38. MARIO 2

1K 107 90
                                    

"Sejak kapan lo tahu?"

Deva menoleh mendengar pertanyaan itu. Sedangkan Rio tetap fokus menyetir dengan wajah datarnya. Seolah baru saja pertanyaan itu bukan berasal darinya.

"Sebelum Nico meninggal, gue sempet nemuin dia di Bandara. Dan sebelumnya gue juga emang udah nyari dia tapi dia selalu ngehindar."

"Lo tahu soal dia dari Marco?" tanya Rio lagi memastikan tebakannya. Alasan kenapa nama Deva ada di daftar pengunjung untuk menemui Marco saat di penjara.

Deva mengangguk saja. "Iya." Lalu kembali menjelaskan. "Nico nggak ngasih tahu gue langsung kalau dia itu Arya. Tapi dia bilang, gue harus selidiki semua teman Ify terutama Bimo. Dari situ, gue coba nyari tahu tentang semua teman Ify dan gue mulai curiga sama Arya saat tahu kalau ternyata dia anak angkat dari Pak Wahyu." Deva diam sejenak.

"Hal itu emang sangat di rahasiakan oleh mereka. Jadi nggak mudah buat di selidiki." Lanjut Deva menjelaskan karena Rio pasti tidak menemukan hal itu dalam penyelidikannya.

"Terus darimana lo tahu?"

"Nyokap pernah bilang kalau istri pak Wahyu itu nggak bisa ngasih keturunan." Jelas Deva menghela. Dia berusaha fokus karena perasaannya masih tidak bisa tenang memikirkan bagaimana keadaan Ify saat ini.

"Gue juga nggak langsung tahu kalau itu Arya. Makanya gue pindah kampus buat merhatiin dia. Sory kalau lo merasa terganggu dengan kehadiran gue. Tapi gue cuma mau ngelindungi Ify."

Rio mengangguk paham. "Nggak. Gue justru harus terima kasih sama lo."

"Gue berniat buat cerita semua ke lo waktu itu. Tapi gue belum punya bukti kuat sedangkan lo sendiri kayak udah nggak bisa percaya sama gue."

Kali ini, Rio semakin menyesali emosinya saat itu. Jika saja, rasa cemburunya tidak membabi buta,  dia pasti lebih cepat menyelediki siapa Arya berkat informasi dari Deva.

"Yang nggak gue prediksi, selama ini Arya ternyata neror Ify."

Rio menoleh kaget. "Neror?" Jantungnya berdetak lebih cepat. Semua rasa khawatir dan takutnya mulai bercampur dengan amarahnya yang baru saja muncul akibat ucapan Deva. Teror?

"Lo coba nanti cek hpnya."

Rio mengumpat pelan. Kedua tangannya mencengkram kuat setirnya. Kedua matanya semakin menatap seakan ingin menghancurkan apapun yang ada di depannya. Rio marah pada dirinya sendiri karena merasa sangat bodoh saat ini.

"Mas Rio." Lamunan Rio buyar saat mendengar suara serak Ify memanggilnya. Dia lantas meletakkan ponselnya di atas nakas.

"Abis nelpon siapa?" Tanya Ify kemudian menguap seraya bangun untuk duduk.

Rio dengan sigap duduk di samping Ify lalu menarik kepala istrinya. Sehingga kini bersandar di dadanya. Rio mencium kening Ify baru kemudian menjawab. "Obiet bahas kerjaan."

Kebohongan kecil ini seharusnya tidak Rio lakukan. Tapi ia janji untuk ke depannya tidak akan lagi.

"Oh." Ify mengangguk paham seraya semakin merapatkan diri pada suaminya.

"Mas Rio." Ify berganti memainkan jari Rio.

"Hm." Rio mencium kening Ify lagi.

"Belanja, yuk?"

Dahi Rio berkerut. "Belanja?"

Ify mengangguk semangat. "Iya kita belanja sendiri berdua. Jangan nyuruh mbak Eka lagi."

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang