Kebencian terhadap Islam bertambah luas. Nada-nada ketidaksukaan terhadap agama ini dan para pemeluknya semakin riuh dan sangat mudahnya menguar di banyak perdebatan publik. Terutama di medsos.
Saat melihat perdebatan, tukar pendapat, dan komentar di banyak media internet. Kesimpulan besarku mengenai mentalitas rakyat Indonesia secara umum adalah; entah seseorang itu beragama apa saja, entah dia itu ateis, sekuleris, agnostik, pagan, atau bahkan nasionalis. Tak banyak orang bijak, sabar, cerdas, dan terbuka yang aku saksikan. Yang ada adalah orang-orang dangkal yang merasa benar sendiri. Anti kritik. Dan begitu mudahnya terluka. Ingin sekali membalas dendam. Dan mudah tersulut. Inilah masyarakat Indonesia yang aku kenal.
Di dunia kesenian. Aku melihat para seniman sensitif yang anti kritik dan nyaris tak cerdas. Di dunia sastra, aku melihat para sastrawan yang terbelakang dan mudah marah. Di politik, para oportunistik yang hanya membela kedudukan. Dalam dunia akademik, orang yang bisa berpikir bebas secara intelektual hampir punah. Melihat dunia para aktivis, aku menyaksikan orang-orang dogmatis yang enggan berpikir terbuka dan berani mengakui dirinya sendiri. Bertemu orang-orang beragama, mayoritasnya nyaris tak bangga dengan agamanya sendiri.
Dengan menjadi bodoh dan tak memiliki pencapaian apa pun. Menjadi beragama berarti menjadi terbelakang di dunia yang mana kapitalisme dan ateisme menunjukkan pencapaian luar biasa di depan mata mereka. Selama aku tak melihat mayoritas orang beragama, terlebih Islam di negara ini, luar biasa hebat dalam dunia yang hari ini aku kenal. Lalu apa yang bisa dibanggakan?
Di perdebatan publik, seorang beragama tak akan bisa berbuat banyak jika bertemu dengan seorang yang memiliki cakupan ilmu yang luas dan terbuka. Karena tak ada satu pun yang bisa dibanggakan. Saat kamu tak memiliki capaian apa pun baik secara individu atau komunitas bersama. Maka kamu akan diremehkan. Dan itulah yang terjadi dengan Islam hari ini.
Masyarakat Islam dengan kebanggaan terhadap agama Islam yang tak ada. Tak heran, jika keinginan terbesar mayoritas umat Islam di sekitarku, yang aku kenal, hanya ingin sekedar kuliah, bekerja, menjadi peneliti apa adanya, atau sekedar masuk pemerintahan. Selesai.
Jika kamu beragama Islam, dan cara berpikirmu terlalu sempit semacam itu. Lalu keinginanmu hanya sebatas itu. Maka, kamu ikut bersalah kenapa Islam hari ini dicemooh dan dihina. Kamu bersalah, karena kamu sendiri menyerah dan sudah kalah lebih dulu. Hanya saja, sebagiannya dari yang menghina agamanya sendiri ini tak mau mengakui dan lari ke sufisme, radikalisme, dan lain sebagainya. Gagal bersaing dengan lawan-lawannya akhirnya mundur dan memilih jalur singkat tanpa proses dan tak berani berhadap-hadapan secara langsung di bidang keilmuan, ekonomi, pemerintahan, politik, kesenian, dan banyak lainnya. Karena tak mau kelelahan dalam proses semacam itu. Yang terjadi adalah tak memiliki pencapaian besar yang bisa dibanggakan perseorangan atau bersama.
Tidakkah ini menghina Islam? Karena malas untuk berjuang dan memilih enaknya saja? Apakah Tuhan bisa dibohongi dengan para pemalas yang enggan kesakitan dalam proses dan hanya minta enaknya saja?
Jika menjadi Islam memang seperti itu. Dan kebanggaan mayoritas Islam hanya sebatas itu. Tak heran jika Islam kian dianggap terbelakang dan tak disukai. Terlebih banyak yang kalah dalam proses di dunia ini, akhirnya memilih jalur cepat ke arah terorisme dan radikalisme.
Salah satu yang membuat Islam terbelakang dan dibenci adalah dirimu sendiri. Lihatlah dirimu. Apakah kamu pintar? Apakah kamu tak malu lebih bodoh dari nihilis tak beragama sepertiku? Apakah kamu ingin sekali menciptakan sesuatu yang baru? Apakah kamu ingin benar-benar menjadi inovator? Pengusaha hebat? Seniman mengagumkan? Atlet luar biasa? Atau pejabat negara yang super luar biasa?
