24. It's Hurt

2.8K 206 63
                                    

Rio tidak pergi kemana-mana. Dia hanya berdiam diri di dalam mobil seraya berusaha menghilangkan perasaan kalutnya. Meredam ketakutannya karena semua ucapan Ify yang masih sangat menyakitkan untuk di ingat. Rio sebisa mungkin melupakan tentang keputusan Ify. Mencoba menenangkan pikirannya. Mencari cara untuk membuat Ify mengubah keputusannya.

Rio bukannya tak mau cerita tentang Meisya dari awal. Rio hanya takut dan malu pada Ify. Karena jika Rio menceritakan tentang hubungannya dulu dengan Meisya. Itu berarti Rio harus membuka masa lalunya yang sangat ingin dia lupakan. Dan Rio benar-benar butuh waktu untuk membuka dirinya secara penuh di hadapan Ify. Tidak ada niat untuk berbohong. Rio hanya masih sangat merasa malu jika Ify tahu siapa dia sebenarnya.

"Bego!" Rio mengumpati dirinya sendiri lalu keluar dari mobil. Berjalan menuju loby apartemen untuk membeli makanan. Yang pasti dia tidak akan membuat Ify kelaparan meski gadis itu masih marah padanya. Sambil berjalan, Rio berpikir tentang siapa yang mengirim foto itu pada Ify. Dan Rio merasa tidak perlu banyak berpikir karena dia sudah menemukan satu nama. Tidak salah lagi, pasti Angel yang sudah mengikutinya. Rio mengeram dalam diam, kedua tangannya terkepal. Kali ini, Rio tidak akan tinggal diam dan segera memberi pelajaran pada gadis itu.

Ify tidak suka menu makanan yang di restoran apartemen ini. Dan selain restoran itu, hanya ada yoshinoya, juga beberapa kios makanan ringan atau minuman. Rio memutuskan untuk memilih makanan jepang itu. Teringat gadisnya memang sering membeli makanan itu ketika mampir ke apartemennya.

"Rio."

Seseorang menepuk bahunya dan membuat Rio yang masih mengantri untuk memesan makanan menoleh ke belakang.

"Anjir beneran lo?"

Rio tersenyum tipis saat tahu siapa yang tadi memanggilnya.

"Sumpah? Lo tinggal di sini juga?"

Rio mengangguk. "Lo?"

"Gue nggak sih, temen. Gue cuma semalem nginep di tempat dia."

Rio merespon dengan anggukan singkat.

"Lo mau beli kan? Sekalian ya?"

"Apa?" Tanya Rio pada orang itu.

Seperti sudah sangat terbiasa dengan cara bicara Rio yang super singkat, orang itu lantas menyebutkan pesanannya.

"Udah?"

Orang itu mengangguk senyum. "Iya. Gue tunggu di sana, ya?" Menunjuk ke salah satu bangku yang ada di samping mereka.

"Iya." Rio menjawab pelan lalu menatap lagi ke depan setelah melihat temannya tadi beranjak untuk duduk. Tak sampai sepuluh menit, pesanan Rio sudah jadi. Dia pun berjalan menyusul temannya tadi. Tanpa basa-basi, Rio meletakkan pesanan temannya itu di atas meja.

"Gue duluan." Rio tidak mungkin berlama-lama di sini. Sementara di dalam sana, Ify mungkin sedang menahan rasa lapar. Apalagi kekasihnya itu baru saja marah-marah.

"Eh kenapa? Nggak bisa ngobrol bentar?"

Rio menggeleng. "Nggak. Cewek gue nunggu di dalem."

Dia tersenyum lebar. Senang sekaligus bahagia mendengar kabar itu. Dan dia juga berharap Rio benar-benar bahagia sekarang dan melupakan semua yang telah lalu. "Oh gitu. Ya udah kita ngobrol aja sambil jalan."

Rio tak menjawab, hanya melangkah lebih dulu lalu di ikuti oleh temannya.

"Jadi Meisya sekarang gimana?"

"Masih sama."

Agni Larasati. Perempuan yang dulu tumbuh bersamanya itu tersenyum tipis seraya mengusap lembut bahu Rio.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang