33. With Mario

2.1K 152 54
                                    

Sejak kematian bunda dan pertengkarannya dengan Rio, Ify tidak pernah semangat ketika bangun pagi. Dan sekarang, Ify merasa jiwanya telah kembali. Seusai salat subuh, Ify bergegas ke dapur untuk memasak sarapan. Setelah selesai Ify berlari ke kamar untuk membersihkan diri. Lalu ke lantai bawah lagi. Menuju dapur menyiapkan makanan di meja untuknya dan Gabriel sarapan. Tak lupa membawa bekal untuk ia bawa ke rumah sakit. Guna melindungi hatinya agar tidak perlu pergi ke kantin. Ify berencana seharian nanti, akan menemani Rio di kamar. Ify bahkan sudah membawa mukena. Dan tidak kalah penting, semalam Ify sudah mendonwload drama yang hari ini akan ia tonton. Satu-satunya hal yang tidak akan membuat Ify jenuh jika harus berada dalam kamar seharian penuh.

Sebenarnya bersama Rio juga tidak akan membuat Ify jenuh. Hanya saja, Ify pasti butuh pengalihan jika sewaktu-waktu Rio bersikap yang membuatnya salah tingkah lagi. Pokoknya, Ify sudah menyiapkan semua hal agar hari ini tidak ada insiden apapun yang membuatnya malu ataupun kesal.

"Kak nanti pulang kerja jemput lagi, ya?" Pinta Ify seraya menyuap makanannya.

Gabriel mengangguk saja. "Iya. Cepetan makannya. Nanti gue telat, kan mesti nganter lo dulu."

Ify tersenyum puas lalu mengangguk semangat. Keduanya makan tanpa bicara karena Gabriel tampak sibuk melahap makanannya seraya memeriksa sesuatu di ipad-nya. Mungkin masalah kerjaan. Jadi, Ify juga memutuskan untuk diam saja.

Sekitar sepuluh menit Gabriel menyelesaikan sarapannya. Begitu juga Ify yang langsung berdiri mengambil piring kosong Gabriel untuk di bawanya ke dapur.

"Cuci nanti aja pas pulang!" Teriak Gabriel sambil memakai tas kerjanya lalu berjalan menuju garasi.

"Iye!" balas Ify teriak dan berlari menyusul Gabriel. Tak lupa Ify memakai tas ransel yang berisi bekal makanan dan mukena. Setelah mengunci pintu rumah, Ify berlari menyusul Gabriel yang  sudah berada di dalam mobil.

"Ayok cus!" Seru Ify seraya memakai sabuk pengaman. Rasanya, Ify sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Rio. Padahal baru kemarin mereka seharian menghabiskan waktu bersama. Tapi tetap saja Ify merasa masih kurang. Terlebih jika Ify mengingat sikap Rio kemarin, Ify jadi seperti orang gila yang tiba-tiba senyum sendiri. Meski salah tingkah dan malu, Ify tetap bahagia. Ify masih tak menyangka Rio yang selama ini dingin, kaku dan cuek bisa bersikap semanis itu. Ify suka tapi juga belum terbiasa. Pasalnya kan selama ini Ify yang lebih agresif dalam hal sentuh menyentuh.

Untung saja, kemarin Gabriel datang tepat waktu. Jadi selesai salat maghrib Ify langsung mengajak Gabriel pulang.

Ify menghela berat karena teringat akan sesuatu yang berusaha ia hilangkan dari pikirannya. Mungkin kemarin akan menjadi hari yang sempurna bagi Ify jika dia tidak mendengar pembicaraan Andin dan temannya.

"Kak Gab."

"Hem." Gabriel menyahut pelan sambil tetap fokus menyetir.

"Kalau misal gue jadi istri lo. Lo bangga, nggak?"

"Nggak." Jawab Gabriel tanpa mikir.

Ify menatap Gabriel kesal. Bibirnya mengerucut tak terima mendengar jawaban sang kakak. "Ish nyebelin! Emang gue seburuk itu apa."

Gabriel terkekeh. Tangan kirinya terulur mengusap kepala sang adik. "Bukan gitu. Lagian gue mana bisa bayangin lo jadi istri gue. Ngeri dek."

"Heheh iya juga, sih." Cengirnya

"Terus menurut lo gimana? Gue bisa jadi istri yang bisa di banggain, nggak?" Lanjut Ify bertanya

"Pasti dong! Lo kan adek kakak. Meski agak sinting tapi gue yakin lo bisa jadi istri dan ibu yang baik nanti."

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang