cukup bagus dalam berpikir dan bahan bacaannya juga banyak tapi sangat takut dengan kritik, kekejaman intelektual secara langsung, dan agak paranoid dengan pandangan orang lain.
Perempuan satu arah, yang nyaris menyia-menyiakan otaknya, jumlahnya juga sangat melimpah. Bertemu dengan perempuan semacam itu, aku tak tahu harus mengatakan apa. Pembicaraan akhirnya jatuh pada hal-hal sepele yang hanya itu dan itu saja.
Perempuan umum yang menghuni Indonesia adalah mereka yang sekedar mengandalkan wajah cantik dan kemampuan finansial. Atau karir yang baik.
Banyak perempuan sangat luar di banyak bidang, dari dunia seni sampai menjadi pengusaha dan politikus. Tapi entah mengapa, aku tak menemui perempuan yang luar biasa dalam berpikir, seperti apa yang aku bayangkan.
Jika perempuan tipe itu ada, bayangkanku adalah semacam ini. Melakukan perdebatan, diskusi, saling kritik dan menilai secara intelektual, melakukan penemuan, mengujinya, menyimpulkan, dan terbuka terhadap hampir ke segala hal. Menerima kemungkinan-kemungkinan. Juga menerima dengan lapang dan jujur hasil temuan-temuan yang dibicarakan dan tengah diteliti.
Semua itu dilakukan dalam taraf paling tinggi tanpa harus menunggu dan beralibi bahwa jarak usia, pendidikan, pola asuh, keuangan, dan berbagai macamnya, telah membuatnya lambat dalam berpikir sejauh itu atau tertinggal terlampau jauh.
Kadang, melihat perempuan yang sudah memasuki usia sekolah menengah atau masuk kampus tapi pola pikirnya begitu sempit, benar-benar terasa ngeri.
Tidak heran jika anak-anak mereka kelak, pola pikirnya tak jauh dari orang tua mereka; lambat.
Kenapa banyak perempuan di Indonesia begitu menyedihkan secara intelektualitas?
Selain karena budaya, nilai masyarakat, pendidikan negara dan keluarga serta batasan ini dan itu. Perempuan sendiri lebih memilih untuk seperti itu. Memilih untuk tak menggunakan porsi otaknya terlalu banyak pada gairah akan ilmu pengetahuan dan pencarian akan dunia gagasan. Tapi memberikan perhatian besarnya pada tubuh dan keuangan: kemapanan, kekayaan, popularitas, dan hidup nyaman.
Itulah sebabnya, aku tak pernah menemukan perempuan yang menarik secara intelektual. Kebanyakan dari mereka sangat terlalu lambat. Begitu lambatnya, hingga kadang terasa melihat ulangan dan ulangan saja di depan mata. Kadang, hal semacam itu membuat aku geram dan agak marah.
Bagaimana perempuan itu kembali kepada hal usang itu lagi? Perempuan lainnya lagi, yang lain juga, banyak yang lainnya juga sama.
Akhirnya tak banyak kemajuan dan kebaruan sama sekali. Tak banyak penemuan dan kesimpulan-kesimpulan yang berarti. Karena banyak perempuan hari ini adalah keterlambatan berpikir dari kesadaran mereka sendiri.
Mereka memilih untuk itu. Memilih sangat tak menarik secara intelektual. Dan sangat puas akannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...