Rio sudah menyelesaikan pekerjaannya. Semua berkas sudah ia periksa dan juga sudah ia tanda tangani. Ada juga yang perlu di revisi ulang dan itu adalah tugas Ajeng untuk di berikan pada karyawan yang terkait. Sekarang, waktu bagi Rio untuk segera menjemput Ify. Istrinya itu baru saja mengiriminya pesan jika kelasnya sudah selesai.
"Kak Yo."
Rio yang baru saja keluar dari ruangan langsung menoleh datar. Tangannya masih memegang handle pintu.
"Eh maksudnya Pak Mario." Ralat Ajeng tersenyum canggung. Sedang Rio tampak tak peduli lalu menutup pintu ruangannya.
"Ada apa?" tanya Rio berjalan mendekat.
"Emh Pak-"
"Kak Yo aja." Sela Rio tersenyum tipis lalu mengangkat tangan kirinya. Menunjukkan jam yang melingkar di sana.
"Udah bukan jam kerja," jelasnya kemudian.
Ajeng tersenyum lega dan juga senang. Dia sekarang mengerti jika sikap Rio sedari tadi adalah sebagai atasannya. Rio bersikap profesional dalam pekerjaan agar hubungan lama mereka tidak mempengaruhi posisi mereka.
"Oke. Kak Yo habis ini sibuk, nggak? Aku-"
"Lumayan. Sekarang mau jemput istri gue di kampusnya." Potong Rio tak ingin basa-basi.
Ajeng terlihat kaget bukan main. Mulutnya bahkan sampai terbuka dan susah untuk ia gerakkan. Pernyataan Rio sungguh di luar dugaannya. "Kak-kak Yo udah nikah?"
Rio mengangguk tanpa ragu. "Hm."
"Oh selamat. Aku nggak tahu." Ajeng memaksakan senyumnya. Sangat susah sekali bagi Ajeng untuk tersenyum sekarang karena entah kenapa hatinya terasa ada yang menusuk.
Rio mengangguk saja. "Tadi lo mau ngomong apa?"
"Oh itu. Aku mau traktit Kak Yo sebagai ucapan terima kasih. Karena berkat Kak Yo, aku udah bisa dapet kerjaan sekarang." Jelas Ajeng penuh semangat. Senyumnya mengembang seolah lupa pada rasa kecewanya tadi.
"Nggak perlu. Mending lo tabung aja uangnya."
"Tapi kak, aku ngerasa utang budi jadinya. Dan itu rasanya nggak enak. Please kak, sekali aja. Mau ya aku traktir, bukan di restoran mahal sih-"
"Lo bisa kerja di sini karena usaha lo sendiri. Bukan karena gue." Sela Rio menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Karena memang benar adanya, Rio tidak ikut andil dalam perekrutan Ajeng menjadi sekretarisnya.
"Tapi kan awal mulanya karena kak Yo kasih aku kartu nama mbak Hana." Hana adalah ketua HRD di perusahaan ini.
"Oke." Kata Rio tenang. Tak lepas dengan wajah datarnya. Rio menyetujui saja karena dia tak ingin berdebat lebih lama lagi dengan Ajeng. Dengan kata lain, Rio ingin segera menjemput istrinya.
"Serius? Sekarang, ya?"
Rio mengangguk. "Iya, tapi gue mau jemput istri gue dulu."
Wajah Ajeng langsung pias dan senyumnya hilang entah kemana.
"Nggak apa-apa kan gue ajak?" tanya Rio memastikan.
Ajeng mengangguk kaku. Bibirnya berusaha untuk ia gerakkan untuk tersenyum. "Iya nggak apa-apa." Masih berusaha tersenyum.
"Oke." Rio mengangguk lalu beranjak pergi.
Melihat Rio hampir menjauh, Ajeng berjalan mendekat dan menghentikan langkah Rio. "Aku ikut, boleh? Jemput istri kak Yo." Pintanya.
Rio menatap Ajeng tanpa ekspresi. Lalu menggeleng pelan. "Lo kasih tahu aja alamat restorannya di mana. Nanti kita ketemu di sana."
Ajeng tersenyum canggung. "Tapi bukannya lebih praktis kalau aku ikut?" Dia belum menyerah untuk berusaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...