29. MARIO 2

957 103 166
                                    

Sekitar jam sepuluh malam, mereka baru keluar dari restoran. Dan sekarang, Rio bersama Ify sudah dalam perjalanan pulang. Ify terlihat bahagia sekali tadi. Sejak di restoran Ify dan dua teman ceweknya itu tidak berhenti mengoceh. Membahas apa saja. Mereka juga sempat membahas video yang Rio lihat tadi. Jangan tanya bagaimana situasi tadi ketika mereka membahas video itu. Tentu saja semua yang ada menggoda Ify dan dirinya. Tapi reaksi Ify biasa saja tidak semalu ketika di rumah. Dia malah tertawa senang sedangkan Rio tetep stay cool tak memberi respon apa-apa.

Rio menoleh melihat keadaan Ify yang tadi saat mereka di mobil, istrinya itu mengatakan tengah mengantuk. Wajar sih karena Ify pasti kelelahan. Tapi berusaha tetap terjaga dan menguap berulang kali. Selain itu, Ify juga diam sedari tadi. Menandakan dia memang sangat mengantuk. Tapi tidak mau tidur karena katanya ingin menemani Rio menyetir. How sweet?

"Tidur aja." Ucap Rio seraya memberi usapan lembut di kening Ify.

"Mas gimana?" Ify bertanya dengan mata yang sudah lima watt.

"Mas biasa nyetir sendiri malem-malem. Jangan di paksain gitu. Tidur aja, kasihan baby-nya juga pasti ngantuk." Rio beralih mengusap perut Ify.

Ify langsung terenyum seraya menumpukan tangannya di atas tangan Rio. Ada-ada saja Rio ini.

"Hmm mas hati-hati nyetirnya." Gumam Ify pelan. Sangat pelan karena kesadarannya mulai terkikis dan matanya terpejam.

"Iya."

Lalu tak ada sahutan lagi. Menandakan Ify sudah benar-benar terlelap. Tangan kiri Rio kemudian bergerak mengecilkan volume ac. Lalu menutup ac yang ada di depan istrinya. Saat tidur, Ify selalu tidak betah dengan kondisi yang terlalu dingin. Rio menoleh ke belakang dan melihat ada jaket yang sengaja tadi ia bawa. Rio lantas mengambil jaket itu kemudian memakaikannya untuk menyelimuti kaki Ify.

Sebuah suara panggilan masuk di telinga Rio. Dia lantas menekan earphone yang sedari tadi sudah menempel di telinganya.

"Halo kak Yo."

Rio kaget. Tidak menyangka karena ternyata Ajeng yang menelponnya. Membuat Rio menyesal tidak melihat lebih dulu ponselnya. Tapi sudah terlanjur.

"Kenapa?" tanya Rio karena Ajeng terdengar lagi-lagi ketakutan. Bukankah seharusnya perempuan ini sudah aman di tempatnya?

"Kak Yo aku takut. Kak Radit tadi ikutin aku dari kantor dan dia-"

"Tenang aja. Gue udah nyuruh Obiet minta polisi buat jaga di sekitar tempat lo. Jadi lebih baik Radit muncul biar bisa langsung di tangkep." Sela Rio seadanya sambil memutar setirnya untuk belok dengan santai. Karena tidak mungkin tiba-tiba polisi menangkap Radit di rumahnya tanpa alasan jelas. Kalau tertangkap saat melakukan aksi kan lebih susah bagi Radit untuk mengelak. Sekiranya itulah yang Rio pikirkan.

"A-aku nggak nyangka Kak Yo bisa ngelakuin hal itu buat aku."

Rio menghela melirik Ify yang tampaknya sudah tertidur dengan lelap. "Buat jaga perasaan istri gue lebih tepatnya. Gue nggak mau turun tangan sendiri buat nolong lo. Karena perasaan Ify hal yang paling gue utamain."

"Iya. Ify beruntung banget punya Kak Yo. Nggak kayak aku-"

"Gue yang beruntung punya dia. Dan gue lakuin semua ini buat diri gue sendiri yang nggak mau kehilangan dia. So, Ajeng please! Kalau lo masih mau hubungan kita baik-baik aja. Hilangin semua keinginan impossible lo sekarang." Tegas Rio lalu memutuskan sambungan secara sepihak.

Kedua mata Rio sontak membulat saat menangkap sesuatu di depannya. Membuat Rio reflek menginjak rem. Dan di saat yang sama, tangan kiri Rio terulur menahan kedua bahu Ify agar tidak tersentak ke depan. Rio mengumpat dalam hati saat sadar daerah yang ia lewati sudah cukup sepi.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang