3. Ify's Madness

2.8K 215 56
                                    

Semalam, Ify sudah berencana akan bangun siang di esok hari. Mengingat hari ini adalah hari sabtu, dan tidak mempunyai kegiatan apapun untuk pergi ke sekolah. Tapi, tetap saja Ify tidak bisa melanjutkan tidurnya sehabis salat subuh. Sulit menghilangkan kebiasaannya yang langsung melakukan berbagai kegiatan seusai salat. Ify juga terbiasa mandi pagi, jadi tidak ada alasan baginya untuk malas mandi meski libur sekolah.

"Masak apa, bun?" Tanya Ify mengibaskan rambut panjangnya yang masih basah ke belakang. Berjalan menuju dapur melihat bunda yang tengah sibuk memasak.

"Anak bunda wangi banget pagi-pagi gini."

"Iya dong, Ify kan rajin mandi."

"Tapi males kalau di suruh olah raga."

Ify manyun. Ya, dia memang paling benci kalau di suruh olahraga. Apalagi lari, jalan saja  kadang Ify males. "Nggak ada temennya, bun. Makanya males.  Kakak juga bangunnya suka siang kalau sabtu gini." Pembelaan yang membuat bunda tertawa kecil.

"Pernah Rio ajak kamu waktu itu. Tapi kamunya nggak mau."

Ify menyunggingkan cengirannya. Merasa kalah karena memang bunda sangat mengerti dirinya. Ya, Rio memang pernah beberapa kali datang pagi-pagi ke rumahnya. Tentu saat libur kerja. Dengan satu alasan mengajaknya olahraga, lari kecil di sekitaran komplek. Tapi Ify selalu menolak, dan berakhir Rio olahraga sendiri. Sesimpel itu karena memang Rio orangnya malas debat. Dan Ify selalu konsisten dengan keputusannya.

"Wih soto ayam, enak nih." Serunya melihat panci berisi kuah berwarna kuning di atas kompor yang menyala. Kuah itu masih tenang dan belum ada pergerakan akan mendidih. Jadi, kemungkinan bunda baru memasaknya. Pengalihan topik yang sempurna.

"Ify bisa bantu apa nih, bun?" Meski kadang suka seenaknya sendiri. Kalau bicara suka asal. Tapi, Ify termasuk anak yang rajin dan lumayan penurut. Ify tidak pernah sekalipun membantah bunda. Tidak pernah berkata tidak saat bunda meminta tolong padanya. Sebab, Ify sangat menyayangi bundanya.

"Tolong potongin kol sama daun bawang aja, terus suwir ayamnya, tadi udah bunda goreng." Berhubung semua orang di rumah ini tidak suka tauge. Jadi di ganti kol sayurnya.

"Oke siap!"

Bunda tersenyum hangat, "Makasih, sayang."

"Sama-sama bunda." Ify melanjutkan kegiatannya memotong sayur kol yang tadi sudah bunda cuci. Sedangkan bunda mengupas telur rebus yang baru saja matang.

"Semalem berantem kenapa sama Rio?"

Ify sudah menduga ibu pasti tahu. Siapa juga yang membukakan pintu untuk Rio sehingga pemuda itu bisa sampai di depan pintu kamarnya. Bunda itu sangat percaya dan sayang sama Rio, yang bahkan mengijinkan Rio masuk kamarnya. Padahal, dulu waktu Ify punya pacar, main ke rumah saja selalu di sinisin sama bunda.

"Biasalah bun, masalah anak muda." Ify menaruh kol yanh sudah di potong pada mangkuk lebar berukuran sedang. Ify memberi jawaban seadanya karena tidak mungkin membahas hal itu di depan bunda. Bisa jantungan kalau bunda tahu putri cantiknya ini marah gara-gara tidak di cium. Lucu, kan?

"Kamu ini." Bunda menggeleng tersenyum. Selesai mengupas telur, bunda lantas memotongnya menjadi empat bagian.

"Kamu serius nggak mau kuliah, nak?"

Tangan Ify yang tengah mengiris daun bawang seketika terhenti selama beberapa detik. Kemudian tersenyum lebar menoleh sesaat ke arah bunda sambil mengangguk semangat. "Biaya kuliah mahal, bun. Kakak juga baru dapet kerjaan yang cocok, kan?"

Meskipun Rio memang memenuhi kebutuhan pribadinya, tapi jujur saja, Ify jarang memakai. Hanya saat bersama teman-temannya saja ketika mereka hang out. Atau saat Ify merasa jengkel pada kekasihnya. Dengan maksud melampiaskan rasa kesalnya itu untuk berbelanja. Selebihnya, Ify selalu berhati-hati dalam menggunakan uang Rio. Awal mula Rio memberinya kartu itu saja Ify kaget dan langsung menolak, tapi Rio kekeuh, memaksa Ify agar menerimanya. Terserah Ify mau menggunakannya atau tidak. Dan untuk biaya kuliahnya, tidak mungkin Rio menanggungnya, kan? Ify tidak akan mau meski Rio juga pasti tidak keberatan.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang