10. One Request

2.2K 204 69
                                    

"Kamu mau nikah sama aku?"

Kalimat itu terus menerus terngiang dalam benak Ify. Dia tadi memang tak langsung menjawab dan menganggap Rio sedang ngigo, tapi tetap Ify tak bisa melupakan bagaimana Rio tiba-tiba bertanya seperti itu tadi padanya. Bahkan, Ify menyesal kenapa malah sempat gagu untuk beberapa saat. Padahal hatinya sudah mengadakan demo besar-besar padanya agar berkata 'MAU'. Ah tahulah, Ify pusing. Bingung! Perasaannya benar-benar tak karuan sejak tahu Meisya menghubungi Rio tadi. Lalu bertambah tak karuan saat tahu ternyata seperhatian itu pada Rio. Dan berakhir dengan pertanyaan Rio yang wow sukses membuat perasaan Ify kembali di naikkan.

Rio memang begitu. Selalu membuat jantung Ify jungkir balik dengan sikapnya yang tak pernah terduga. Tapi, entah kenapa Ify seakan tidak yakin jika harus menjawab 'ya' untuk saat ini. Ify ragu karena merasa belum mengenal Rio sepenuhnya.  Seperti banyak hal yang pemuda itu sembunyikan darinya.

"Yo, bangun dulu yuk." Ify meletakkan satu piring berisi nasi, ayam goreng dan tumis brokoli di atas meja. Lalu menekuk kedua kakinya, berlutut di atas karpet seraya mendekat ke arah Rio.

"Sayang bangun." Ify menepuk pelan pipi Rio karena pemuda itu seperti enggan membuka mata dan hanya melirih pelan. Mungkin dia masih pusing. Demam di badannya juga pasti membuat seluruh tubuhnya menjadi sedikit nyeri. Ify menghela saat mengusap tangan Rio ternyata masih panas.

"Kita ke rumah sakit aja, ya? Atau nggak aku teleponin bang Alvin?"

"Nggak usah." Gumam Rio lemah. Suaranya terdengar pelan sekali.

"Minum dulu." Ify dengan sigap meraih segelas air putih dari atas meja. Lalu ia arahkan pada Rio yang baru saja membuka matanya. Rio berusaha bangkit duduk dengan wajahnya yang masih terlihat pucat. Membuat rasa khawatir Ify menjadi bertambah.

"Makasih." Ucap Rio berusaha menarik sudut bibirnya untuk tersenyum, meski terlihat sangat tipis. Rio semakin kagum pada kecekatan Ify tentang apa yang harus di lakukannya. Bahkan sebelum ia meminta, Ify langsung mengetahui kebutuhannya. Sesimpel itu perhatian Ify, namun sangat bermakna untuk Rio.

"Makan dulu, ya?"

Rio mengangguk saja, lalu menarik kakinya ke bawah. Memberi tempat bagi Ify agar duduk di sampingnya.

"Sini."

Rio menepuk tempat di sebelahnya agar Ify mengambil posisi di sana. Dan tanpa banyak bicara Ify menurut setelah meraih piring yang tadi ia letakkan di atas meja. Rio masih memperhatikan Ify. Gadis itu tampak telaten memisahkan daging dan tulang ayam untuk di suapkan padanya.

"Maaf, ya? Cuma bisa masak ini. Soalnya cuma ada ayam kuning di kulkas tadi."

"Kamu udah makan?" Tanya Rio sebelum menerima suapan pertamanya.

"Nanti. Kamu makan dulu abis itu minum obat. Buka mulutnya." Pinta Ify menyuapi Rio.

"Makan bareng." Kata Rio seraya meraih pergelangan tangan Ify. Lalu memutar balik sendok yang berisi nasi dan ayam itu ke arah mulut Ify.

"Yo-" Seru Ify kaget seraya menutup mulutnya yang hampir menyembur. Kaget dia karena gerakan Rio tadi lumayan cepat dan Ify masih terkejut saat Rio tiba-tiba memegang tangannya.

"Kok malah aku sih yang makan." Dumel Ify setelah menelan habis makanannya.

"Nanti sakit." Kata Rio seadanya.

"Nggak lah. Aku ini kuat, semua penyakit pasti pada takut sama aku." Dan Ify pun mulai terbiasa dengan ucapan singkat Rio. Meski kesal, tapi pelan-pelan Ify berusaha mengerti. Dengan catatan saat dirinya sedang tidak dalam keadaan kesal.

Rio yang enggan berdebat dan memperpanjang masalah, pada akhirnya mengalah saja. Menurut saja pada Ify yang masih bersedia merawatnya hingga saat ini. Meski mungkin, gadis itu masih menahan rasa marah padanya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang