Bertambahnya usia, masalah dan dilema hidup akan semakin menumpuk. Anak yang hidup dari keluarga berkecukupan dan kaya, mungkin tak terlalu merasakan dampak dari pertambahan usia saat mereka masih sekolah. Karena dari mulai uang saku, gadget, baju, akesoris, sampai pembiayaan sekolah dan lainnya, orangtua-lah yang selama ini membiayai.
Tapi, renungkanlah sejenak, sudahkah kamu merasakan hampir menangis dan marah saat tahu bahwa begitu sulitnya mengatur napas saat sekedar ingin masuk perguruan tinggi saja? Begitu banyak usaha keras, banyak uang yang harus dikeluarkan, menghadapi kemonotonan bertubi-tubi, menghadapi kekecewaan berturut-turut saat tak diterima dan masalah keterbatasan biaya dan pilihan.
Baru ingin masuk kuliah saja, kamu sudah sering menangis. Apa jadinya setelah keluar kuliah nanti?
Saat ingin memasuki bangku kuliah, kamu akan sedikit mencicipi apa itu pertambahan usia. Keadaan di mana begitu banyaknya dilema dan pilihan-pilihan. Itu akan semakin membesar saat kelak kamu keluar dari bangku kuliah dan harus mencari uang makan dan hidupmu sendiri.
Saat keluarga tak lagi menopang, kamu akan tahu bahwa pilihan-pilihan dan dilema-dilema itu semakin membesar.
Seperti halnya, kamu harus menerima gaji berapa pun asalkan kamu bisa mendapatkan uang. Kamu harus memilih dari sekian pilihan sulit, bekerja di tempat yang diinginkan tapi gaji kecil. Atau gaji yang lebih besar, tapi pekerjaannya nyaris seperti budak. Apa lagi jika kamu tak diterima kerja di mana-mana. Mungkin lebih baik menikah saja, lalu jadi ibu rumah tangga laki-laki kaya dengan mengorbankan karirmu, dan kebebasanmu yang pernah kamu dapatkan saat kuliah.
Kamu akan dihadapkan dengan penolakan dan penolakan. Kamu akan mengalami masa di mana pilihan pasangan hidupmu ditolak keluargamu karena dianggap tak layak. Kamu akan mengalami masa sangat tak ingin masuk kerja dan enggan menyelesaikan deadline. Hanya saja, kamu butuh uang untuk hidup. Saat sakit dan emosi dalam keadaan buruk karena lelah atau sehabis patah hati, kerjaan menunggumu dan tak peduli jika kamu masih dalam kondisi hati yang kacau.
Semakin usia bertambah, kamu harus berkompromi untuk hidup. Dan terkadang, berkompromi itu menyakitkan. Seperti halnya, biaya kuliahmu begitu besar, sampai ratusan juta rupiah. Tapi pekerjaan yang kamu dapatkan kurang dari sepuluh juta perbulan. Atau malah di bawah lima juta perbulan.
Gaji yang tak sebanding dengan gaya hidupmu saat masih santai dan bersenang-senang di masa kuliah.
Beberapa orang bisa mendapatkan gaji cukup besar, di atas lima sampai sepuluh juta, hanya saja, dia harus tahan banting selama berpuluh tahun untuk mendapatkan kemapanan diri. Hal yang tak sebanding saat dia kuliah di universitas bergengsi dengan biaya bulanan yang besar dari orangtuanya. Tanpa bekerja, dia sudah bisa hidup mewah, menaiki mobil, memiliki rumah sendiri baik dikontrak atau beli (atau kos mewah atau apartemen) dan biaya kesehariannya dijamin bahkan berlebih. Tanpa bekerja keras, masa kuliah, seringkali jauh lebih santai, menyenangkan, dan terkesan lebih kaya dan makmur dari pada masa setelah kuliah usia.
Masalahnya, sedikit orang yang seberuntung itu. Setelah kuliah selesai, langsung mendapatkan tempat yang cocok dan dengan segera bisa meningkatkan pemasukannnya untuk membiaya kehidupannya. Banyak orang harus mati-matian mendapatkan kualitas hidup dengan tingkat kemakmuran seperti saat kuliah dulu.
Itulah sebabnya, selagi masih kuliah, carilah titik di mana kamu mempertajamkan keahlian-keahlian yang kamu miliki. Terbiasalah dengan mencari uang sendiri dan membuka lahan usaha baru. Setelah itu, jangan lupa, kamu harus benar-benar menikmati masa perkuliahmu disamping juga mempersiapkan hal-hal yang kelak diperlukan sehabis kuliah berakhir.
Dengan bisa menghasilkan uang sendiri dan mempertajam banyak skill dan kemampuan sejak sekolah dan kuliah. Kamu akan mudah bersaing di pasar tenaga kerja dari pada orang lainnya yang tak mempersiapkan diri. Terlebih, jika kamu adalah orang yang begitu pandai beradaptasi. Maka, akan banyak perusahaan yang akan memperebutkanmu dan berusaha menarikmu. Dari pada mahasiswa lulusan baru yang tak memiliki keahlian mumpuni atau menonjol. Ditambah sombong dan enggan melihat kenyataan, bahwa dia harus mau berjuang dari bawah atau menengah lebih dulu.
Itulah sebabnya, bersenang-senang di masa kuliah akan menjadi kenangan indah layaknya semasa bersekolah. Karena tak banyak beban di situ. Kamu masih bisa bercinta dan berhubungan seks dengan kekasihmu dengan nikmat tanpa harus disela pekerjaan atau masalah berat. Kamu masih bisa keluyuran ke berbagai tenpat dan kota tanpa khawatir akan dipecat dan harus terbebani biaya tagihan rumah dan lainnya. Kamu masih bisa makan sepuasnya atau cukup tanpa perlu bekerja sendiri. Kamu bisa melakukan banyak kegiatan dan kesenangan dalam perasaan santai dan jauh dari tekanan besar.
Masa kuliah adalah masa di mana kamu harus memanfaatkan itu untuk memaksimalkan kesenanganmu dan juga, jangan lupa, mempersiapkan diri sebaik-baiknya setelah kuliah berakhir. Karena banyak orang hanya fokus untuk bersenang-senang, hidup santai, dan tak mau berpikir panjang sewaktu kuliah. Dan mendapati kenyataan yang tak menyenangkan saat dia kesusahan mendapatkan pekerjaan, gaji yang ditawarkan tak layak, atau harus bekerja mati-matian demi uang yang nyaris setara dengan masa kuliah yang santai.
Bersenang-senanglah dan nikmati kehidupan perkuliahmu. Baik dengan kekasihmu, juga dengan banyaknya kegiatan yang kamu lakukan. Buat banyak kenangan. Sebelum dunia pekerjaan menelanmu hampir tanpa jeda. Sebelum banyak pilihan sulit menghadangmu.
Jika kamu terlalu serius belajar tanpa bersenang-senang, itu juga buruk. Sama halnya kamu bersenang-senang tanpa serius menghadapi masa depan, itu juga buruk. Intinya, bersenang-senang sekaligus bersiap-siap. Seandainya gagal pun, kamu tak terlalu kecewa karena pilihan lainnya masih cukup layak untukmu.
Ingatlah masa perjuangan ingin masuk kuliah. Tak jauh beda kelak saat kamu berjuang menghadapi dunia yang harus kamu sendiri yang memperjuangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...