Merasa bosan? Males hidup? Tak ada keinginan ke sekolah karena tak tahu harus ngapain di sana? Bosan liat teman yang sama setiap hari? Merasa tertekan dengan pelajaran dan ulangan? Atau, merasa, dari tahun ke tahun dunia rasanya hanya itu-itu saja.
Banyak orang mengatakan mempertahankan hidup adalah keharusan. Hanya saja, saat kamu tahu apa itu kebosanan yang begitu menganggu. Kamu akan berpikir lain.
Berangkat kerja. Satu bulan. Dua bulan. Tiga tahun. Selalu seperti itu. Sama tak ubahnya dengan berangkat ke sekolah, kampus, dan bahkan tidur.
Hari ini, kian banyak orang sadar bahwa dunia yang dijalaninya nyaris hampir tak berubah dari tahun ke tahun. Sehingga virus kebosanan kian menyebar di dunia yang hari ini berbasis internet. Orang saling memandang. Begitu mudahnya. Sehingga seolah-olah dirinya sendiri hanyalah salinan dari salinan yang lain. Tak ada keistimewaan. Hampir sama saja dengan detail yang lain.
Bahkan seorang artis terkenal ibu kota pun nyaris tak ada bedanya dengan miliaran orang di dunia ini dalam kesehariannya. Seorang profesor. Penulis terkenal. Dokter ternama. Atau calon orang hebat dan orang biasa, hari ini, mulai mengerti, dunia keseharian mereka nyaris tak ada yang istimewa.
Memakai jenis pakaian yang sama. Berpikir hampir sama. Makan dengan cara yang sama. Segala peralatan makan sampai olah raga pun sama. Kendaraan yang sama. Uang yang sama saja. Berwisata di tempat yang sama. Bahkan memiliki kekasih satu spesies yaitu manusia. Rumah dan segala isinya pun sama. Jalan dilalui sama. Kota dan negara yang sama. Wajah-wajah orang yang hampir juga sama saja seperti wajahnya sendiri. Isi pelajaran sekolah dan kampus pun sama. Musik yang sama. Film yang sama. Dan celana dalam dari kain dan motif yang seringkali juga sama.
Beruntunglah orang yang kesehariannya tidak berpikir mengenai ulangan yang setiap hari di jalaninya. Hanya saja, sekarang ini, banyak orang mulai berpikir, mengenai kesehariannya yang sudah tak lagi bisa dinikmati seperti dahulu.
Ke sekolah swasta terkenal. Ke mal. Hangout. Ke cafe. Les. Main. Tidur. Melakukan hubungan seks atau asmara. Makan. Mandi. Buang air besar. Merenung. Dan terus seperti itu. Atau sesekali ke gereja.
Sebagian orang sudah hampir tak sanggup menjalani hidup semacam itu. Hanya saja, mereka tak memiliki jalan keluar kecuali melanjutkan hidup yang baginya sendiri sudah tak ada yang menarik dan membosankan. Keinginan mati pun seringkali jarang bisa terwujud. Yang terjadi banyak yang jatuh dalam kesedihan dan perasaan enggan untuk melakukan sesuatu.
Sekarang ini, anak-anak remaja yang makin cerdas mulai mempertanyakan keberadaan mereka sendiri. Kenapa sih aku dilahirkan? Apakah kehidupan cuma sekedar semacam ini? Tidakkah duniaku ini lucu dan konyol? Dan banyak lainnya yang mulai membuat kehidupan mereka tak tenang.
Kebosanan yang begitu dalam membuat seseorang bahkan enggan untuk masuk ke sekolah karena tak tahu lagi tujuan sekolah apa? Sebagian lagi sangat malas untuk sekedar menginjakkan kampus. Dan yang sudah bekerja merasa bahwa setiap hari hidupnya hanya sekedar mencari uang dan duduk tenang menunggu sambungan telepon seperti orang yang tak berguna.
Yang sudah bersuami, merasakan jika hidup hanya berhubungan seks, membuat anak, bekerja, atau mengurus rumah. Seumur hidup.
Sebagian orang sudah tak sabar lagi menanggung kehidupan semacam itu. Jika itu pun para pengelana dan pengembara. Mereka pun akhirnya terjebak para pengembaraaan terus menerus. Dari satu kota ke kota lainnya. Dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lainnya. Jika sejenak saja dia tersedot kembali ke dalam ulangan-ulangan hidup. Seluruh pelarian yang dilakukannya selama ini menjadi tiba-tiba sangat menyakitkan.
Bahkan playboy pun mungkin sudah bosan di antara barisan mantannya. Atau hidup hanya sekedar dari satu pacar ke pacar lainnya. Kebosanan seorang playboy bisa menjadi tanda bahaya penganut sistem satu pasangan. Dan bahaya yang menjelaskan bahwa kesenangan pun pada akhirnya tak lagi menarik. Bahkan seks itu sendiri pun akhirnya sekedar hal yang membosankan.
Kebosanan yang begitu dalam, membuatmu ingin lebih baik mati saja. Hanya saja, aneh, jika saat kamu bosan kamu masih coba bermoral dan menekankan diri pada aturan umum. Mati bosan dalam keadaan jomblo tanpa pernah memiliki pacar sekalipun? Mati bosan tanpa pernah berhubungan seks padahal melakukan hal itu mudah, tidakkah konyol? Atau, mati bunuh diri tapi masih sibuk bekerja selama setahun penuh ke belakang? Ingin mengakhiri hidup tapi masih rajin ke rumah ibadah, ke sekolah dan kampus, dan melakukan banyak hal lainnya yang bisa dengan tegas ditolak dan tak lagi dianggap penting. Lalu melakukan apa pun yang dirasa bisa memenuhi kebutuhannya sementara. Bersenang-senang mungkin? Melampiaskan frustasi hidup dengan beragam cara yang bertentangan dengan gaya hidup lamamu. Kamu tahu kamu sangatlah bosan. Kebosanan yang terlalu dalam. Cara biasanya tak akan mampu berbuat banyak untuk mengurangi rasa bosan yang menumpuk.
Seorang yang tahu benar bahwa kebosanan hidupnya tak mampu ditolong oleh Tuhan dan agama yang dipeluknya masih saja hidup dalam aturan ketat agamanya dan mematuhinya. Maka, yang terjadi adalah kebosanan panjang tanpa ujung ditambah ketidakberanian dan ketakutan memilih jalan hidup yang tegas. Ini tak jauh beda dengan para humanis yang semakin bosan membela manusia karena nyaris tak ada perubahan yang berarti.
Kebosanan hari ini semakin menjangkiti siapa saja. Membuat hidup menjadi tak nyaman untuk dijalani. Seringkali hanyalah keterpaksaan belaka. Terpaksa hidup. Terpaksa untuk mencari ilmu. Terpaksa belajar. Terpaksa bekerja. Terpaksa menumpuk uang. Terpaksa menjadi tua. Dan terpaksa mencintai.
Karena jarang sekali yang berani untuk mati lebih cepat. Maka kebosanan harus dijinakkan dengan segala keseharian yang terpaksa. Entah itu keseharian yang menyenangkan, penuh kemudahan, mewah, dan serba berlebih. Hanya saja, kamu sendiri tahu, itu hanyalah kehidupan yang tak lagi memiliki banyak arti dan keistimewaan.
Hanya sekedar hidup. Sekedar untuk lepas dari kebosanan setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...