Orang yang menghina agamanya sendiri adalah yang tak mau mempertahankan agamanya sendiri dalam meraih nama, kesuksesan, status, dan kehebatan dalam percaturan dewasa ini di lingkup global. Jika satu dua orang itu tak masalah. Tapi jika ratusan juta orang beragama Islam inginnya hanya ongkang kaki dan hidup enak saja. Apa yang bisa dibanggakan saat dalam perdebatan publik? Apa yang bisa dibantah dari komentar-komentar miring mengenai Islam dari para ateis yang ngawur, sekuleris yang sama bodohnya, dan banyak lainnya yang nyaris tak bijak dan juga mudah marah dan menghina yang lain.Karena kamu sendiri salah satu orang yang membuat agamamu dihina sedemikian rupa. Kamu sendiri yang merasa tak sayang dan tak cinta agamamu. Kamu merasa bahwa kamu beragama dan membela agamamu. Tapi, kamu tak melakukan apa pun. Jangan membentengi diri bahwa kamu mencintai agamamu jika kamu adalah pemalas dan orang yang maunya langsung enaknya saja. Jangan melarikan diri semacam itu. Karena sebaik apa pun kamu merasa benar, merasa mencintai agama, dan membela agamamu. Tuhanmu setiap hari melihatmu. Melihat keseharianmu. Jadi menipu Tuhanmu setiap hari, dengan berpura-pura menjadi baik, bagaimana kamu bisa melakukannya?
Lihatlah Islam milikmu dihina dan banyak dibenci akhir-akhir ini. Jika kamu mencintai agamamu. Jadilah hebat. Jadilah penemu luar biasa. Jadilah penulis yang diakui dunia. Jadilah pebisnis yang mengungguli banyak pesaing di luar sana. Jadilah atlet yang disanjung di berbagai benua. Jadilah pemikir yang bisa melampaui para pemikir yang lebih dulu mapan di luar negeri. Jadilah negarawan yang sangat penting di PBB dan di hadapan seluruh negara. Jadilah seorang yang memiliki satu atau banyak pencapaian hebat yang mana seluruh orang di dunia akan menyaksikan pencapaianmu.
Maka, kelak, perlahan dan pasti. Nada miring akan agamamu yang terbelakang dan buruk. Lama kelamaan sedikit digantikan dengan pujian dan kebanggaan. Masalahnya, apakah kamu bisa membawa kebanggaan itu dan mau meraihnya? Atau karena sulit, kamu lebih memilih menyerah? Jika jutaan dan miliaran orang Islam lainnya juga menyerah? Lalu kapan akan terjadi? Kapan? Apakah kamu dan banyak lainnya tak memiliki kebanggaan sama sekali dan tak memiliki kecintaan sama sekali terhadap agamamu sendiri?
Jika kamu menyerah dan terus menyerah bersama ratusan juta atau miliaran orang Islam lainnya. Maka, kamu harus menerima jika agamamu dianggap terbelakang, bodoh, kolot, tak berkembang, dan mundur. Karena kamu salah satu yang membuat hal semacam itu terjadi. Tak heran, jika Islam akhir-akhir ini begitu dibenci karena sedikit yang benar-benar mencintai Islam. Kecuali hanya berpikir mencintai Islam. Sekedar berpikir dan merasa mencintai. Tapi tak berusaha berbuat.
Jika kamu ingin membawa agamamu kembali ke panggung dunia dan kamu bangga lagi sebagai umat Islam. Lihatlah Risma di Surabaya. Satu orang perempuan yang memiliki begitu banyaknya penghargaan dalam waktu singkat. Coba bayangkan, jika tidak hanya satu orang Islam seperti dia? Bayangkanlah jika itu ribuan atau jutaan orang Indonesia beragama Islam memiliki kualitas diri seperti dirinya? Jika mau bekerja keras dan sungguh-sungguh seperti perempuan itu. Maka, Islam akan dianggap lagi hebat dan luar biasa.Bukan malah lari ke terorisme, mengkafirkan, menghina yang lain, radikalisme, dan mundur hanya untuk sekedar hidup saja. Jika seperti itu terus, cap buruk mengenai Islam akan semakin bertambah dan kian bertahan. Di masa kalian sendiri, sudah ada contoh yang luar biasa. Risma. Contohlah dia. Berlomba-lombalah menjadi sebaik dia atau melampaui dia. Jika nantinya kian banyak. Maka, lama kelamaan akan berubah pola pikir masyarakat dan dunia mengenai agamamu hari ini.
Dan, berpikirlah terbuka, bijak, jangan mudah marah, sabar, serta berdamai dengan siapa saja.
Jika kamu masih tak mau melakukannya dan hanya berdiam diri sambil menggerutu. Maka pertengahan abad ini. Islam mungkin akan menjadi salah satu agama paling dibenci dan tak disukai di seluruh dunia.
Agama yang akan dianggap tak membawa perubahan apa pun. Dianggap merusak dan menghambat. Dan sekedar parasistisme negara dan masyarakat saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...