65. Who is He?

1.3K 122 42
                                    

"Marsya mana?"

Meisya bingung ketika memasuki sebuah restoran dengan ruangan VIP ternyata tidak mendapati keberadaan sang putri. Tadi saat dia selesai melakukan pemotretan pertama, suster Marsya menelpon dan mengatakan jika Rina menjemput mereka di sekolah. Awalnya Meisya kaget bukan main. Tapi pikiran Meisya langsung teralihkan saat mendengar managernya memanggil.

Dan ketika Meisya sudah menyelesaikan semua sesi pemotretan hari ini, Meisya langsung menghubungi suster Marsya untuk menanyakan keberadaan mereka.

Lalu di sinilah Meisya berada. Di sebuah restoran jepang yang kata suster Marsya mereka tengah makan bersama di sebuah ruangan VIP dalam restoran itu.

"Mar-shell?" Meisya semakin bingung karena hanya melihat Marshell di ruangan ini. Pemuda seusia dengannya itu duduk di salah satu kursi yang berjumlah sepuluh dengan posisi mengitari meja besar di tengahnya. Marshell tersenyum kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat padanya.

"Ke-kenapa kamu di sini? Marsya mana?"

Jujur saja. Saat hanya menemukan Marshell di tempat ini, jantung Meisya berdebar tak karuan. Rasanya, sudah lama mereka tidak bertemu. Meisya melihat penampilan Marshell pun seperti biasa. Celana panjang hitam membungkus kakinya. Kaos hitam polos dan di padukan dengan jas berwarna senada. Tak lupa rambut hitam Marshell selalu di sisir rapi ke belakang sehingga dahinya terlihat jelad dan membuat penampilannya semakin menawan. Hitam adalah warna kesukaan pemuda ini. Mungkin karena efek lama sudah tidak bertemu sehingga Marshell terlihat jauh lebih tampan di matanya sekarang. Sejenak Meisya mengaku dia telah terpesona.

Astaga! Meisya segera menggeleng agar dia sadar bahwa Marshell bukan lagi miliknya. Bahkan, Marshell sudah mempunyai kekasih baru sekarang.

"Apa kabar?" pertanyaan basa-basi di mulai oleh Marshell yang ternyata sudah berdiri di hadapannya.

Meisya enggan mengangkat kepalanya dan hanya menatap lurus ke depan. Tepat pada dinding dari sisi kepala Marshell.

"Baik," jawabnya singkat. "Aku-"

"Marsya di bawa Rio sama Ify." Jelas Marshell meraih tangan Meisya yang ingin berbalik dan pergi.

Meisya menoleh kaget. "Jadi?"

Marshell mengangguk. "Iya. Rencana mama sama Ify biar kita ketemu."

Meisya menghela pelan lalu menarik tangannya dari genggaman Marshell.

"Sory." Meski tidak rela, Marshell mengalah saja dan melepas tangan Meisya yang sebenernya ingin ia tarik untuk membawa Meisya dalam pelukannya. Namun itu tidak bisa Marshell lalukan mengingat situasi mereka yang masih canggung.

"Mau makan nggak? Aku panggil-"

"Langsung aja, Marshell." Sela Meisya menghentikan gerakan Marshell yang ingin keluar untuk memamggil waiters.

"Mau ngomong apa?" lanjut Meisya pelan. Bagaimana cara bicara Meisya ini, membuat Marshell memebeku. Bukan karena kaget atau tak suka. Tetap rindu. Ya, Marshell merindukan bagaimana Meisya yang selalu berbicara lembut seperti ini padanya.

"Sambil makan, ya? Kebetulan aku belum makan siang tadi." Sengaja bohong karena Marshell ingin menahan Meisya lebih lama di sini. Dia tentu sudah makan siang mengingat sekarang sudah jam empat sore. Jika tidak, maghnya pasti akan segera kambuh sekarang.

"Oke." Meisya mengangguk pasrah. Meisya tahu, Marshell itu suka telat makan dan membuat magh-nya kadang kambuh. Jadi, jika dia menolak, Meisya khawatir Marshell akan lupa untuk makan nanti.

"Duduk dulu." Marshell dengan cepat berjalan menuju meja makan. Lalu menarik salah satu kursi agar Meisya duduk di sana. Marshell tersenyum lega melihat Meisya bersedia duduk di kursi yang ia tarik tadi.

MARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang