51. MARIO 2

1K 111 222
                                    

Rio dan Gabriel tidak berhenti menatap Ify yang kini tengah sibuk memasukkan semua bahan makanan ke dalam kuah. Ify duduk sendiri di seberang sedangkan Rio dan Gabriel berdampingan. Keduanya diam karena sejak tadi Ify masih menunjukkan wajah kesalnya. Bahkan ketika semua pesanan mereka sudah datang dan siap untuk di masak, Ify memukul tangan Rio dan Gabriel dengan sumpit. Ify melarang mereka untuk menyentuh makanan dan menyuruh keduanya untuk tetap diam.

"Lo sih bego pake ketahuan segala. Jadi ngambek, kan?" Bisik Gabriel pada Rio. Sedang Rio tidak membantah dan hanya menghela. Nggak adik nggak kakak sama saja. Pokoknya yang salah itu Rio dan selalu Rio. Sabar.

"Mikir kek gimana bujukinnya." Tambah Gabriel masih berbisik.

Rio berdecak lalu mendekatkan kepalanya untuk berbisik. "Gue biasanya tinggal peluk aja. Gimana?"

Gabriel lantas mendorong kepala Rio agar menjauh. "Kayak dia mau aja sekarang lo peluk." Sinisnya pelan.

Rio tertampar dengan kalimat itu. Sehingga membuatnya langsung diam. Memang ya? Baik Ify ataupun Gabriel paling bisa membuat Rio mati kutu. Sialan!

"Dek, maafin dong. Kak Gab nggak ada niatan bohong sama kamu. Beneran, itu karena Rio yang minta kemarin. Jadi-"

Rio menatap Gabriel datar. Meski kaget tapi dia berusaha tenang. "Bukannya kemarin lo yang nawarin?" tanggapnya menyela dengan santai.

"Emang iya? Kapan?" Kata Gabriel pura-pura amnesia.

Rio berdecak lalu mendorong pelipis Gabriel sebagai ungkapan rasa kesalnya. "Jadi, dari awal kamu udah tahu kalau mas ikutin, iya?" Rio beralih menatap Ify.

Ify berhenti memasukkan daging ke dalam kuah yang sudah mendidih. Lalu menatap Rio datar dan mengangguk.

Reaksi yang membuat Rio tersenyum tipis. "Tapi kenapa dari awal kamu diem aja. Itu artinya kamu nggak keberatan dong."

Ify mendengus dan kali ini bibirnya mulai mencebik kesal. Seakan ingin sekali mengomeli Rio. Tapi saat dia coba, suaranya masih tidak ada. Sedang Gabriel diam, mengamati keduanya. Karena sepertinya cara Rio cukup ampuh juga. Meski itu membuat Ify tampak semakin kesal. Tapi apa yang Rio katakan ada benarnya juga.

"Oke. Mas anggap jawabannya iya kamu nggak keberatan. Tapi, kamu jadi kesel karena ada Agni yang tadi bisa ngenalin mas, betul?"

Ify semakin manyun lalu menunduk. Dan reaksi Ify ini membuat Gabriel menganga tak percaya. Lalu menepuk bahu Rio, sebagai ungkapan kebanggaan.

"Kamu lihat mas sejak kapan?" tanya Rio kemudian. Tentu saja dengan intonasi yang lembut.

Di depan toko.

Rio tersenyum membaca itu. "Berarti kamu lebih bisa ngenalin mas dong. Kan kamu tadi cuma lihat punggung mas." Jelas Rio yang seolah mengerti jalan pikiran Ify. Ya, Rio sangat mengerti karena Ify memang selalu marah padanya dengan hal-hal sepele yang tak pernah orang duga. Bukan salah Rio sebenarnya jika Agni dengan mudah mengenalinya. Rio tahu itu. Tapi ini Ify, istrinya yang memang seperti itu.

"Wah, jadi kamu kesel cuma gara-gara itu, dek?" tanya Gabriel tak percaya. "Aduh!" keluhnya saat merasakan kakinya di injak oleh Rio.

"Diem." Bisik Rio kemudian. Karena tahu pertanyaan Gabriel justru akan membuat Ify semakin kesal karena malu.

"Masih nggak mau maafin, nih?" Tanya Rio tanpa melepas tatapannya dari Ify yang kini masih menunduk sambil berpikir. Dan Rio senantiasa menunggu istrinya itu dengan sabar. Sementara Gabriel berusaha menahan nyeri di jari kelingking kakinya. Rio laknat beneran dah.

Mau

Rio tersenyum membaca satu kata yang tertera di layar ponsel milik istrinya. "Ya udah kamu makan sekarang."

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang