62. MARIO 2

1.3K 123 125
                                    

Setelah menyiksa Wahyu selama satu bulan di ruang bawah tanah dengan memberinya makan hanya satu kali sehari dan segelas air mineral sehari, Marvin akhirnya menyerahkan Wahyu pada Marshell. Tentunya, setelah Marvin berhasil menjadikan perusahaan Wahyu itu miliknya. Dan juga semua aset  ilegal Wahyu hasil dia melakukan korupsi di serahkan pada pihak berwajib. Intinya, Wahyu tidak mempunyai apapun sekarang kecuali nyawanya. Itupun juga hanya titipan. Beserta baju yang di pakai. Itupun bekas dari tukang kebun di rumahnya.

Semua, menjalani kehidupannya dengan normal. Marsya masih belum bisa keluar rumah. Dan Marshell juga akhir-akhir ini jarang pergi kerja. Kabar yang pernah Rio dengar, Marshell akan resign dari pekerjaannya. Dan memutuskan untuk membuka perusahaan hukumnya sendiri. Tentu saja Rio mendukung hal itu. Karena kelak, Marshell akan lebih bisa di ajak kerja sama dalam perusahaan.

Semua hidup normal dan bahagia dengan pilihannya masing-masing. Tapi mungkin saat ini hanya Rio yang pusing. Kenapa? Oh kalian pasti sudah bisa menebak alasannya. Tentu saja karena Ify. Siapa lagi. Drama di mulai ketika tak lama dari Rio pulang kerja dan mendengar istrinya mengomel.

"Mas tuh ya, aku udah sering bilang kalau handuk basah jangan taruh sembarangan. Ini juga ambil baju asal aja jadi  berantakan, kan?" Ify mengomel sambil menatap baju Rio yang sedikit berantakan. Karena Rio baru saja mandi dan selesai ganti baju.

Rio tahu itu. Bahkan sudah hafal. Tapi bagaimana lagi, namanya juga lupa. Lagipula, selama ini Ify yang selalu menyiapkan baju untuknya. Dan kebetulan tadi tidak.

"Terus kalau kaos kakinya udah nggak di pakai, taruh di keranjang baju kotor, dong. Jangan asal taruh di lantai." Beralih memungut kaos kaki Rio yang tergeletak di depan pintu kamar mandi lalu ia masukkan di keranjang baju kotor.

"Ini juga-"

Rio langsung menarik tangan Ify yang ingin mengambil tas kerjanya. Rio lupa menaruhnya di meja. Dan tadi dia letakkan dengan asal di atas sofa. Mungkin karena saat masuk kamar tidak ada Ify, Rio jadi lupa dengan kebiasaan Ify yang selalu memperhatikannya dengan baik. Oke, sebelum menikah, Rio itu termasuk rapi. Tapi semenjak ada Ify, Rio jadi malas dan terbiasa dengan Ify yang selalu mengurusnya dengan baik.

"Iya-iya. Mas aja yang taruh. Kamu duduk. Mas ngeri lihat kamu mondar-mandir dengan perut sebesar itu."

Ify menatap suaminya dengan pandangan sengit. "Siapa yang bikin aku mondar-mandir?"

Rio tersenyum kecil. Lalu mencium kening istrinya. "Maaf ya? Soalnya tadi kamu nggak ada di kamar. Jadi mas pengen cepet-cepet mandi terus biar bisa nyari kamu."

Ify malah manyun. "Jadi ini salah aku karena nggak nyambut mas pulang kerja?" tanpa sadar Ify menangis. Dan air mata itu terlihat mudah sekali keluar.

Rio menggaruk keningnya bingung. Kok jadi gini?

"Nggak sayang. Mas nggak nyalahin kamu. Mas yang salah. Makanya mas minta maaf."

"Tapi hiks ak-aku kayaknya juga salah." Ify masih menangis bahkan suaranya juga terdengar serak.

Rio terkekeh gemas melihat istrinya menangis hanya karena hal sesepele ini. Kedua tangannya bergerak meraih wajah Ify untuk menghapus air mata istrinya. "Ya udah. Nggak usah di bahas lagi, sini duduk dulu."

Rio menuntun Ify agar duduk di sofa lebih dulu. Sedang dia meraih tasnya lalu ia letakkan di atas meja kerjanya. Tak lama Rio kembali menyusul Ify.

"Mas Rio maaf aku udah marah-marah tadi."

Rio baru duduk dan Ify langsung memeluknya. Tingkah Ify itu sungguh selalu di luar dugaan Rio. Membuat Rio pasti tak bisa menahan senyumnya. Istrinya ini kenapa lucu sekali? Meski menyebalkan, tapi tidak pernah membuat Rio bosan. Bahkan semua hal dari diri Ify terasa menyenangkan meski harus di bumbui dengan otaknya yang sama sekali tidak boleh lengah.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang