Sudah lima hari Rio tak ada kabar sejak malam itu. Malam di mana Ify menyerukan kekesalannya. Meski mereka tetap mampir di salah satu rumah makan padang langganan, Ify menjalankan aksi mogok bicara pada Rio. Dan pasti sudah tertebak bagaimana sikap Rio yang terlihat tak terusik sama sekali akan keheningan yang mereka ciptakan. Justru mungkin Rio merasa tenang sekali karena tak perlu meladeni ocehan Ify. Dasar, Rio memang pacar tersialan yang pernah ada.
Jangan harap Ify mendapat rayuan yang berujung mereka berbaikan lalu berpelukan. Percayalah, hal itu tidak akan terjadi. Huft, nasib menjadi pacar seorang Mario Dwi Saputra ya begini. Harus benar-benar tahan banting. Untung saja Ify bukan tipe cewek yang mendramatisir keadaan. Harus galau meratapi nasib karena menghadapi kekasihnya yang super cuek. Sudah biasa bagi Ify. Bahkan hampir satu tahun pacaran, bisa di hitung berapa kali mereka jalan. Bertukar pesan? Jangan harap!
Tapi Ify tak pernah mempermasalahkan hal itu. Sebab, Ify percaya jika Rio di sana tidak akan pernah menghianatinya. Tidak akan ada yang tahan juga dengan pemuda dingin itu. Ify yakin, kalaupun Rio punya selingkuhan, pasti tidaklah lebih hebat darinya. Justru yang harusnya khawatir itu Rio. Karena bisa saja, lelaki di luaran sana akan merebut dirinya dari Rio. Tapi, Ify cukup menghargai perasaan Rio yang pasti akan sengsara jika dia berkhianat. Kasian Rio.
"Bengong aja neng."
Ify menoleh sebentar kemudian kembali menatap lurus ke arah tengah lapangan. Melihat pemain tim basket sekolah sedang melakukan latihan. Ify duduk di kursi panjang depan kelasnya. Kebetulan letak kelas Ify memang tak jauh dari lapangan basket. Meski tidak dekat, tapi Ify masih melihat gerakan para pemain yang sedang berusaha merebut bola.
Saat ini memang sedang tidak ada kelas. Seminggu yang lalu kelas dua belas baru saja menyelesaikan ujian sekolah. Dan hanya tinggal menunggu hasil kelulusan. Ini jam istirahat sebenarnya.
Shilla dan Sivia sahabat seperjuangannya di kelas dua belas satu tahun ini sudah pergi ke kantin sejak tadi. Mereka lapar katanya.
Ify enggan ikut karena tidak mau melihat kemesraan Shilla dengan Cakka, pacarnya. Mereka itu terlihat sekali saling mencintai. Cakka selalu bersikap manis pada Shilla. Hal itulah yang membuat Ify pasti akan merindukan Rio. Ceritanya kan dia lagi ngambek, jadi sebisa mungkin dia enggan menghubungi kekasihnya itu terlebih dahulu. Sekaligus memikirkan apa yang membuat Rio susah sekali untuk di rayu. Padahal, Ify yakin jika laki-laki normal, pasti tidak akan menolak di ajak ciuman oleh kekasihnya. Tapi masa iya Rio nggak normal? Tidak mungkin! Ify menggeleng keras, membuang jauh-jauh pikiran itu.
"Dev."
"Hem." Deva Pramudya, pemuda yang kini duduk di samping Ify itu menyahut dengan gumaman pelan. Menikmati kripik kentangnya yang sekarang sedang ia kunyah.
"Gue mau minta pendapat lo."
Deva mengernyit, sambil terus menyuap kripik itu ke dalam mulut.
"Apaan?" jelas Deva heran melihat Ify tiba-tiba berdiri di hadapannya.
"Lo lihat gue baik-baik. Perhatiin gue baik-baik dan jangan sampai lengah."
Deva mengangguk serius. Karena Ify terlihat tidak main-main saat mengatakan hal itu.
"Lihat gue, jangan sampai mata lo kedip, oke?"
Karena penasaran, Deva mengangguk saja biar Ify cepat mengatakan apa yang ingin di ceritakan. Tapi belum Ify membuka suara sebuah suara membuat mereka menoleh.
"Ngapain?" Tanyanya santai duduk di samping Deva seraya mengambil satu kripik kentang dari dalam snack yang masih di tangan Deva.
"Bagus kebetulan juga lo dateng ke sini." Seru Ify senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIO
RomanceRomance (21+) Sudah satu tahun lebih Gify Anastasya menjadi kekasih seorang CEO muda nan rupawan bernama Mario Dwi Saputra. Keduanya memiliki sifat yang bertolak belakang. Namun, tekadang karena itulah hubungan keduanya menjadi terasa bisa saling me...