64. MARIO 2

1.6K 108 85
                                    

Rio baru saja keluar dari mobilnya. Kemudian berjalan cepat menuju ke dalam rumah besarnya. Lebih tepatnya rumahnya dengan Ify yang sudah  jadi dan baru ia tempati sekitar satu minggu. Tepatnya ketika mereka pulang dari Korea minggu lalu. Rio memutuskan untuk mengajak Ify tinggal di rumah mereka sendiri dan istrinya itu untunh saja langsung setuju.

Oh, ya. Alasan Ify mau juga karena Acha tidak tinggal lagi di rumah kedua orang tua Rio. Marshell membawa Acha pergi ke Cina untuk proses menyembuhkan diri. Mungkin mereka butuh suasana baru agar  bisa sedikit bisa mengobati luka setelah kepergian Meisya. Selain itu juga supaya Marsya tidak lagi mendengar berita tentang Meisya yang ternyata sudah menyebar di kalangan tetangga.

TING

Pintu lift baru saja terbuka tepat ketika Rio membuka pintu. Dan terlihatlah sosok Ify dengan perut buncitnya.

"Eh Mas Rio udah pulang?" Kata Ify tampak terkejut melihat kedatangan suaminya. Ify lantas berjalan mendekati Rio yang masih berdiri di ambang pintu. Mengurungkan niatnya pergi ke dapur untuk mengambil minum.

"Kenapa?" Tanya Ify bingung melihat ekspresi wajah Rio tampak kesal tapi berusaha di tahan.

Rio tidak langsung menjawab. Dia menarik kepala Ify lalu mencium kening istrinya. Kedua tangan Rio beralih memegang bahu Ify agar membalas tatapannya. Sementara Ify hanya menurut dan sedikit mendongak untuk bisa memperhatikan wajah suaminya.

"Kamu sore tadi ngobrol sama siapa?" tanya Rio tampak serius.

Dahi Ify berkerut bingung. "Ngobrol apa, Mas? Sama siapa maksudnya?"

"Jangan coba-coba bohong kamu, dek." Tuding Rio menahan kesal.

"Bohong apa, Mas? Aku cuma nanya lho itu." Jelas Ify mencoba sabar.

"Mas tahu, dek. Jadi, jangan usaha buat cari alasan karena di depan gerbang rumah ada dua cctv yang setiap jam bisa Mas pantau." Jelas Rio terdengar semakin serius dan tidak main-main. Ify seperti baru saja mendengar sebuah dakwaan yang di sampaikan oleh Jaksa padanya. Tapi mengingat bagaimana karakter suaminya Ify hanya mendengus geli.

"Ya Allah, Mas. Aku tadi cuma ngobrol bentar sama Kak Putra. Dia kating aku di kampus dan kebetulan rumahnya sekitar sini juga. Tadi nggak sengaja ketemu waktu aku mau jalan sore depan rumah. Jadi ya cuma nyapa aja."

Wajah Rio terlihat semakin tak suka bahkan kesal mendengar penjelasan Ify. "Tapi ngobrol." Terdengar merajuk.

Ify terkekeh pelan. "Ya iya ngobrol. Namanya juga nyapa, kan?"

"Lama."

Jika tidak ingat bagaimana akhir-akhir ini Rio yang memang kadar cemburuannya meningkat, Ify pasti jadi ikutan kesal. Tapi, entah kenapa sikap Rio justru tampak menggemaskan sekali di mata Ify. Lucu saja, Rio yang terkenal dingin dan galak di mata semua orang tapi seperti anak kecil saat bersamanya. Apalagi jika dia sedang cemburu.

"Nggak lama, Mas. Nggak ada lima menit juga kok." Jelas Ify berusaha menenangkan hati suaminya.

"Tetep aja Mas nggak suka." Semakin merajuk.

"Lagian dia tahu aku udah punya Mas-" Ify mengusap perut buncitnya. "Dan perut aku udah sebesar ini. Jadi-"

"Mas tahu itu, Dek. Mas percaya sama kamu. Cuma, rasanya Mas nggak suka lihat kamu ngobrol sama cowok lain, apalagi sampai senyum, lihat-lihatan aja Mas kesel!"

Ify tahu itu, karena dari kemarin Rio memang sudah pernah seperti ini. Di karenakan Ify membalas senyuman Leon saat mereka tengah periksa kandungan dan tak sengaja berpapasan di koridor rumah sakit.

"Ya udah aku minta maaf. Besok-besok aku nggak ngobrol lagi sama cowok manapun." Kata Ify penuh penekanan untuk meyakinkan sang suami.

"Makanya kamu di dalem rumah aja. Jangan keluar-keluar." Rio masih belum hilang rasa kesalnya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang