Dulu, kegilaan identik dengan para seniman, filsuf, pemikir, penulis, para raja, dan segenap orang pintar dan yang di atas rata-rata. Kini, kegilaan berpindah menjadi milik orang awam, orang banyak, atau rakyat pada umumnya.
Hari ini, tak perlu menjadi filsuf untuk gila. Juga tak perlu menjadi ilmuwan atau peneliti. Cukup menjadi orang biasa, normal, dan umum. Maka kegilaan akan datang dengan mudahnya.
Data gangguan jiwa, di desa, kota, atau pun pusat-pusat kebudayaan. Telah diambil dan didominasi hampir penuh oleh orang-orang yang dahulu dianggap normal dan awam. Di antara jenis orang-orang itu, kegilaan mewabah dengan sangat cepat dan begitu populernya.
Bagi orang yang terbiasa dengan dunia psikologi, mengamati orang-orang, meneliti hubungan sosial dan kejiwaan manusia. Orang-orang awamlah yang kini memiliki potensi kegilaan yang jauh lebih besar dari pada orang besar di masa lalu. Baik seniman, filsuf, atau ilmuwan. Karena apa? Jumlah para seniman dan filsuf semakin menyusut. Terlebih para filsuf juga hampir punah. Para ilmuwan pun lama kelamaan juga menyusut. Para ahli di bidang ilmu pengetahuan kian hilang seiring matinya mereka satu persatu dan digantikan oleh orang-orang yang tak kompeten.
Alasan kenapa para orang awam hari ini yang lebih sangat mudah mengalami kegilaan adalah karena mereka berada di situasi yang dahulu para orang besar dan orang awam di masa lalu tak pernah merasakannya.
Setelah industrialisasi, internet, dan globalisasi kian merajalela. Maka, kegilaan pun kian menjadi lebih mudah menjangkau banyak orang. Kasus kegilaan yang dulu sempat tertutup dan hanya dimiliki kelas atas atau segelintir rakyat jelata. Hari ini, sudah menjadi milik orang awam secara luas.
Filsuf yang bunuh diri sekarang lebih sangat jarang dari pada orang awam yang bunuh diri. Malah, para filsuf, lebih bisa menghargai kehidupan dan menjadi lebih bijak dari pada orang awam dewasa ini. Padahal harusnya para filsuf hidupnya jauh lebih menderita dan sengsara. Tapi mengapa, banyak orang awam malah lebih sengsara hidupnya dari pada para filsuf?
Bahkan ilmuwan yang berkutat dengan penelitian yang mengerikan dan penuh dengan tekanan. Kejiwaan dan pola pikirnya seringkali jauh lebih baik dari pada milik orang awam pada umumnya.
Dalam banyak berita, kamu akan sangat mudah menemukan kasus bunuh diri, pembunuhan, pengkhianatan, pemerkosaan, tikam menikam, dan konflik sosial yang disulut oleh banyaknya orang awam atau rakyat biasa. Kamu akan jarang menemukan seorang filsuf yang mati bunuh diri atau menjadi teroris. Kamu akan lebih banyak menemukan para orang awam beragama dan nasionalis yang menjadi teroris dan menggaungkan perang.
Selain jumlah para pemikir yang merosot tajam. Abad sekarang ini, dikuasai oleh intelektualitas yang merosot dan ilmu pengetahuan yang menurun pada masing-masing orang. Sama halnya jika dahulu kala Yunani diisi oleh masyarakat awam atau rakyat jelata yang bahkan mengenal para filsuf dan setiap hari di pasar dan jalan-jalan melihat khotbah soal etika dan lain sebagainya yang begitu dalam. Kini, Yunani sudah tak lagi seperti itu. Masyarakat merosot begitu tajamnya. Kualitas masyarakat awamnya tak seperti dahulu kala. Ini terjadi juga di Roma dan Venesia. Juga beberapa kota yang dahulu kala masyarakat menuntut kualitas tinggi akan seni, sastra, pemikiran, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Jadi jika kegilaan itu ada, jelas, kegilaan itu memiliki kualitas yang jauh berbeda dengan hari ini.
Globalisasi dan internet, membuat buku-buku dan ilmu pengetahuan mudah diambil oleh orang banyak. Juga kebenaran menjadi begitu banyaknya. Abad kemudahan dan segala yang instan menjadikan orang malas untuk mengenal diri sendiri dan tak mau mengenal orang lain. Perasaan iri dan marah bisa menular dengan mudah hanya melewati internet. Orang saling membandingkan kualitas hidup satu dan lainnya. Bermimpi terlalu besar dan tidak mau mengakui diri sendiri. Perpecahan moral dan norma yang tetap. Kehancuran banyak nilai agama dan masyarakat. Menjadikan masyarakat hari ini terombang-ambing dan pada akhirnya, mudah gilalah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI & PSIKOTERAPI 2
Non-Fictionpsikologi & psikoterapi buku kedua. karena buku pertama sudah penuh. maka perlu membuat buku selanjutnya. menceritakan psikologi dan psikoterapi dan apa yang harus dilakukan dalam keseharian yang penuh beban, dan apa yang memberati perasaan dan pik...