63. Plan

1.2K 111 33
                                    

Ify sadar saat masih sekolah dulu dia bukanlah termasuk murid pintar. Bukan termasuk murid yang rajin. Bukan juga termasuk murid baik yang tidak pernah di hukum atau terlibat masalah dengan teman bahkan mungkin kakak kelas.

Ify sadar dia tidak masuk dalam golongan murid pintar karena tidak pernah bisa masuk sepuluh besar di kelasnya. Ify bukan termasuk murid rajin karena sering di hukum. Dengan alasan lupa mengerjakan PR, berkelahi dengan teman atau kakas kelas dan bahkan Ify pernah di hukum karena ketahuan bolos makan di kantin saat jam pelajaran berlangsung.

Tapi, itu dulu sebelum dia mengenal apa yang di sebut tanggung jawab. Dan setelah menikah, Ify merasa seperti terlahir kembali. Ada tanggung jawab yang harus dia bawa. Menjaga nama baik Rio yang kini berstatus sebagai suaminya. Seorang suami yang tidak bisa Ify sebut sebagai orang biasa. Ify bahagia sangat bahagia bisa menjadi istri Rio. Karena itu Ify berupaya ingin menjadi perempuan yang pantas untuk di sebut sebagai istri seorang Mario Dwi Saputra.

Itulah yang selama ini Ify tekankan dalam dirinya ketika Rio dengan sangat baik hati membiayai kuliahnya. Ify benar-benar serius belajar hingga mendapat nilai yang akan membuat suaminya bangga. Ify ingin serius fokus pada kegiatan kuliahnya tanpa ingin mencari masalah dengan siapapun.

Ya, itulah tekad Ify sebelum dia berhadapan dengan seorang perempuan bernama Sava saat ini.

"Nggak nyangka deh gue bisa ketemu sama lo di sini."

Ify tersenyum saja menanggapi kalimat bernada sindiran itu. Seakan tak pernah mendengar kalimat itu di tujukan padanya, Ify menggigit lagi roti selai coklatnya sambil terus membaca. Menikmati angin taman kampus yang cukup sejuk menerpa kulit putihnya. Mengibarkan sedikit rambut panjangnya yang tergerai.

"Nggak usah sok ya lo di sini!"

Ify menelan roti yang baru di kunyahnya. Lalu menatap dua tangan yang baru saja menggebrak meja di hadapannya. Membuat buku yang sedari tadi di bacanya sedikit bergoyang.

"Ada urusan kita yang belum selesai?" tanya Ify tenang setelah mendongakkan kepalanya.

Sava tersenyum sinis seraya menegakkan punggungnya dan bersedekap. Kepalanya masih menunduk menatap Ify yang tetap duduk di tempatnya.

"Tentu aja. Gue nggak akan biarin lo lepas gitu aja setelah gue tahu lo kuliah di sini."

Ify menghela pelan. Kemudian mengangguk sambil tersenyum ringan. Dia bangkit dari kursinya dan berdiri di hadapan Sava.

"Oke, mau lo apa sekarang?"

"Santai, Fy. Kita aja baru ketemu. Jadi, gue perlu mikir dulu apa yang mesti gue lakuin buat ngasih lo pelajaran."

Ify menunduk kecil sambil tersenyum miring. Kemudian mendongak dengan perlahan. "Sekarang aja. Mumpung gue lagi senggang. Gue nggak mau nanti buang-buang waktu buat ngadepin orang kayak lo."

"Masih aja songong ya lo?"

"Maaf. Gue ngomong fakta. Di sini gue cuma mau belajar. Nyari ilmu. Bukan nyari masalah sama orang kayak lo yang sumpah kurang kerjaan banget."

PLAK!

Ify mendesis pelan. Memegang pipinya yang baru di tampar. Kedua tangannya terkepal kuat untuk menahan diri agar tidak membalas. Berulang kali Ify beristighfar dalam hati agar rasa tidak terima berangsur menghilang. Sungguh! Ify benar-benar tidak ingin lagi terlibat masalah apapun dengan orang-orang yang tak menyukainya.

Ify lantas menyingkap rambut panjangnya. Bersamaan dengan itu, bibirnya mencoba tersenyum menaggapi Sava yang masih menampilkan wajah tak suka padanya.

"Oke. Udah puas kan sekarang?" katanya pelan. Tak ada nada menentang di sana. Ekspresi Ify bahkan terlihat tenang sekali.

Sava Anggita. Teman sekelas Ify semasa kelas sepuluh dulu. Sava memang selalu mencari perkara dengannya. Semua karena Sava menyukai Irvan. Dan sejak Ify pacaran dengan Irvan, Sava mulai menjauhi Ify. Yang ternyata, Ify baru tahu semua itu karena Irvan juga diam-diam menjalin hubungan Sava di belakangnya.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang