63. MARIO 2

1.6K 130 116
                                    

"Huaaaaaa Bundaaaa!"

"Acha kenapa? Kok nangis?" Ify meletakkan buku yang sejak tadi di bacanya. Dia berdiri sambil memegang perutnya kemudian berjalan mendekati Marsya yang menangis di ambang pintu.

"Kenapa?" tanya Ify pada Ata yang ternyata ikut menangis juga sambil menggendong Marsya. Lalu Ata menunjuk arah luar rumah. Di sana ada seorang Ibu dan juga anaknya yang ternyata sedang menangis juga.

"Nggak apa-apa." Kata Ify menenangkan sambil mengusap bahu Ata lembut.

"Ada apa ya, Bu?" tanya Ify sopan.

"Ada apa, ada apa? Kamu nggak lihat? Tangan anak saya luka gara-gara di dorong anak kurang ajar itu!" Marahnya sambil menunjuk Marsya yang masih di gendong Ata.

"Acha ngak ahat, Bunda. Dia akal sama Acha!" seru Marsya sambil menangis sesegukan. Menatap Ify sedih. Dia takut Ify marah juga padanya seperti Ibu galak itu.

"Enak aja ngatain anak saya nakal. Kamu tuh dasar anak kurang ajar!"

"Ibu stop!" Sela Ify tegas. Menatap Ibu itu dengan pandangan memohon. Hatinya sakit mendengar Marsya di hina tepat di depannya.

"Biar saya tanya anaknya dulu." Lanjut Ify kemudian menatap Marsya. Ibu itu melengos lalu menenangkan anaknya yang menangis.

"Gimana ceritanya, sayang? Acha bener dorong temennya sampai jatuh?"

Marsya masih menangis lalu mengangguk. Dan reaksi Marsya itu di lihat oleh Ibu tadi.

"Tuh kan bener!"

"Ibu tolong diam sebentar." Pinta Ify dengan nada suara yang cukup pelan.

"Kenapa? Kenapa Acha dorong temennya?"

Bibir Marsya bergetar. Air matanya terus mengalir. Tapi sebisa mungkin dia tampak menahan agar tidak terisak. "Alena dia biyang alo hiks-"

Ata yang tidak kuat melihat kesedihan Marsya langsung memeluk anak kecil itu. "Anak kecil itu bilang. Kalau Mama Marsya-" Ata menarik nafas panjang sebentar. Lalu ia hembuskan untuk melegakan dadanya.

"Meninggal karena di bunuh hiks-" Ata reflek terisak tapi dia berusaha kuat untuk meneruskan ceritanya. "Dan dia juga bilang kalau Mama Marsya di bunuh karena udah jadi Mama yang jahat. Acha nggak terima terus marah dan dorong dia."

Mulut Ify terbuka lebar karena terlalu terkejut mendengar penjelasan Ata. Dia membekap mulutnya menahan tangis lalu menatap Ibu itu dengan tajam.

"Menurut anda, darimana anak sekecil mereka bisa tahu hal semacam itu?" tanyanya. Ify beralih menatap Ata dan meminta agar membawa Marsya masuk ke dalam rumah.

Sejak mendengar cerita dari Ata, Ibu itu sudah terlihat gelisah dan salah tingkah sendiri. Seperti maling yang ketahuan mencuri.

"Yang salah di sini bukan mereka. Tapi anda dan teman-teman anda yang tidak tahu tempat untuk menyebar gosib." tajam Ify.

"Mereka memang masih kecil, tapi mereka bisa cepat tanggap dan mengingat dengan baik apapun yang mereka dengar. Jadi, saran saya-" Desis Ify menahan emosi. "Lebih berhati-hatilah dalam berbicara di depan anak kecil. Jangan kotori otak suci mereka dengan kata-kata yang tidak pantas untuk mereka dengar."

"Tapi memang benar, kan? Mama dia itu perempuan nggak bener." Sinisnya.

"Tutup mulut anda sebelum membuat saya marah." Geram Ify emosi. "Anda tahu siapa suami saya, bukan? Jadi, berhenti membuat masalah dengan keluarga saya atau anda akan tahu akibatnya."

Ibu itu berdehem karena merasa kalah dan tidak berkutik.

"Kasih tahu nomor rekening anda ke Pak Beni. Biar suami saya yang kirim biaya untuk pengobatan luka anak anda." Ify tersenyum sinis. Dia lupa dengan etikanya untuk hormat pada orang yang lebih tua darinya. Dan Ify tidak peduli. Karena orang ini benar-benar sudah keterlaluan.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang