Rio menurunkan Ify di atas tempat tidur. Lalu pandangannya langsung menatap kaki kanan Ify yang di balut perban. Rio menghela, kemudian duduk di tepi. Tepat di samping kaki Ify dengan kedua matanya menyorot wajah Ify yang kini menunduk. Rio menarik nafas lagi, karena tak tahu harus mulai darimana dia bicara.
"Kaki kamu kenapa?" Sekarang hanya itu yang memenuhi kepala Rio. Sangat ingin tahu apa yang menyebabkan kaki istrinya terluka.
Tidak ada jawaban dari Ify. Istrinya itu masih menunduk dan wajahnya tak terlihat jelas karena tertutup oleh helain rambutnya.
"Dek, lihat mas." Pinta Rio ingin tahu apa yang Ify pikirkan dan rasakan saat ini. Ingin berusaha membaca ekspresi Ify jika mungkin istrinya ini masih tidak mau bicara. Sehingga dia bisa mulai darimana harus menjelaskan. Namun Ify masih terlihat enggan menunjukkan wajah padanya.
"Dek-" Rio berusaha menggapai wajah Ify namun tangannya di tahan oleh pemiliknya . Perlahan Ify mulai mendongak. Menunjukkan mata dan hidungnya yang memerah. Ify sudah tidak lagi menangis, tapi kesedihan itu masih terlihat jelas di sana.
"Mas baru pulang. Nggak capek? Nggak mau istirahat dulu?" Tanya Ify berusaha menampilkan senyumnya yang justru terlihat hambar. Membuat Rio terpaku menatapnya dengan perasaan penuh sesal. Kenapa Ify harus bersikap seperti ini?
"Soal tadi-"
"Ah mungkin mas udah pulang dari tadi kali, ya?"
Rio mengernyit tak paham.
"Udah istirahat di rumah mbak Meisya?" Lanjut Ify tenang. Membekukan lidah Rio yang tak bisa berkata apa-apa. Tuduhan Ify terlalu mengejutkan untuk Rio yang memikirkan saja dia tidak pernah. Sungguh! Rio tidak akan setega itu untuk sengaja menyakiti Ify. Terlebih mereka sudah menikah. Rio tidak mungkin menemui perempuan lain secara diam-diam seperti itu.
"Apa mas serendah itu di mata kamu?" Tanya Rio tenang. Seperti biasa. Ketenangan Rio itu bukan hal baik karena dari nada suaranya saja terdengar sangat dingin.
"Oke kalau nggak." Sahut Ify cepat. Lalu menunduk lagi. Dalam hati, Ify merasa lega karena apa yang ia pikirkan tidaklah terjadi. Rio masih menghargainya sebagai istri.
"Kalau mau marah, ungkapin aja dek. Mas akan coba jelasin kalau misal kamu salah paham."
"Emang mas mau jelasin gimana?" Tanggap Ify berusaha bersikap santai. Meski sekarang dia harus beperang melawan batinnya yang ingin berteriak marah. Atau ingin segera pergi dari hadapan Rio.
"Jelasin kalau mas pulang ternyata bukan karena aku? Jelasin kalau rasa peduli mas sama mbak Meisya lebih penting di banding rasa kangen aku? Atau jelasin kalau mas lebih khawatir sama mbak Meisya di banding ketemu sama aku? Yang itu artinya, mbak Meisya lebih penting buat mas daripada aku, istri mas sendiri!" Setelah menumpahkan amarahnya. Ify menoleh kesamping seraya menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir.
"Tentu aja mas pulang karena kamu. Mas cuma lepas kontrol aja tadi waktu lihat kak Marshell. Dan-"
"Itu sama sekali bukan kamu, mas. Mario yang aku kenal, itu pinter banget ngendaliin emosinya. Dan yang aku lihat tadi, mas seolah berperan seperti laki-laki melindungi perempuan yang dia cintai." Sela Ify kembali mengeluarkan isi pikirannya. Nafasnya tersenggal karena terlalu kuat menumpahkan rasa kesal dan emosinya.
"Dek-" Nafas Rio tercekat. Dia tidak kuat mendengar pemikiran Ify tentangnya. Jelas bukan seperti itu yang dia rasakan. Rio hanya merasa merasa bersalah pada Meisya yang ternyata sampai detik ini masih menderita. Sedangkan dia, benar-benar sudah menemukan kebahagiaan yang selama ini dia cari. Sungguh, hanya itu yang Rio rasakan. Tidak ada semacam perasaan terpendam atau apapun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...