12. MARIO 2

982 105 58
                                    

"Selamat pagi Pak Mario."

Rio yang masih berjalan menuju ruangannya seketika menoleh. Langkahnya terhenti tepat di depan meja sekertarisnya. Rio sama sekali tak menyangka dengan orang yang kini ada di hadapannya. Tapi, meskipun Rio kaget sekarang, wajahnya tetap terlihat tenang tanpa ekspresi.

"Kaget pasti, ya?" Dia tersenyum lalu mengulurkan tangan kanannya. "Saya Ajeng Kiandra mulai hari ini bekerja sebagai sekretaris tuan muda Mario. Mohon bimbingannya pak."

Rio tersenyum kecil lalu menyambut tangan Ajeng. Jujur, kemarin ketika Obiet meminta Fatma untuk membantu pekerjaannya, Rio ingin menyarankan Ajeng untuk menggantikan posisi Fatma. Tapi, Rio merasa kurang tepat jika melakukan hal itu. Sehingga Rio hanya menyimpan idenya saja tanpa melakukan apa-apa. Dan sekarang?

"Kok bisa?" tanya Rio setelah menarik tangannya lalu di masukan ke dalam saku celana.

"Kebetulan waktu aku nyoba kasih lamaran di sini, pihak HRD nya bilang lagi butuh sekretaris. Dan aku nyoba ikut test. Terus di sinilah aku sekarang."

Rio tersenyum tipis lalu mengangguk. "Fatma udah kasih tahu semua tugas yang harus di lakukan, kan?"

"Sudah Pak." Jawab Ajeng penuh semangat.

"Oke." Setelah itu Rio lantas kembali melanjutkan langkahnya menuju ke dalam ruangan.

Senyum Rio mengembang ketika duduk, pandangannya langsung tertuju pada bingkai foto yang ada di meja kerjanya. Perasaan rindu seketika menyerang. Padahal, Rio baru saja mengantar Ify ke kampus tadi. Tapi, rasanya seperti sudah seharian dia tidak melihat wajah istrinya. Apalagi selama beberapa hari kemarin mereka selalu bersama. Jadi, Rio merasa ada yang kurang ketika merasakan tidak ada Ify bersamanya. Rio menggeleng pelan berusaha mengenyahkan perasaan sentimentilnya agar bisa fokus bekerja.

Tok Tok Tok

"Masuk." Seru Rio seraya membuka salah satu map yang sudah tersusun di atas mejanya. Map berisi dokumen yang memang harus ia periksa untuk segera di tanda tangani.

Tak lama setelah Rio berseru, pintu ruangannya terbuka dan menampilkan sosok Ajeng di sana. Perempuan itu berjalan mendekat seraya membawa secangkir teh dan sebuah map di tangan kirinya.

"Ini teh hangat buat pak Mario dan ini jadwal pak Mario untuk hari ini." Kata Ajeng seraya meletakkan cangkir berisi teh buatannya beserta map yang tadi di bawanya.

"Oke." Tanggap Rio tanpa mengalihkan perhatiannya dari dokumen yang sedang ia baca. Rio benar-benar fokus pada pekerjaannya sehingga tidak menyadari perubahan ekspresi Ajeng yang terlihat kecewa karena merasa di abaikan. Senyum perempuan itu pudar melihat betapa acuhnya Rio saat ini.

"Saya permisi, Pak." Pamit Ajeng yang hanya di angguki oleh Rio. Dengan lesu Ajeng memutar tubuhnya membelakangi Rio untuk berjalan keluar.

"Ajeng."

Ajeng langsung menghentikan langkahnya. Dia tersenyum kemudian berdehem sebentar lalu memutar tubuhnya secara perlahan. Saat wajahnya kembali menatap Rio, Ajeng berusaha menyembunyikan senyumnya. Dia ingin menunjukkan pada Rio bahwa ada sedikit rasa kesal karena baru saja di acuhkan. Tapi, melihat Rio yang kini menatapnya datar, membuat tubuh Ajeng seketika terdiam kaku di tempatnya.

"Saya rasa Fatma sudah memberitahu tugas yang harus kamu lakukan, bukan?"

Ajeng mengangguk bingung. "Iya pak."

Rio menunjuk secangkir teh di atas meja dengan dagunya. "Saya tidak suka minum teh saat bekerja."

Ajeng tampak salah tingkah ketika usahanya ternyata tidaklah tepat. "Ah maaf pak. Saya nggak tahu. Kalau gitu Kak Yo ah maksud saya pak Mario suka minum apa saat bekerja. Biar nanti-"

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang