42. MARIO 2

1K 105 201
                                    

Arya tersenyum puas melihat dari dalam mobilnya menatap seseorang yang pasti akan membuat rencananya berhasil. Arya yakin, sangat yakin karena mereka semua tidak akan menduga tentang rencananya ini. Dan itu sangat menguntungkannya. Karena Arya semakin yakin bisa membuat Ify meninggalkan Rio.

Arya tersenyum dengan sorot matanya mengenang akan sesuatu. Ya, sejak pertama kali Arya bertemu dengan Ify kala itu. Di depan gerbang kampus. Ify di antar oleh seorang laki-laki yang saat itu Arya hanya menduga adalah kekasih Ify. Sejak saat itu, Arya langsung mencari segala informasi tentang Ify di kampus. Misal, jurusan apa yang gadis itu ambil.

Arya yang sudah mendaftarkan diri masuk jurusan IT langsung banting setir. Dia melakukan segala upaya yang pasti tidak mudah agar bisa satu kelas dengan Ify.

Dan untungnya, usaha Arya berhasil. Terlebih saat pertemuan pertama mereka, Ify langsung menyambutnya dengan senyum ramah yang membuat Arya semakin jatuh cinta. Beby ataupun Dika yang kaget dengan peruabahan jurusannya, hanya menjawab jika itu adalah keinginan mamanya. Maka semua hal selesai sampai di sana.

Jujur saja, dari awal Arya tidak ada keinginan untuk merebut Ify setelah tahu bahwa ternyata Ify sudah menikah. Sama sekali tak terlintas dalam benak Arya untuk merebut Ify secara paksa.

Tapi, ketika mengetahui fakta bahwa suami Ify adalah Mario, Arya menjadi marah. Arya marah pada keadaan yang seakan mempermainkan dirinya. Kenapa harus Mario? Kenapa? KENAPA? Itulah pertanyaan yang selalu mengganggunya. Pertanyaan yang bahkan enggan untuk ia ketahui jawabannya. Karena Arya mulai bertekad untuk membuat alasan pertanyaan kenapa itu menghilang. Dalam arti, Mario tidak boleh lagi ada di dunia.

"Hai mbak Meisya." Sapa Arya yang sudah berdiri di depan Meisya.

"Siapa ma?"

Pandangan Arya jatuh pada sosok  gadis kecil yang kini mendongak. Menatap Arya dengan wajah gembul dan sorot mata polosnya.

"Bimo?" Tanya Meisya memastikan setelah cukup lama dia berpikir keras siapa pemuda yang tiba-tiba menyapanya.

Dan Arya tersenyum. Dalam hati dia merasa puas karena Meisya belum mengetahui tentangnya. Tapi, Arya langsung bergegas pergi ketika melihat tiga orang berbadan kekar berjalan menghampiri Meisya.

Arya terkekeh setelah berhasil masuk ke dalam mobil. Mengabaikan seruan Meisya yang pasti bingung melihat tingkahnya tadi. Bukan karena takut, tapi dia harus waspada jika saja mereka akan melapor pada Rio tentangnya.

"Menarik." Gumam Arya semakin suka menghadapi Rio yang ternyata tidak bodoh.

❤❤❤❤❤❤

Rio sudah mendudukkan Ify di sofa. Dia menghela dan itu terasa berat saat kembali memperhatikan keadaan Ify. Rambutnya berantakan, pipi kirinya merah dan sudut bibirnya terluka cukup parah. Luka dengan lebar sekitar satu centi meter itu membuat Rio harus berusaha ekstra menahan emosinya. Luka itu mengeluarkan darah dan terlihat cukup dalam.

"Pasti sakit, kan?" Rio sudah duduk di samping Ify. Tangan kanannya terulur menyentuh dagu Ify agat menatapnya. Di perhatikan dengan seksama wajah Ify yang kini separuhnya tampak membengkak.

"Dia pake tangan?" tanya Rio ragu melihat bagaimana keadaan wajah Ify yang sepertinya jauh lebih parah jika Ajeng hanya menampar dengan tangannya.

Ify menggeleng pelan. "Pake tas."

Rahang Rio terkatup. Satu tangannya yang bergerak merapikan rambut Ify seketika mengepal dengan kuat.

"Mas Rio udah janji, kan?" Ify berkata pelan. Berusaha mengingatkan suaminya untuk tidak lagi marah-marah.

Rio menunduk dalam. Mengontrol lagi emosinya yang saat ini ingin menghancurkan wajah Ajeng dengan tangannya. "Mas inget." Rio mendongak lagi. Dan wajahnya masih terlihat datar. Tatapannya masih dingin serta tajam. Tidak ada sedikitpun ketenangan di sana.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang