Kota hanyalah bagian tipis dari diri manusia. Bagian tipis dari perasaan-perasaan yang mengalir dan bercampur. Sebagiannya terdiri dari kebahagian singkat yang bergulung bersama menjadi tekanan dan sekian banyak trauma.
Udara yang mengalir melewati tembok-tembok dan jalanan beraspal. Berhenti di sebuah kamar tertutup atau menjelma seperti isak tangis yang menggema sampai ke tepian laut.
Sebagian besar orang yang pernah berbahagia, pada akhirnya mengalami kehilangan yang menyakitkan. Seketika terpenjara dalam kenangan menyedihkan bernama kota.
Cinta yang terputus dalam sekejap waktu. Perselingkuhan yang langsung menenggelamkan semua yang dibangun. Kenangan-kenangan manis di berbagai ruang dan tempat yang dalam hitungan menit, berubah menjadi siksaan. Jalanan yang tadinya mengingatkan akan seseorang yang dicintai. Kini terasa menjadi jalanan yang penuh kesedihan.
Bangunan-bangunan. Berbagai macam mal. Cafe. Bioskop. Trotoar. Perempatan jalan. Acara musik. Pasar. Hingga hotel dan bau ranjang sendiri, berubah menjadi muram dan penuh tekanan yang tiada henti.
Lagu-lagu yang biasa didengar dan dinyanyikan dengan merdu dan membuat seseorang tersenyum malu karena teringat akan seseorang. Kini, saat dia sedang berada di toko buku atau pusat keramaian, lagu yang dulu pernah indah itu, mendadak begitu penuh luka saat tiba-tiba menguar memasuki telinga.
Kota yang tadinya indah dan penuh kehidupan. Dalam detik yang begitu singkat, menghasilkan rasa putus asa dan kesedihan yang terlalu menyakitkan untuk ditinggali dan dilihat.
Kota menyimpan berbagai macam kenangan indah berbagai manusia. Tapi juga mengubahnya menjadi kumpulan besar penderitaan akan kehilangan dan ikatan yang lepas.
Sekelebat wajah seseorang yang muncul tiba-tiba saat mengendarai mobil, motor, atau sekedar berjalan kaki. Sudah cukup untuk menyiksa hati seorang manusia dalam taraf terkejamnya.
Mereka yang tak kuat menyaksikan masa lalu mereka sendiri. Akhirnya memilih pergi. Mencabut bagian dirinya dan berpindah ke kota lainnya untuk mengobati diri atau sekedar lari dari hal-hal yang menyakitkan. Meninggalkan kota yang ditinggali sesegera mungkin. Begitu sangat terburu-buru. Seperti seekor hewan buruan yang tengah dikejar oleh pemangsa yang begitu rakus dan bengis.
Sebagian yang lain, harus bertahan dalam kubangan besar masa lalunya sendiri saat kota hari ini terpaksa harus ditinggali lagi dan lagi.
Bagi banyak orang yang tak beruntung lari dari kenangan miliknya. Kota menjadi musuh alami bagi kehidupannya.
Dari hari ke hari. Dari waktu ke waktu. Mengunci rapat diri dalam dunia yang tak lagi ramah.
Entah sejak kapan, kota menyimpan trauma sejarah masa lalu, hari ini, dan yang akan nanti.
Dari seorang anak yang melihat kedua orang tuanya terbunuh. Orang terdekat yang menjatuhkan dirinya di atas jembatan penyeberangan. Pemerkosaan yang keji yang menjadikan seseorang rusak. Kecelakaan yang memusnahkan satu keluarga dalam satu kali peristiwa. Perceraian di usia pernikahan yang cukup lama. Perselingkuhan. Hubungan yang berakhir. Dan kenangan-kenangan indah yang kini menggema menjadi kesedihan yang menempel di tembok-tembok yang berlumut.
Setiap kebahagiaan adalah penderitaan bagi yang lainnya. Segala kesedihan berasal dari kebahagiaan itu. Saat umat manusia selalu saja bersimpangan dengan kematian dan kehilangan. Seseorang akan selalu muncul dengan perasaan terguncang.
Saat sesuatu yang penting diambil paksa. Kehiduan hanyalah semacam trauma atau perjuangan untuk meredam keberadaannya.Dan kota, yang berdiri cukup lama dalam kebisuaannya yang kejam. Menampung perasaan itu. Ribuan. Jutaan. Sampai entah kapan, manusia sanggup membebaskan dirinya dari semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...