40. The Day

1.8K 152 69
                                    

"Lo bahagia, Fy?"

Ify yang tengah meletakkan segelas es jeruk di meja kontan mendongak. Mendapati Deva yang ternyata juga menatapnya.

"Lo kesambet apaan dah? Dari kemarin jadi kalem gitu." Komentar Ify lalu duduk di single sofa seberang Deva. Seperti yang sahabatnya itu bilang kemarin jika hari ini ada hal yang ingin Deva bicarakan padanya.

"Gue lagi nggak bercanda, Fy. Dan gue serius sama pertanyaan tadi." 

Ify menghela pelan. Lalu mengangguk sebagai jawaban. "Iya. Tentu aja gue bahagia. Ini bukan hal penting yang mau lo omongin, kan?"

Deva tersenyum tipis sambil menggeleng. "Emang bukan."

"Terus apaan?"

"Gue mau minta maaf karena nanti mungkin nggak bisa dateng di acara pernikahan lo."

Ify menganga tak percaya. Kali ini beneran kaget. Bagaimana mungkin sahabatnya tidak hadir di acara yang sangat penting untuknya.

"Emang kenapa? Lo mau pergi? Nggak bisa di batalin dulu? Masa lo nggak dateng sih, Dev. Itu kan momen penting buat gue, Dev." Ify tampak kecewa. Bukan, tepatnya Ify memang sudah kecewa. Ia berharap Deva bisa menjadi saksi kebahagiaannya hari itu.

Deva tak langsung menyahut. Punggungnya sedikit membungkuk. Kedua tangannya tertekuk dan saling bertaut di atas pahanya. Pandangan Deva lurus ke depan, tepat di kedua mata Ify. Pandangan yang sulit untuk di mengerti oleh siapapun. Dia bahagia Ify bisa menemukan kebahagiaannya. Meski saat itu juga menjadi titik awal kehancurannya. Deva tahu, sejak awal perasaan ini muncul, dia sudah mempersiapkan hal ini terjadi. Semua karena dirinya yang terlalu pengecut untuk memulai.

"Dev. Lha malah bengong nih anak. Deva!" Pekik Ify ngeri.

Jika biasanya, Deva mengomel saat mendengar teriakannya, kali ini cowok itu justru tersenyum kecil. "Gue pasti bakal kangen suara teriakan lo," katanya sendu.

"Lo kenapa sih Dev? Jangan bikin gue parno ngapa. Di rumah gue beneran ada hantunya kali, ya?" Racau Ify ngaco.

Deva terkekeh. Dan dia pasti akan merindukan kesintingan Ify. Deva Menghela lagi.

"Jadi kenapa lo nggak bisa dateng?" Tanya Ify lagi. Penasaran dan juga tidak terima jika Deva tidak datang.

"Karena gue suka sama lo." Sahut Deva pelan.

Ify terpaku mendengar itu. Lalu tak lama dia tertawa. "Hahaha  geprank gue lo ya? Mau sok-sok an bikin konten biar viral. Nembak sahabat yang mau nikah, gitu judulnya?"

Deva tak menyahut. Mempertahankan posisinya dan tak sedikitpun beralih dari tatapannya.

Ify yang sadar Deva tetap diam pun menghentikan tawanya. "Dev sumpah kalau ini lo lagi akting. Mending abis ini ikut casting deh. Pasti langsung dapet peran utama."

Deva tersenyum tipis. "Menurut lo gitu, ya?" tanyanya pasrah.

Melihat ekspresi Deva yang tak biasanya ini membuat Ify nyaris percaya dengan ungkapan sahabatnya itu. Tapi, Ify segera menggeleng pelan. Berusaha meyakinkan diri jika Deva hanya mengerjainya saat ini. "Kalau bercanda jangan hal sensitif kayak gini dong, Dev. Sumpah sih lo sama sekali nggak-"

"Iya nggak apa-apa. Anggap aja gue cuma bercanda tadi." Kekeh Deva berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Menyembunyikan perasaan kecewa yang kini di telannya sendiri. Lebih baik begini saja. Ify tidak perlu percaya dengan ungkapan isi hatinya. Dengan begitu, mungkin akan lebih mudah untuk menghapus nama Ify di hatinya.

"Serius? Lo cuma bercanda, kan? Lo nggak mungkin suka sama gue, kan? Lagian lo kemarin bilang suka sama cewek yang katanya lebih cantik dari gue." Oceh Ify meyakinkan dirinya sendiri jika Deva memang sedang mengerjainya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang